Ganta Mundur

Di tempat kerja, Ganta masih sangat sibuk. Dia melayani banyak pengunjung. Biasa, jika malam Minggu dia akan lembur. Sepertinya dia akan pulang larut malam karena hingga pukul 22.00 WIB pengunjung kedai justru semakin ramai. Ganta berharap Alfa sudah makan, tak perlu menunggunya.

Di indekos, Alfa menunggu kedatangan Ganta. Dia berulang kali mengubah posisi tidurnya. Alfa juga merenungi semua kejadian yang dia alami. Dalam tekadnya, setelah Alfa bisa melihat nanti, dia akan mencari bukti-bukti dan membongkar kejahatan Rehan. Birpun Rehan adalah omnya, Alfa sudah tak peduli. Dia saja bisa setega itu padanya. Di tengah Alfa merancang rencana, pintu indekos terketuk. Jika itu Ganta, tak mungkin dia mengetuk.

"Siapa?" pekik Alfa tak langsung membuka pintu.

Dia menunggu sahutan, tetapi justru pertikaian dan perkelahian yang Alfa dengar di luar. Alfa bertahan di dalam, dia memasang telinganya baik-baik, Alfa juga sangat hati-hati, takutnya jika pintu didobrak dan mereka masuk.

"Kalian mau apa di sini!" pekik seseorang yang suaranya familier di telinga Alfa.

Yang terjadi di depan kamar itu ternyata anak buah Rehan berkelahi dengan Sugang dan Rafael. Sayang sekali, tadi Sugeng dan Rafael kalah cepat dengan anak buah Rehan. Mereka lebih dulu sampai di sana.

"Kami yang lebih dulu sampai sini. Kalian pergi saja! Dasar tidak berguna!" sahut salah satu anak buah Rehan.

"Bangsat!" Ketika Rafael ingin kembali menonjok mereka, Sugengg menahannya.

"Tenang, tujuan kita ke sini ingin menjemput Mas Alfa. Jangan terkecoh sama mereka." Sugeng melepaskan Rafael.

"Siapa kalian?" tanya Rafael kali ini lebih tenang.

"Kami suruhan Pak Rehan untuk menjemput keponakannya."

Rafael dan Sugeng saling pandang. Untung saja mereka dikawal banyak penjaga dari jarak jauh. Karena penghuni indekos yang lain merasa terganggu, ada yang melapor ke pemilik indekos. Tak butuh waktu lama pemiliknya pun datang, akhirnya Sugeng menjelaskan niatnya datang ke situ.

"Kalau memang benar penghuni kamar ini yang Anda cari, silakan dibawa asal jangan membuat kegaduhan di sini," ujar pria paruh baya bertubuh kurus.

"Baik, Pak. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang kami buat tadi." Sugeng mewakili berbicara dengan pemilik indekos tersebut.

Akhirnya kamar itu diketuk pemilik kos. "Halo, ada orang di dalam?" pekik pemilik kos. Namun, Alfa yang di dalam bingung, dia tak menyahut. "Siapa penghuni kos ini?" tanya pemilik kos kepada penghuni yang lain.

"Kurang tahu, Pak. Saya jarang di kos," sahut salah seorang penghuni lalu masuk ke kamarnya, diikuti yang lain.

"Pak, izinkan saya yang bicara," pinta Rafael.

"Silakan." Pemilik indekos menyingkir dari depan pintu.

"Mas Alfa, ini saya Rafael. Saya ditugaskan Pak Doni untuk mengajak Mas Alfa pulang!"

Mendengar hal itu lalu Alfa meraba-raba tembok sampai akhirnya pintu terbuka. Sugeng dan Rafael sangat terkejut melihat kondisi Alfa buta.

"Mas Alfa," ucap Sugeng dengan suara bergetar.

"Pak Sugeng? Rafael? Ini benar kalian?" Alfa meraba-raba mereka.

Rafael sudah menangis, dia tak kuasa melihat kondisi bosnya.

"Iya, Mas Alfa. Ini kami," ucap Sugeng bersuara parau.

Alfa meraba orang di depannya lalu memeluk sangat erat. Yang dia peluk Rafael, isak tangis Rafael semakin pecah.

"Ah, kelamaan! Ayo ikut kami!" Dua orang bertubuh besar menarik Alfa, terpaksa pelukan Alfa dan Rafel terpisah.

"Kalian siapa?" tanya Alfa panik.

"Jangan kasar dong. Santai, Bro!" Rafael berusaha merebut Alfa, sayangnya dua orang itu sudah memegangi kedua tangan Alfa.

"Mereka siapa?" tanya Alfa bingung.

"Mereka suruhan Pak Rehan, Mas Alfa," terang Sugeng.

