Cekcok Kecil
Semalam Ganta dan Auriel tidur di kamar Alfa, sedangkan Alfa dan Galang mengalah, mereka tidur di sofa ruang tengah. Samar-samar Alfa mendengar orang berbicara, perlahan matanya terbuka. Suara mereka kecil, seperti bisik-bisik. Alfa menajamkan pendengarannya, itu dari arah dapur. Dia melihat Galang masih tidur, Alfa menoleh ke jam dinding, jarum pendek belum sempurna menunjuk angka lima, jarum panjang di angka sembilan. Lantaran penasaran, akhirnya Alfa bangun dan ke dapur. Langkahnya terhenti saat melihat Ganta dan Auriel sedang memasak sambil mengobrol pelan-pelan.
"Oh, iya? Terus?"
"Aku kasih deh es krimnya ke Tante Putri."
"Tante Putri makan es krimnya?"
"Iya, Ma."
Auriel sedang menceritakan kejadian kemarin saat memberikan satu es krimnya kepada Putri.
"Anak Mama pintar. Begitu terus, ya, Nak? Jangan lupa selalu berbagi," nasihat Ganta, lalu mencium kening Auriel.
Kamu wanita hebat, Ta. Aku percaya itu. Kamu memang berhati malaikat. Aku beruntung memiliki anak denganmu. Kamu mendidiknya dengan baik, walaupun tanpa aku di sisi kalian. Terima kasih tidak mengajarkan kebencian kepada anak kita, terutama benci terhadap perlakuanku yang sudah bertahun-tahun menelantarkan kalian. Aku janji akan menebus kesalahan itu dengan selalu berada di sisi kalian, batin Alfa sambil tersenyum memperhatikan Ganta dan Auriel.
"Sudah motong sosisnya?" tanya Ganta setelah selesai membuat bumbu ayam goreng dan bumbu sup.
"Sudah, Ma."
"Pinter anak Mama," puji Ganta walaupun hasil potongan Auriel tidak sama, tebal tipis, tetapi Ganta mengharagi usahanya.
"Terus aku ngapain lagi, Ma?"
"Pecahin telurnya di mangkuk, ya? Bisa enggak?"
"Bisa, Ma."
Auriel lantas mengambil mangkuk dan Ganta mengambilkan telur di kulkas. Dia letakkan di meja bar supaya Auriel mudah menggapainya. Alfa mendekati mereka.
"Wah, masak apa nih?" tanya Alfa menghirup aroma kuah sup yang sudah dicampur bumbu dan daging.
"Masak sup daging, Pa. Mau bikin telur dadar sama goreng ayam," jawab Auriel tampak selalu ceria. Alfa mengelus kepalanya sambil tersenyum lebar.
"Kamu kok udah bangun sih?" tanya Ganta menoleh Alfa yang kini berdiri di belakangnya.
"Enggak apa-apa, emang enggak boleh bangun pagi?"
"Boleh. Siapa yang ngelarang? Enggak ada, kan? Mandi junub sana!" titah Ganta mencubit perut Alfa.
"Satu kali lagi sebelum aku mandi, ya?" bisik Alfa sangat pelan di telinga Ganta.
"Alfa!" Ganta geregetan, menoleh ke belakang dengan tampang kesal.
Alfa terkekeh kecil. "Bencanda, Sayang," ucapnya sambil memeluk dari belakang. "Tapi, kalau kamu mau, aku enggak nolak kok."
Ganta berdecak. "Alfa, jangan gini. Dilihat Auriel."
Alfa menegakkan tubuhnya, dia melihat Auriel masih sibuk dengan telurnya di meja bar, memunggungi mereka. Alfa bergeser, berdiri di sebelah Ganta yang kini mulai menggoreng ayam.
"Sayang, nikah yuk!" Tak bosan-bosannya Alfa mengajak Ganta menikah. "Kita udah lakuin itu lagi loh. Masa sih mau gini terus? Aku pengin kita resmi, punya sertifikat halal sebagai suami istri."
"Putri gimana?"
