1.5 | Lima Evolusi
Massachusetts - The USA, 11 Januari 16 AOE
PAPAN TULIS HIJAU mengisi aula dengan undakan tempat duduk yang bisa diisi 200 mahasiswa. Tidak ada siapa pun di sana kecuali Messal, dan di podium kuliah yang berada di tengah, berdiri dua pria tua. Mereka merengut. Kekesalan dan kesedihan beradu menjadi satu. Apalagi di pagi hari yang dingin, tepat butiran es masih menghunjam dari langit.
"Welcome to MIT! (Selamat datang di MIT!)" Pria tua botak membuka kelas. Dia mengangkat kedua alis, seakan bingung pada hadirin yang datang ke kelas awal semester ini. Hanya satu.
Messal mengacungkan tangan. "May I know what's your name, Professor? (Boleh saya tahu nama Anda, Profesor?)"
"Call me Prof. Goldson, and the blonde old man beside me, he's Prof. Zarkovafic (Panggil saya Prof. Goldson, dan pak tua pirang di sampingku, panggil dia Prof. Zarkovafic)."
Messal terkesiap. "Tunggu. Kalian kakek pemenang kedua Parade Mata Satu?"
"Begitulah," jawab Prof. Goldson. "Sepertinya ini alasan kenapa tidak ada seorang pun yang daftar di kelas semester ini. Washington DC telah hancur sebab mereka nekat melawan Sang Mata Satu, bernasib sama seperti UK. Beruntung MIT masih berdiri. Tapi, tidak ada mahasiswa yang cukup tidak waras untuk tetap berkuliah, begitu pula dengan dosen.
"Jadi, perkenalkan dirimu, mahasiswa baru yang cukup gila untuk tetap berkuliah saat kiamat semakin dekat?"
Messal menunjuk dirinya. "Saya Messal Bahije, dari Palestina."
"Ah, sang Postulat." Prof. Goldson menyenggol Prof. Zarkovafic. "Aku benar sudah membawamu kemari."
Tunggu, bagaimana dia tahu jati diriku? "Apa Presiden Juhan yang memberitahu Anda?"
"Tidak, tidak!" Prof. Goldson mulai menulis silabus di papan tulis. "Bapak angkatmu itu hanya meminta kami mengajarimu sebagai mahasiswa. Dia sudi membayar dengan nominal besar. Anda kira kamu adalah orang terpintar di ruangan ini, Tuan Bahije?"
Kelas hening. Jarum jam yang berdetak meramaikan ruang kelas. Pikiran Messal berkecamuk. Pertama kalinya ia dipecundangi oleh orang lain. Prof. Goldson benar, pemuda Palestina itu masih jauh dari kata cukup untuk bisa memenangkan Parade Mata Satu. Karena itu, ia meminta berkuliah agar bisa lebih paham tentang dunia. Dan, Sang Mata Satu bukanlah ancaman lagi baginya.
"Saya minta maaf," ungkap Messal.
Prof. Goldson menyunggingkan senyum tipis. "Tuan Bahije, Anda pikir saya tidak tahu tentang kejadian 15 tahun lalu, di tahun yang sama dengan hari kelahiranmu dan akhir perang dunia ketiga di Yerussalem, bapakmu adalah pria terbang yang menghentikan semuanya, kan? Sayang sekali, Anda pikir hanya Presiden Palestina saja yang mengetahui tentang Postulat."
Messal menggeleng. Dia membiarkan Prof. Goldson menerangkan maksudnya lebih lanjut.
"Apakah Anda tidak pernah perhatikan bagaimana Tuan Nazareh bisa menjemputmu ketika Sang Mata Satu menghancurkan Yerussalem 5 tahun lalu?"
Messal terdiam. Tidak ada satu ide pun yang mampu muncul di benak. Kalau dipikir-pikir, Presiden Juhan adalah seorang petinggi negara. Jika ia hendak menjemput Messal, ia bisa menyuruh seorang sopir untuk menyetir, tetapi dia malah menyetir limusin sendiri.