"Biar mereka membawa saya, kalian ikuti saja," pinta Alfa berusaha tenang dan sok dibuat tak tahu apa-apa.

Akhirnya mereka pun pergi dari tempat itu. Penghuni indekos yang sempat menonton kejadian itu lalu masuk ke kamar mereka. Ketika Alfa dibawa pergi anak buah Rehan, pastinya diikuti Sugeng dan Rafael untuk memastikan Alfa aman bersama mereka, Putri didampingi Rehan dan anak buahnya menunggu Ganta pulang kerja.

Tubuhnya sangat letih, Ganta ingin sekali cepat sampai indekos dan memberikan mi kuah yang dia bawakan untuk Alfa. Namun, ketika dia sampai depan gerbang indekos, Ganta dihadang beberapa orang. Dia kebingungan, merasa tak mengenali mereka, Ganta ingin melewatinya saja. Pria paruh baya dan seorang wanita cantik turun dari mobil. Betapa terkejutnya Ganta melihat wanita itu. Kejadian tiga tahun lalu seperti kaset rusak yang tiba-tiba berputar di ingatan Ganta.

"Kamu cewek yang tinggal satu kamar sama Alfa?" tanya Rehan menunjuk Ganta.

Ganta tak langsung menjawab, dia malah menatap Putri tanpa berkedip. Dadanya naik turun, menahan sesak, dendam yang selama ini tersimpan menyeruak.

"Heh, ditanya malah melamun!" Putri mendorong bahu Ganta.

Tangan Ganta mengepal kuat, hingga buku-bukunya memutih. Giginya gemeretak, matanya menyalang.

"Perlu Anda tahu satu hal, mulai sekarang jauhi Alfa. Apa pun yang dikatakan Alfa, jangan percaya. Anda tidak akan mendapat apa pun darinya," kata Rehan langsung mendapat tatapan tajam Ganta.

"Lo harus tahu kalau gue sama Alfa sudah tunangan. Kami akan segera menikah," ujar Putri bak petir di siang bolong yang membuat hati Ganta hancur.

"Apa?" ucap Ganta menahan air matanya sambil menatap Putri.

"Iya. Gue sama Alfa sudah tunangan. Masa lo enggak tahu sih? Ini cincin pertunangan kami." Putri memamerkan cincin bermata berlian yang melingkar di jari manisnya.

"Jadi, sudah jelas, kan? Alfa hanya memanfaatkanmu. Jangan lagi temui dia dan saya harap kamu pergi sejauh-jauhnya dari kota ini. Jangan pernah kembali," ujar Rehan lalu membalikkan badan bersama Putri. Mereka masuk ke mobil diikuti semua anak buahnya yang masuk ke mobilnya masing-masing.

Ganta masih mematung menatap kepergian mobil mereka. Hancur, sakit, dan benci, rasa itu menjadi satu di dada Ganta. Air matanya menetes. Dia berjalan gontai masuk ke kamarnya. Tak ada Alfa di sana. Ganta meluapkan kekesalan dan kekecewaannya dengan menangis histeris. Ketika hatinya sudah cukup tenang, Ganta menelepon seseorang dan menceritakan kejadian yang dialaminya beberapa bulan terakhir. Namun, Ganta tak menyebutkan nama Alfa, dia hanya mengatakan jika sudah menyelamatkan seseorang dari kecelakaan, malam ini dia hancur dan kecewa, merasa tertipu oleh orang itu.

"Pulanglah, Nak. Ibu sama Bapak menunggu di rumah."

Setelah menelepon, Gantan langsung merapikan semua barang-baranggnya dan tak menyisakan satu pun benda di dalam kamar itu. Ganta juga menghapus jejaknya, dia membersihkan seluruh sudut kamar itu.

"Ganta? Lo mau ke mana?" tanya Yuyun bingung melihat barang-barang Ganta di luar, dia baru saja pulang dari layanan job di luar kota. Yuyun ini satu-satunya orang yang Ganta kenal salama indekos di sana.

"Hai, Mbak Yun," sapa Ganta dengan wajah sembap.

"Eh, kok lo nangis sih? Ke mana si Tampan?" tanya Yuyun menghentikan Ganta yang sedang mengepel.

Bukannya menjawab, Ganta malah menangis lalu memeluk Yuyun erat. Malam itu Ganta bercerita kepada Yuyun jika dia ditipu Alfa. Ganta juga meminta tolong supaya Yuyun merahasiakan dirinya jika suatu saat Alfa datang mencari. Tak hanya Alfa, siapa pun orang yang mencarinya nanti. Yuyun pun mengiyakan dan membantu Ganta membereskan barang-barangnya. Setelah itu, Yuyun mengantar Ganta ke terminal. Malam itu juga Ganta memutuskan untuk pulang ke Surabaya, menemui orang tua angkatnya.