"Kamu kok malah mikirin orang lain sih? Mikirin diri kamu sendiri dulu. Kamu gimana? Mau begini terus? Enggak nyaman tahu! Berasa kayak maling, umpet-umpetan kalau mau ...." Dengan cepat Ganta membekap mulut Alfa supaya tidak melanjutkan ucapannya.
"Dijaga kalau ngomong. Dia punya telinga normal." Ganta melirik Auriel sambil melepas tangannya dari mulut Alfa. "Aku tuh takut Putri kenapa-napa. Kejadian kemarin menjadi pelajaran. Pelan-pelan dong, Sayang. Pasti nanti kalau udah waktunya, kita bakalan nikah kok."
"Kapan?"
"Kalau urusan kamu sama Putri sudah selesai."
"Kalau kita enggak mengambil keputusan, semua enggak akan selesai!" Alfa jengkel, dia meninggikan suaranya.
"Kok kamu bentak aku sih?"
"Aku enggak bentak. Aku salah ngajak kamu nikah?"
"Kamu enggak salah. Tapi ..."
"Ah, sudahlah!" Alfa pergi dari dapur dengan perasaan jengkel.
"Alfa!" pekik Ganta mematikan kompor lalu mengejarnya. Auriel bengong, dia terlihat kebingungan. "Alfa!" seru Ganta membuntuti Alfa melewati ruang tengah. Galang ternyata sudah bangun dari tadi, dia tak sengaja mendengar percakapan Ganta dan Alfa. "Dengerin aku dulu," kata Ganta menahan lengan Alfa.
"Apalagi?" sergah Alfa membalikkan badan, menghadap Ganta dengan wajah marah.
"Kamu sendiri yang ngomong waktu itu, kita harus selesaikan masalah ini satu per satu."
"Ya udah, terserah kamu, Ta!"
"Kamu jangan marah gini dong! Kesannya aku yang egois."
"Aku enggak marah," kata Alfa bernada rendah, meski dalam dadanya dongkol. "Udah, aku mau mandi." Setelah berucap, Alfa masuk ke kamarnya.
Perasaan Ganta belum tenang, dia menyusul Alfa ke kamar. Galang bangkit dari sofa, dia ke dapur, melihat Auriel mematung sambil memegangi mangkuk berisi telur yang sudah dikocok.
"Genduk ngapain? Kok melamun?" tanya Galang mengambil mangkuk dari tangan Auriel.
"Mama sama Papa kenapa, Om Ganteng?" tanya Auriel kebingungan.
"Oh, mereka sedang ngobrol. Jangan pikirkan, ya? Mama sama Papa baik-baik saja kok," ujar Galang mengelus kepala Auriel. "Tadi Mama masak apa?" tanya Galang mengalihkan fokus Auriel.
"Bikin sup sama goreng ayam, Om."
"Oke. Om bantuin, ya?"
Setelah mendapat anggukan dari Auriel, Galang meyalakan kompornya, melanjutkan masakan Ganta dibantu Auriel.
Di kamarnya, Putri yang tadi samar-samar mendengar perdebatan Ganta dan Alfa merasa gelisah. Dia tidur sambil menangis, mendekap tubuhnya sendiri. Sedangkan di kamar Alfa, Ganta masih membujuk Alfa agar tidak marah padanya.
"Ya udah, kamu sekarang maunya gimana?" tanya Alfa menatap kedua mata Ganta yang sudah berkaca-kaca. "Aku sudah nuruti apa katamu, ya, Ta. Aku tuh cuma minta satu dari kamu, me-ni-kah! Apa susahnya sih, Ta? Aku enggak minta pesta mewah, aku juga enggak butuh konferensi pers mengumumkan kita sudah menikah, dan bikin semua menjadi ramai. Cukup dengan ijab, kita punya buku nikah, sudah. Simpel, kan? Kamu enggak mikirin akta lahir Auriel?"
"Itu sudah ada. Kamu tahu, kan, kalau Auriel anak yang terlahir berdasarkan hasil dari hubungan sexual non-marital, maka statusnya dinasabkan sebagai anak ibu dan tidak dinasabkan kepada bapak biologisnya."
