Alfa Berjuang
"Loh, kok kamu enggak siap-siap, Ta?" tanya Carla melihat Ganta belum melakukan apa pun setelah salat Subuh.
"Lagi males, La," jawab Ganta lemas. Dia duduk di kursi dekat jendela.
"Kamu sakit?" Carla mendekati Ganta dan memegang keningnya. Normal! Ganta tidak demam. "Ada masalah?" tanya Carla duduk di tepi ranjang.
Ganta menarik napas panjang, dia menatap Carla sendu.
"Gimana urusan kamu sama Roy? Langkah apa yang mau kamu ambil?" Ganta seolah menghindari pertanyaan Carla tadi.
Mengingat Roy, hati Carla sangat sakit. Namun, jika dia meninggalkan Roy, bagaimana dengan Guntur? Carla tak tega meninggalkan mertua yang sudah sangat baik padanya. Susah payah dia membangun kepercayaan keluarga Roy, apakah semudah itu dia akan menghancurkannya?
"Bingung, Ta," jawab Carla menunduk sedih.
Ganta mendekat sambil menyeret kursinya. Dia duduk di depan Carla dan meraih kedua tangannya.
"Hatimu gimana?" tanya Ganta sangat lembut.
"Jujur, aku enggak bisa memaafkan kelakuan Roy. Dia udah berkali-kali selingkuh. Aku enggak bisa lagi ngasih dia kesempatan. Tapi, aku berat ninggalin Papa, Ta. Aku kasihan sama dia, siapa nanti yang akan merawat Papa? Dia enggak punya siapa-siapa, Ta. Punya dua anak kelakuan begitu semua."
"Dari Pak Guntur aku belajar, ternyata banyak uang tidak menjamin kebahagiaan, ya? Dia enggak pernah kekurangan materi, tapi kekurangan kasih sayang."
"Iya, Ta. Sejak Mama enggak ada, Papa sering sendiri. Kasihan!"
"Berarti kamu mau balik sama Roy?"
Carla menggeleng lemah. "Belum tahu."
"Semoga masalah kamu cepat mendapat solusi terbaik, ya?"
"Aamiin," sahut Carla tersenyum lebar. "Oh, iya, kenapa kamu belum siap-siap kerja?"
"Ck!" Ganta berdecak sembari berdiri. "Aku cape, La. Setiap hari lembur. Kapan aku punya waktu buat Auriel? Aku juga pengin antar dia sekolah, jemput dia, nemenin Auriel seharian."
Carla memahami itu. Selama ini Ganta terlalu sibuk bekerja. Pastilah dia ingin meluangkan banyak waktu untuk Auriel.
"Ya sudah, izin aja sama bosmu. Minta waktu buat istirahat."
"Ya, entar aku bilang sama dia."
"Ya dah, ayo keluar! Auriel udah selesai mandi, dia lagi siap-siap sarapan." Carla menggandeng tangan Ganta. Mereka keluar dari kamar.
Selama menginap di rumah Ganta, Carla membantu mengurus keperluan Auriel. Bahkan Carla juga dengan senang hati membantu Yuli membuat kue yang akan dijual.
Di sisi lain, Alfa gelisah karena Ganta tak menjawab teleponnya. Bahkan pesan dia tak dibalas. Alfa takut Ganta benar-benar akan keluar dari pekerjaannya. Saat Alfa ingin masuk ke kamar mandi, pintu kamarnya terketuk.
"Masuk!" sahut Alfa lantang.
Rafael sudah rapi, siap akan pergi ke kantor, ia masuk membawa setelan jas biru tua utuk Alfa. Sebagai asisten pribadi, Rafael juga yang menyiapkan keperluan pribadi Alfa. Dia meletakkan jas Alfa di tempat tidur.
"Rafael, tolong kamu nanti berangkat lebih awal, datangi rumah Ganta. Pastikan dia baik-baik saja dan jangan sampai dia keluar dari pekerjaannya," kata Alfa dengan wajah serius.
"Siap, Mas Alfa!"
Saat Rafael hampir keluar, Alfa bertanya, "Putri sudah bangun, El?"
"Belum, Mas. Apa perlu saya bangunkan?"
"Enggak usah."
"Kalau begitu saya berangkat sekarang saja, Mas."
Setelah Alfa mengangguk, Rafael pun pergi. Alfa segera membersihkan diri.