***

Siang hari sampai di rumah, Ganta menceritakan semua kepada Yuli dan Pras. Dia juga mengakui perbuatan bodohnya dengan Alfa, nasi sudah menjadi bubur, Yuli dan Pras tidak bisa menyalahkan Ganta. Semua sudah telanjur.

"Ya sudah, Nak. Sekarang kamu istirahat sana. Semalaman kamu di jalan, pasti lelah, kan?" Yuli mengelus rambut Ganta.

"Iya, Bu. Terima kasih."

Ganta yang lelah dan matanya sepet karena kelamaan menangis, akhirnya masuk kamar. Yuli dan Pras saling menatap dan menghela napas berat. Pras mengelus bahu Yuli, lalu dia beranjak pergi.

Di kamar, Ganta berbaring sambil menangis. Dia masih tak habis pikir kenapa Alfa tega mempermainkannya. Kenapa Alfa berjanji akan menikahinya kalau ternyata dia sudah punya tunangan? Kenapa Ganta juga bodoh percaya pada Alfa begitu saja. Dia juga memberikan kesuciannya kepada Alfa.

"Bodohnya kamu, Ta! Bodoh!" Ganta memukul-mukul kepalanya lalu menangis hingga menyayat hati. "Aku bersumpah, enggak akan menemuinya lagi dalam kondisi apa pun! Janjinya bulshit! Omong kosong! Mentang-mentang kamu kaya raya, kamu bisa seenaknya mempermainkan wanita enggak punya sepertiku. Ternyata kamu tunangan cewek itu, orang yang sudah membunuh orang tuaku. Aku menyesal menyelamatkanmu, Alfa. Aku menyesal melepas kesucianku ke kamu. Dasar pria bajingan!"  Ganta memukul-mukul kasurnya berulang kali untuk melampiaskan kekesalannya.

Untung dia belum sempat menyebutkan nama aslinya kepada Alfa. Jadi, Ganta sedikit lega, Alfa tak mungkin mudah mencarinya.

***

Habis mandi, Ganta menyisir rambutnya di depan cermin lemari. Dia melihat tanggalan lalu menghitung keterlambatannya datang bulan.

"Ah, mungkin mundur," gumam Ganta tak ingin berpikir macam-macam.

Namun, dia merasa aneh pada tubuhnya. Dia ingin memastikan sesuatu. Ganta lalu keluar dari kamar dan mencari Yuli.

"Bu!" seru Ganta.

"Di sini, Ta!" sahut Yuli dari dapur.

Buru-buru Ganta mendekatinya.

"Bu, tolong temani aku ke bidan," pinta Ganta panik.

"Mau ngapain?"

"Aku telat, Bu," kata Ganta gemetar, perasaan takut dan cemas bercampur dalam hati.

"Tenang. Jangan mikir macam-macam. Ayo, Ibu antar." Yuli mematikan kompor lalu mengambil dompet.

Ganta pun mengambil dompet dan ponselnya di kamar. Setelah itu mereka pergi ke bidan yang agak jauh dari rumah. Sampai di bidan itu, Ganta melakukan tes urin. Setelah menunggu beberapa menit, hasilnya keluar. Tes dilakukan dua kali untuk memastikan. Hasilnya sama, positif.

"Ibuuuuu!" Ganta menangis histeris dan langsung dipeluk Yuli. "Aku enggak mau anak ini, Bu," ucap Ganta menyesal dan membayangkan bagaimana nanti hukum sosial menghujatnya.

Cap wanita murahan akan melekat padanya. Bahkan jika sampai anak itu lahir, orang-orang akan menyebutnya anak haram.

"Ssssst, kamu enggak boleh bilang begitu. Ibu yang akan merawatnya. Lihat Ibu," Yuli mengarahkan wajah Ganta agar menatapnya, "puluhan tahun Ibu menikah sama Bapak, kami belum dipercaya memiliki anak. Ini cara Allah memberikan anugerah-Nya kepada kami. Melalui kamu."

"Tapi, aku akan buat Ibu sama Bapak malu."

"Enggak. Bapak sama Ibu enggak akan malu. Kami akan selalu ada mendampingi kamu."

Ganta memeluk Yuli erat. "Bu, aku enggak mau dia tahu kalau aku hamil. Aku enggak mau berurusan sama dia lagi. Aku udah sangat kecewa padanya."

Yuli memahami itu, dia menangis sambil mengusap punggung Ganta. "Ibu enggak akan memaksamu. Tapi, Ibu minta tolong, jaga anak ini. Dia tidak bersalah."

Ganta mengangguk, dia pasrah dengan keadannya sekarang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top