"Apa aku terima di akta dia cuma tertulis nama kamu saja tanpa ada namaku? Aku ayah kandungnya. Di akta itu, aku mau diperjelas kalau Auriel Sukma Arum merupakan anak perempuan pertama dari suami istri Alfariel Pamungkas dan Aurora Prillyani Gantari."
"Begitu aja kamu permasalahin sih? Kamu itu cuma ayah biologisnya, soal wali, kamu enggak punya nasab. Di hukum agama dan negara sudah jelas, Al. Hubungan ayah biologis terputus, termasuk secara hukum kewarisannya. "
"Iya dong, itu masalah buat aku, Ta. Mungkin bagimu hal sepele. Tapi imbasnya nanti kalau Auriel sudah dewasa dan akan menikah. Aku ayah kandungnya dan aku yang akan mengijabkan dia, di situ nanti akan disebutkan 'Auriel Sukma Arum yang merupakan anak kandungku' itu penghulu butuh bukti. Pasti! Sebelum melengkapi data-data, pihak perempuan akan diusut siapa yang akan jadi walinya."
Ganta tersenyum tipis. Dia mengelus lengan Al. Apakah Al pura-pura tak tahu atau memang benar tak tahu? Ganta mulai menjelaskannya, "Al, kamu perlu tahu ini. Anak yang terlahir dari sexual non-marital, nasabnya sebagai anak ibu, bukan nasab ayah."
Al mengerutkan dahi. Dia benar-benar baru tahu hal itu. "Nasab? Maksudnya apa? Tolong jelasin lebih gamblang. Biar aku paham."
"Nasab itu keturunan atau pertalian keluarga. Memang Auriel anak biologis kamu. Tapi, dia lahir di luar pernikahan kita. Jadi, Auriel secara hukum negara maupun agama sudah putus nasabnya sama kamu. Terus soal menikahkan dia nanti, yang berhak wali hakim."
Meski ada raut kekecewaan dalam diri Alfa, tetapi Ganta dapat menenangkannya. Perlahan Alfa mendarat di tepi ranjang. Ganta ikut duduk di sebelahnya, mengusap lengan Alfa.
"Maaf, ya, kalau aku terlalu kasar sama kamu," ucap Alfa mengelus bahu Ganta.
Ganta menarik napas dalam, dia menatap Alfa sendu. "Maafin aku juga, ya? Aku pikir kamu sudah paham soal itu. Aku juga selalu menganggap dia masih kecil."
Alfa menghapus air mata Ganta. Alfa menggenggam kedua tangan Ganta dan berucap, "Aku tahu itu. Orang tua mana pun, selalu menganggap anaknya bayi. Tapi, kenyataannya suatu hari dia akan menjadi dewasa dan kita tua. Kita harus bisa menerima kenyataan itu. Sepuluh tahun lagi, Auriel akan menjadi remaja. Sepuluh tahun kemudian, dia akan dewasa dan menemukan jodohnya. Begitu seterusnya, kita akan melihat anak-anak kita melewati masa ke masa bersama."
"Tapi aku belum siap jauh darinya," ujar Ganta tak sanggup membayangkan masa itu datang, dia dan Auriel akan memiliki kesibukan masing-masing dan saling berjauhan secara fisik.
Alfa menarik Ganta ke pelukannya. "Kita akan hadapi bersama. Sebelum itu, kita harus menikah. Kamu mau kan, menikah denganku?"
"Tapi, Putri ..."
Alfa langsung melepas pelukannya dan menarik napas panjang, dia juga ingin menggeser tubuhnya, menjauhi Ganta. Namun, dengan cepat Ganta memeluknya erat.
"Iya, iya, iya. Aku mau. Tapi, kita jelasin pelan-pelan sama Putri, ya? Aku enggak mau dia sakit hati sama kita. Aku juga enggak mau dikira pelakor sama dia. Kamu juga harus mikirin posisi aku dong. Repot tahu di posisiku!" ujar Ganta cemberut.
"Iya, entar kita bicara sama Putri. Puas?" kata Alfa dengan wajah sewot.
"Jangan marah lagi."
"Enggak."
"Senyum dong kalau enggak marah."