Di rumah Ganta, Yuli yang dibantu Pras tampak sibuk membuat kue pesanan Arista. Sedangkan Ganta dan Carla sedang mengantar Auriel sekolah. Pintu rumah terketuk bersamaan dengan suara pria mengucap salam.
"Wa 'alaikumus salam," sahut Yuli suaranya melengking hingga terdengar sampai luar.
Segera Yuli mencuci tangannya lalu membukakan pintu. Rafael berdiri di depan pintu dengan senyum ramah.
"Selamat pagi, Bu," sapa Rafael ramah sambil mengangguk.
"Pagi, Mas. Maaf, mau cari siapa?" tanya Yuli bingung karena baru pertama bertemu Rafael. Apalagi dandanan Rafael jelas orang kantoran.
"Mbak Ganta ada?"
"Oh, Ganta lagi antar sekolah. Silakan masuk, ditunggu di dalam dulu."
"Terima kasih, Bu."
Rafael masuk dan duduk di ruang tamu. Yuli ke belakang membuatkannya teh.
Carla dan Ganta berjalan santai sepulang mereka mengantar Auriel. Sambil mengobrol dan bertukar pikiran. Sekolah Auriel dengan rumah lumayan dekat, sekitar sepuluh menit jika jalan kaki. Hanya saja perlu menyeberang jalan raya, sebab itu mereka harus mengantarnya untuk membantu menyeberang. Saat hampir sampai rumah, Ganta menautkan kedua alisnya melihat Avanza hitam terparkir di depan rumah.
"Tamu siapa tuh, Ta? Tumben Ibu punya tamu pagi begini," gumam Carla penasaran.
"Enggak tahu, La," sahut Ganta mengedikkan bahu. "Ayo cepet!" ajak Ganta mempercepat langkahnya pun dengan Carla.
Setelah meletakkan teh di meja, Yuli meninggalkan Rafael sendiri karena dia repot membuat pesanan kue yang akan diambil Arista siang ini.
"Asalamualaikum," ucap Ganta dan Carla bersamaan ketika mereka masuk ke rumah.
Ganta langsung berhenti di ruang tamu saat melihat Rafael duduk di sana sendiri. Carla jadi ikut berhenti.
"Pak Rafael? Kenapa Bapak pagi-pagi ke sini?" tanya Ganta semakin bingung.
Sambil tersenyum manis, Rafael berdiri menyalami Ganta dan Carla.
"Saya diperintah Mas Alfa untuk melihat kondisi Mbak Ganta. Takut Mbak Ganta kenapa-napa. Kata Mas Alfa, Mbak Ganta tidak menjawab telepon dan membalas pesannya. Mas Alfa khawatir, Mbak," papar Rafael disambut senyum penuh arti oleh Carla.
Dugaannya semakin kuat, pasti Ganta dan bosnya punya hubungan lebih dari atasan dan bawahan. Mana ada atasan mengutus orang sekadar ingin tahu keadaan bawahannya kalau mereka tidak memiliki sesuatu? Bukankah itu hal yang berlebihan jika mereka bekerja profesional?
"Pak Rafael, tolong sampaikan kepada Pak Alfa, saya baik-baik saja. Soal saya tidak mengangkat telepon atau membalas chat, maaf, kemarin HP saya jatuh. HP masih hidup, tapi layarnya jadi hitam semua," kata Ganta mengatakan sejujurnya.
Kemarin karena buru-buru ingin menghindari Alfa, ponsel Ganta jatuh di lift.
"Oh, begitu? Nanti saya sampaikan ke Mas Alfa. Terus kenapa Mbak Ganta belum ke kantor sudah jam segini?"
Ganta menarik napas dalam, dia melirik Carla yang sedari tadi berdiri di sebelahnya. Sepertinya Carla sengaja ingin mengetahui urusannya kali ini.
"Pak Rafael, boleh enggak sehari ini saya istirahat dulu di rumah. Sejak jadi asisten Pak Alfa, saya kurang istirahat. Badan saya tidak enak."
"Kalau begitu, saya telepon Pak Alfa dulu, ya, Mbak? Saya tidak bisa memutuskan sendiri."
"Ya, silakan."
Rafael merogoh ponselnya di saku celana. Dia langsung menelepon Alfa di depan Ganta. Beberapa saat kemudian panggilan terjawab.
"Selamat pagi, Mas Alfa."
"Pagi, El. Bagaimana? Kamu sudah ketemu Ganta?"
"Sudah, Mas. Ini Mbak Ganta di depan saya."
"Berikan HP-nya ke dia. Saya mau bicara."
"Baik, Mas Alfa." Rafael mengulurkan ponselnya kepada Ganta. "Mas Alfa mau bicara, Mbak."
Dengan wajah kesal bercampur malas, Ganta menerimanya. Dia langsung tempelkan ponsel Rafael ke telinga. Carla masih setia di samping Ganta.
"Halo," ucap Ganta datar.
"Kamu kenapa enggak angkat telepon saya? Sengaja mau menghindari saya?" omel Alfa sambil menyetir menuju ke kantor.
"Maaf, Pak Alfa, HP saya rusak. Kemarin jatuh. Bisa hidup tapi layarnya gelap. Jadi, saya enggak tahu Bapak telepon."
"Oh," sahut Alfa sedikit lega karena kecurigaan mengenai Ganta yang marah padanya terpatahkan.
"Pak Alfa," ujar Ganta kali ini suaranya dibuat sehalus mungkin.
"Apa?" Dari ujung telepon terdengar sahutan Alfa yang tak kalah halusnya dengan Ganta.
"Mmm ... saya hari ini boleh enggak izin tidak masuk kerja? Soalnya saya cape, Pak. Sejak bekerja sama Bapak, istirahat saya kurang. Ini badan saya tidak enak, terus tenggorokan saya sakit kayak mau batuk dan flu."
"Ya dah, untuk hari ini aja, ya? Minta Rafael antar kamu ke dokter."
"Enggak perlu, Pak. Saya cuma mau istirahat aja kok. Minum obat warung sudah cukup."
"Jangan sembarang minum obat!"
"Iya, Pak Alfa."
"Ya sudah, istirahat saja dulu. Berikan HP-nya kepada Rafael. Saya mau bicara."
"Baik, Pak. Terima kasih sebelumnya."
"Ya."
Setelah itu Ganta mengembalikan ponselnya kepada Rafael. Entah apa yang dikatakan Alfa kepada Rafael. Wajah Rafael tampak sangat memperhatikan ucapan Alfa.
"Mbak Ganta, kalau begitu saya pamit, ya? Sudah mau jam delapan, saya harus ke kantor," ucap Rafael setelah mengakhiri teleponnya dengan Alfa.
"Iya, Pak Rafael. Terima kasih," ucap Ganta.
"Saya permisi dulu. Asalamualaikum."
"Wa 'alaikumus salam," jawab Ganta dan Carla bersamaan.
Rafael pun keluar diantar Ganta dan Carla sampai teras. Selepas mobil Rafael tak terlihat, Carla melirik Ganta dan tak tahan ingin menggodanya.
"Yakin cuma atasan sama bawahan?" bisik Carla lalu ditimpali kikihannya.
"Ih, apaan sih!" Ganta menampar pelan lengan Carla. "Iyalah! Beneran!" sungut Ganta dengan wajah kesal.
Hal itu malah membuat Carla tertawa lepas dan semakin gencar menggodanya, "Ciyeeeee, ada yang tanda-tanda nih!" Carla mencolek pipi Ganta.
Saking sebaliknya, Ganta mengentakkan kaki di lantai lantas masuk ke rumah. Carla tertawa puas berhasil menggoda Ganta lalu menyusul masuk rumah.
***
Matahari siang ini terik, suasana di dalam rumah sangat gerah. Yuli dan Pras sibuk menata kue-kue pesanan Arista yang akan diambil sebentar lagi. Sedangkan Carla bersiap-siap di kamar.
"Kamu mau ke mana, La?" tanya Ganta yang baru saja selesai mandi.
"Nemenin Galang belanja bahan-bahan di kafe. Sekalian mau jemput Auriel."
"Kok tumben enggak ngajak aku sih!"
"Loh, bukannya tadi kamu bilang enggak enak badan, mau istirahat aja?"
"Iya, itu kan tadi. Kalau mau jalan-jalan, aku ikutlah!"
"Enggak usah, kamu istirahat aja di rumah. Katanya tenggorokan sakit," sindir Carla melirik Ganta sambil senyam-senyum.
"Ayolah, La, aku suntuk nih di rumah terus!" bujuk Ganta dengan tatapan mengiba.