Alfa memamerkan senyumnya yang terpaksa. "Udah, ah, aku mau mandi dulu. Dari semalam belum mandi. Tapi, sebelum mandi, satu lagi, ya?" Alfa mengedip-ngedipkan matanya, merayu Ganta.
"Aaaah, halalin dulu. Baru minta-minta terus."
"Cailah! Kenapa jadi kamu yang ngebet minta dihalalin? Tadinya aja nunda-nunda." Sengaja Alfa menggodanya.
"Tuh, kan, ngeledek!" Ganta menunjuk Alfa dengan tatapan tajam.
Sambil cengengesan Alfa memeluk Ganta. "Bercanda, Sayang. Tapi beneran loh, kalau pagi pasti pengin."
"Alfaaaa, ih, kenapa kamu jadi mesum gini sih? Dulu enggak begini."
"Beda dong, Sayang. Dulu aku kan, enggak bisa melihat lekuk tubuh kamu, cuma bisa meraba. Sumpah, baru semalam aku lihat semuanya, dari ujung kaki sampai ujung kepala. Aku suka."
Ganta tersenyum malu-malu, pipinya terasa memanas, dia mengalihkan wajahnya ke arah lain agar Alfa tak melihat dirinya yang sedang tersipu.
"Mau, ya?" bujuk Alfa sambil memegang dagu Ganta supaya wajahnya menghadap dia. "Please! Biar aku enggak pusing di kantor. Ya?"
"Aku lagi masak."
"Bentar aja kok. Setengah jam."
"Ah, enggak mungkin kamu setengah jam."
"Empat puluh lima menit."
"Aku belum ngurusi Auriel. Seragamnya di rumah, belum nanti antar dia sekolah."
"Makin lama kalau kamu ngoceh mulu. Janji, bentar doang. Habis itu aku mandi, kamu selesain masakannya, terus kamu mandi sama Auriel. Aku suruh Rafael ambil seragam Auriel di rumah, entar berangkat sekolah dari sini. Aku yang antar, kamu tetep mau di sini enggak apa-apa, mau pulang juga enggak apa-apa. Tapi, kalau bisa sih, aku minta kamu tetep di sini sama Auriel."
Sejenak Ganta diam sambil menatap Alfa, dia sibuk berpikir. Tak sabar menunggu Ganta yang lama berpikir, Alfa langsung bertindak. Dia mulai menciumi Ganta dan mereka memadu kasih di pagi hari.
***
Siangnya, Alfa, Ganta, Doni, dan Sugeng menyempatkan diri mengantar Galang dan Putri ke bandara. Rafael ditugaskan Alfa untuk menggantikannya menghadiri rapat. Hal yang tak terduga, kali ini Galang juga mengajak Carla. Mereka memiliki rencana untuk berkolaborasi membuka cabang resto dan kafe di Jakarta.
"Jagain mereka baik-baik, ya, Lang?" pesan Ganta kepada Galang.
"Iya. Kayak enggak tahu aku aja, Ta. Salam buat Auriel, ya?"
"Iya, nanti aku sampaikan. Pulang dari sini aku jemput dia."
"Oh, iya, kamu jangan mikirin Putri terus. Kalau memang sudah ada rencana menikah sama Kak Alfa, disegerakan. Jangan ditunda-tunda lagi, Ta. Kasihan Auriel."
Ganta melihat ke arah Putri yang sedang duduk bersebelahan dengan Carla juga Doni. Alfa dan Sugeng duduk sedikit jauh dari mereka. Ganta dan Galang duduk di seberang. Kini mereka berada di ruang tunggu privat.
"Aku takut Putri sakit mental, Lang, dan dia semakin nekat menyakiti dirinya lebih dari yang kemarin."
"Ta, percaya sama aku. Putri akan baik-baik saja. Sementara aku sama Carla yang akan mengurusnya. Jangan sia-siakan kesempatan, Ta. Dulu kamu sudah membuang kesempatan, kali ini jangan lagi, ya?"
Alfa memperhatikan Galang yang sepertinya sedang mengobrol serius dengan Ganta. Dia merasa penasaran. Alfa beranjak dari tempat duduknya, lalu menghampiri mereka.