"Ya udah, buruan ganti baju. Galang udah jalan ke sini soalnya."
Buru-buru Ganta mengganti baju dan sedikit mengolesi wajahnya dengan make up natural. Sekitar lima menit menunggu, Galang pun sampai. Sebelum ke mal, mereka menjemput Auriel terlebih dulu. Galang menggandeng Auriel berjalan di depan Ganta dan Carla mengikuti mereka.
"Eh, kita belanja dulu baru makan, ya?" kata Galang menoleh ke belakang.
Tak sengaja ia menyenggol orang. Paper bag orang itu jatuh. Galang yang merasa bersalah langsung mengambilkannya. Saat tubuhnya tegap, matanya membulat.
Putri, batin Galang mengulurkan paper bag cokelat kepada Putri, saudara tirinya.
"Mas, lain kali kalau jalan lihat ke depan," tegur Putri berwajah judes.
Rasa benci yang selama ini tertanam di hati Ganta semakin memuncak. Dia menarik napas dalam agar amarahnya kepada Putri tak meledak. Setiap melihat Putri, rasanya, Ganta ingin sekali membalas dendam atas kematian kedua orang tuanya. Bagi Ganta, hukum tak adil, Putri sama sekali tak ditahan bahkan kasus kecelakaan itu seperti sengaja dilenyapkan. Uang berkuasa, hukum dapat dibeli, begitulah keluarga Rehan.
"Babè!" seru Alfa keluar dari toko pakaian bersama Rafael.
Semua menoleh padanya, termasuk Ganta. Telinga Ganta risih saat mendengar Alfa memanggil Putri dengan sebutan sayang seperti itu. Hatinya pun terasa panas.
Tubuh Alfa langsung kaku saat menyadari ada Ganta di sana. Dia terus menatap Ganta seolah ingin meluruskan sesuatu. Apakah itu penting bagi Ganta? Bukankah mereka tak memiliki hubungan spesial? Tapi, kenapa Alfa takut Ganta salah paham padanya?
"Halo, Om Alfa," sapa Auriel mencairkan suasana tegang yang terjadi di antara mereka.
Alfa lalu mengalihkan pandangannya pada gadis kecil yang digandeng Galang, ia masih mengenakan seragam merah putih.
"Hai, Cantik. Apa kabar?" tanya Alfa tersenyum ramah dan mengelus kepala Auriel.
Rasa rindunya kepada Auriel yang ditahan beberapa hari, akhirnya terobati.
"Aku baik. Om Alfa apa kabar?"
"Baik juga. Auriel mau cari apa di sini?"
"Mau nemenin Om Ganteng belanja," jawab Auriel polos sambil mendongak menatap Galang yang masih setia memperhatikan Putri.
Tampaknya Putri tak suka melihat Alfa sok akrab dengan Auriel. Dia memutar bola matanya malas sambil bersedekap.
"Kak Alfa, ayo, kita pulang! Ngapain lama-lama di sini? Aku sudah enggak ada urusan di sini," ajak Putri sombong.
"Sebentar," kata Alfa.
Dia ingin menyentuh Auriel lagi, tetapi dengan cepat Ganta menariknya. Alfa langsung menatap Ganta bingung.
"Lang, La, aku pulang duluan aja sama Auriel, ya? Kalian lanjut belanja. Aku enggak enak badan," ucap Ganta lantas menarik tangan Auriel mengajaknya pergi, tanpa menunggu jawaban Galang dan Carla.
"Ganta!" pekik Alfa langsung mengejar.
"Kak Alfa!" Putri memekik, tetapi tak dihiraukan Alfa. Dia tetap mengejar Ganta dan Auriel yang melangkah cepat. "Ih, sebel! Kenapa sih jadi gini! Dia selalu merusak suasana hatiku!" omel Putri. "Rafael, ayo kita pulang!" ajak Putri dengan wajah kesal dan hati jengkel.
Galang masih terus memperhatikan Putri yang kian menjauh. Perasaannya kalut. Entah apa yang harus dia lakukan. Sampai Carla menyentuh lengannya, Galang baru mengalihkan pandangan kepada Carla.
"Kamu kenapa sih, Lang? Kenal sama cewek tadi?" tanya Carla, dibalas celengan Galang.
"Cewek aneh! Bukannya terima kasih udah diambilin paper bag-nya, malah ngomel," balas Galang mengelus keningnya yang tiba-tiba pening.
"Udah, biarin aja! Biasa kalau orang belum ngerasain hidup susah. Ya begitu! Ayo, kita belanja aja!" ajak Carla mendorong tubuh Galang supaya melanjutkan berjalan.
"Eh, Ganta sama Auriel gimana?" tanya Galang sambil mereka melangkah.
"Udah ada Pak Alfa. Biarin dulu mereka selesaikan urusannya. Kita sekarang mending cari kebutuhan kafe kamu."
Galang mengangguk, sementara melupakan Putri yang mengganggu pikirannya.
Sedangkan Alfa mengejar Ganta dan Auriel sampai parkiran. Alfa menahan pergelangan tangan Ganta.
"Lepasin!" Ganta mengayunkan tangannya kuat agar Alfa melepas genggamannya. Namun, tidak bisa. Genggaman Alfa lebih kuat.
"Kamu kenapa sih menghindari saya?" tanya Alfa sambil mengatur napasnya.
"Pak, saya mau pulang!"
"Kamu tadi pagi izin tidak berangkat kerja alasan enggak enak badan. Tapi kenapa malah keluyuran ke mal?"
"Pak Alfa, saya itu ..."
"Mama, kepalaku pusing. Panas," sela Auriel mengernyitkan dari karena terpapar sinar matahari yang terik. Ucapan Auriel tadi mengejutkan Alfa, pun dengan Ganta.
"Mama?" gumam Alfa menatap Ganta menuntut penjelasan.
Ganta gelagapan, dia bingung mencari alasan. Ganta lalu mengalihkan pandangan ke Auriel.
"Iya, Sayang. Kita cari taksi dulu, ya?" ujar Ganta mengelus pipi Auriel.
Matahari yang terik menyengat kulit Auriel yang memakai lengan pendek. Alfa melepas jasnya lalu merentangkan di atas kepala Auriel.
"Kalau begini bagaimana? Sudah enggak panas, kan?" tanya Alfa sangat lembut diiringi senyumnya yang manis, menghangatkan perasaan Auriel maupun Ganta.
"Iya, Om. Aku udah enggak kepanasan lagi," kata Auriel senang.
"Kayaknya enak deh panas begini minum es krim. Auriel mau es krim?" tawar Alfa sengaja mengulur waktu supaya dia bisa lebih lama bersama Auriel dan Ganta. Dia belum mendapat jawaban atas pertanyaannya tadi.
"Sayang, Oma sudah nunggu di rumah. Kita pulang aja, ya?" bujuk Ganta gelisah, takut jika Alfa mengungkit Auriel yang menyapanya dengan sebutan mama.
"Tapi aku mau es krim, Ma."
"Nanti kita beli di warung."
"Apa-apaan sih kamu, Ta! Jangan sembarangan ngasih makanan ke anak kecil." Alfa langsung menyela dan menatap Ganta tak setuju.
"Kita beda kelas, Pak. Kami sudah biasa makan jajanan warung," sahut Ganta memberanikan diri melawan tatapan Alfa, meski jantungnya berdegub kencang.
"Mulai sekarang kamu enggak boleh ngasih Auriel makanan asal."
"Loh, Bapak siapa melarang saya?"
"Saya ...." Alfa terdiam.
Benar juga kata Ganta. Punya hubungan apa dia sama Auriel? Kenapa dia posesif seperti itu? Namun, Alfa melakukannya tulus, menuruti kata nuraninya. Hatinya ingin sekali memperlakukan Auriel dengan baik.
"Mama, aku haus," ucap Auriel menelan ludahnya, mendongak kepada Ganta dengan tatapan memelas.
"Tuh, dia aja kehausan begitu. Kalau kamu mau pulang, pulang saja sendiri sana!" tutur Alfa. "Ayo, Auriel, ikut Om. Kita cari es krim." Alfa menggandeng tangan Auriel dan meninggalkan Ganta.
"Auriel!" pekik Ganta, tetapi gadis itu hanya menoleh sekilas lalu melanjutkan berjalan dengan Alfa.
Ganta mendengkus kesal! Dia entakan kaki di tanah lalu mengejar Alfa dan Auriel. Terpaksa Ganta mengikuti mereka. Demi Auriel, kali ini dia mengalah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top