"Sayang, udah mau jam sebelas loh. Auriel keluar jam berapa?" tanya Alfa begitu sampai di depan Ganta.
"Jam setengah dua belas kok. Aku telepon wali kelasnya dulu, biar Auriel dijaga sampai kita jemput, ya?"
Setelah Alfa mengangguk, Ganta berdiri, sedikit menjauh sambil menelepon wali kelas Auriel. Alfa duduk di tempat yang tadi Ganta tempati.
"Kak Alfa enggak ke Jakarta?" tanya Galang.
"Secepatnya aku akan ke Jakarta. Mau cari direktur penggantiku dulu, kalau sudah nemuin yang cocok, nanti aku ke Jakarta."
"Auriel sama Ganta bagaimana?"
"Mereka ikut. Makanya nanti sekalian mau konsultasi sama wali kelas Auriel, enaknya kalau mau pindah sekolah nunggu kenaikan dulu atau sewaktu-waktu bisa pindah. Semua perlu disiapkan, kan? Apalagi menyangkut pendidikan anak."
"Tapi, kalian akan menikah dulu, kan?"
"Iya. Kami sedang membahas masalah itu. Sampai sekarang Ganta masih berat di Putri. Dia takut Putri melakukan tindakan bodoh lagi."
"Tadi aku sudah bicara sama Ganta. Kalian jangan pikirkan Putri. Fokus sama urusan kalian dulu aja. Auriel butuh mama sama papanya bersatu."
Alfa menggut-manggut, dia tersenyum. "Makasih, ya, kamu sudah jagain mereka selama ini."
"Dunia ini memang sempit, ya? Ternyata bertahun-tahun aku jagain keponakanku sendiri."
Alfa dan Galang terkekeh bersama. Karena tempatnya diduduki Alfa, Ganta duduk di sebelah Putri, menggantikan Doni yang pindah, duduk bersebelahan dengan Sugeng.
"La, kalau ada kabar apa pun jangan lupa kabari aku, ya?" ujar Ganta kepada Carla.
"Iya, Ta. Pasti. Kamu jaga kesehatan, jangan banyak mikir, tambah kurus badan kamu nanti."
"Iya." Ganta mengangguk. Dia beralih menatap Putri yang sedari tadi diam dan menunduk. "Put," seru Ganta lirih.
"Iya," sahut Putri mendongak, memberanikan diri menatap Ganta.
"Aku minta maaf, ya? Dengan semua yang sudah aku lakukan sama kamu. Soal Alfa ..."
"Udah, Ta, jangan dibahas. Aku sudah enggak memikirkan apa pun tentang Kak Alfa, selain dia menjadi kakak yang baik untukku selama ini. Aku minta maaf sudah bikin orang tuamu ...." Bibir Putri bergetar, suaranya parau.
Ganta mengelus punggungnya. "Udah, udah, udah, jangan pikirkan itu lagi, ya?"
"A-a-a-ku eng-eng-enggak ta-ta-tahu, ka-ka-kalau orang yang a-a-aku tabrak me-me-ninggal," ujar Putri sampai terisak-isak.
"Ssssst, udah, Put, jangan nangis lagi. Entar kamu sesak napas loh," ujar Ganta memeluk Putri.
Carla mengelus punggung Putri yang menangis tersedu-sedu.
"Ma-ma-maaf," ucap Putri di tengah isakannya.
"Udah, ya, Put? Kamu fokus penyembuhan mama kamu dulu aja. Jangan banyak pikiran. Apa pun yang terjadi, percayalah, kamu enggak pernah sendiri. Masih banyak orang yang sayang sama kamu." Ganta melepas pelukannya dan menghapus air mata Putri. "Udah, jangan nangis lagi."
Masih dalam sesenggukan, Putri menghapus air matanya. Carla memberikan air putih kepada Putri. Setelah minum, Putri sedikit tenang. Dari tempatnya duduk, Galang tak berkedip memperhatikan Carla. Perhatian dia kepada Putri menunjukan bahwa dia wanita yang memiliki rasa simpati tinggi. Alfa menatap ke arah pandangan Galang.
"Cantik, ya?" tanya Alfa tiba-tiba sedikit berbisik kepada Galang.
"Iya," jawab Galang tanpa sadar, masih tetap memandangi Carla.
"Suka?"
"Iya." Seketika Galang sadar dan langsung menoleh Alfa yang sudah mesam-mesem kepadanya. "Mak-mak-maksud aku ..."
"Iya, aku tahu. Sesama lelaki, aku bisa membedakan cinta dan sekadar sayang sebagai teman atau kakak. Kalau cinta, diungkapkan, sebelum menyesal." Alfa menepuk bahu Galang tiga kali, lalu berdiri.
Dia lantas berdiri dan mendekati Ganta. "Sayang, kita pergi dulu yuk! Kasihan Auriel nungguin loh."
"Tapi, pesawat mereka jam dua belas lebih sepuluh loh."
"Udah, Ta, enggak apa-apa. Tinggal aja. Kasihan Auriel nunggu lama," sahut Carla.
"Beneran nih?" tanya Ganta ragu.
Galang mendekati mereka dan langsung menyahut, "Enggak apa-apa, Ta. Tinggal aja, bentar lagi kami naik kok. Sana, jemput dulu Auriel!"
"Oke. Kalau udah sampai Jakarta kabari, ya?" pesan Ganta beranjak dari duduknya sambil menjinjing tas.
"Iya-iya. Pasti dikabari," sahut Carla.
Ganta cipika-cipiki dengan Carla, dia beralih kepada Putri yang menunduk, enggan menatap Alfa.
"Put, kamu hati-hati, ya? Jangan kesehatan, kalau kamu mau cerita, boleh telepon aku," pesan Ganta memegang tangan Putri.
"Kalau aku kangen sama Auriel, boleh telepon kamu juga, kan?"
"Tentu boleh. Asal jangan malam, ya? Soalnya kalau malam jatah papanya yang video call sampai anaknya tidur," ujar Ganta melirik Alfa. Yang dilirik hanya tersenyum.
"Makanya, cepet nikah, biar kalian bisa tinggal serumah," kata Putri mengejutkan Alfa dan Ganta. Mereka malah saling pandang dan bengong. "Aku enggak apa-apa kok. Menikahlah kalian! Jangan pikirkan aku. Risiko orang jatuh cinta itu patah hati, kan? Berani jatuh cinta, harus siap patah hati. Ibarat bisnis, berani membuka usaha, harus siap rugi."
Alfa tersenyum kepada Putri. "Makasih, ya, kamu sudah bisa mengerti. Maaf kalau selama ini aku tidak bisa mencintai kamu. Walaupun begitu, aku tetap sayang kamu. Sampai kapan pun kamu akan aku sayangi sebagai adikku."
Putri mengangguk. Meski hatinya nyeri dan sakit, tetapi dia akan belajar untuk merelakan.
"Maafin aku juga, ya, Kak Alfa, sudah memaksakan egoku. Aku akan baik-baik saja, kalian tenang saja. Ada Kak Carla juga Kak Galang." Putri menatap Carla dan Galang bergantian.
"Mmmm ... boleh diulangi lagi yang terakhir tadi. Kamu nyebut apa tadi?" ujar Galang sengaja mendekatkan telinganya di depan Putri.
Sambil senyam-senyum, Putri berkata, "Kakak Galang."
"Alhamdulillah ya Allah, aku punya adik cewek," pekik Galang girang sambil meraup kedua tangan di wajah.
Doni dan Sugeng yang sedari tadi memperhatikan mereka tersenyum bahagia.
"Eh, bentar, jangan seneng dulu," sela Carla. "Emang selisih umur kalian berapa?"
"Sebulan sih, tua aku," sahut Galang, lalu terkikih.
"Ayo, Sayang!" ajak Alfa merengkuh pinggang Ganta. "Pa, aku sama Ganta duluan, ya?" pamit Alfa kepada Doni.
"Iya. Langsung ajak ke apartemen saja. Papa mau ngajakin dia beli sesuatu."
"Iya, Pa."
Akhirnya Alfa dan Ganta pun pergi. Tak berapa lama pesawat boarding, Galang, Putri, dan Carla berpamitan dengan Doni dan Sugeng.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top