"Lalu, apakah Anda tidak pernah sadar bagaimana cucu saya dan cucu Prof. Zarkovafic menang pada Parade Mata Satu setelah dihantam habis-habisan dengan sekumpulan roket dari penduduk Axama?"
Messal menggeleng. "Kali ini, beritahu saya," serahnya. "Saya tidak tahu apa-apa. Banyak hal yang tidak saya ketahui, termasuk alasan bagaimana Axama bisa terbang di atas Aradh dan bagaimana mungkin Jja bisa menyalurkan hidrogen dari matahari ke Aradh. Saya bodoh, karena itu saya mohon ajarilah saya sebagaimana kedua cucu Profesor."
"Untuk apa?"
"Untuk saya bisa memenangi Parade Mata Satu."
Prof. Zarkovafic bangkit seraya menggebrak meja setelah menutup mulut sedari tadi. Ia menatap Messal layaknya serigala yang sedang menilai anggota baru kawanan. Dengan suara serak, dia mendebat calon perwakilan Palestina di hadapannya. "Kenapa Anda datang kepada kami jika ingin menang, bukannya kepada jenderal yang sudah terjun di ribuan peperangan?"
"Karena saya adalah Postulat, berbeda dengan manusia."
Akhirnya Messal mengakui jati diri dengan mulutnya sendiri. Dia tahu Postulat memiliki cara sendiri untuk berevolusi. Untuk menjadi tangguh, ia tidak perlu dididik di militer. Mereka memiliki sistem yang lebih tinggi daripada manusia. Semua berasal dari otak, dan dia siap untuk memberi makan pikirannya. Karena itu, Messal kemari.
Prof. Zarkofavic melirik Prof. Goldson sembari mengembangkan senyuman pengakuan. Dia sepakat untuk tetap melanjutkan semester meskipun hanya dengan satu murid.
"Well, Mr. Bahije. I think you get the deal (Baik, Tuan Bahije. Sepertinya Anda sudah mendapat harta karun)," ucap Prof. Goldson. "Anda berhasil meyakinkan Prof. Zarkovafic. Dan begini perjanjiannya: selama lima tahun ini kami akan mengajarimu untuk memenangkan Parade Mata Satu. Aku akan tetap menjadi gurumu di jurusan fisika. Namun, aku undang Prof. Zarkovafic sebagai pengajar biologi. You'll need it, I promise (Anda akan membutuhkannya, aku bersumpah)."
Senyum merekah di mulut Messal. Ia tidak pernah menyangka akan mendapatkan ilmu lebih banyak daripada harapan semula. "Akhirnya, saya bisa mengetahui alasan Axama bisa terbang!"
"Lebih dari itu." Prof. Zarkovafic manggut-manggut, menghampiri Prof. Goldson dan bersedekap di sampingnya. Lantas, keduanya kompak mendeklarasikan tujuan:
"Anda akan mengakhiri Sang Mata Satu seperti bapakmu mengakhiri perang dunia ketiga."
***
31 Januari 17 AOE
Messal menamatkan buku-buku teori seisi perpustakaan pada tahun pertama. Dasar tentang ilmu fisika dan biologi sudah dikantongi, bahkan tak sedikit matematika dan kimia juga dipahami secara tak langsung. Dia melalui satu tahun dengan nilai sempurna.
Sendirian di negeri orang membuatnya mandiri. Ia melarang Presiden Juhan untuk datang menjenguk sering-sering. Ini sudah keputusannya untuk merantau sehingga Messal mencegah keterpautan dengan bapak angkatnya semakin membelenggu. Telepon dan berkirim pesan tidak apa, sudah cukup untuk keduanya.
Setelah melalui tahun penuh teori, tahun kedua dipenuhi oleh praktik laboratorium dan percobaan skala pilot. Setelah menemukan fakta unik tentang tubuh manusia dan hukum alam, Messal mampu mengembangkan kekuatannya. Ia bisa berkomunikasi dengan sel-sel tubuh, dan inilah alasan ia bisa menyalurkan memorinya kepada ajudan Arab misterius ketika di Honolulu Airport.
Untuk fisika, Prof. Goldson menantang Messal untuk menyadari dimensi lain yang tidak bisa lihat: gravitasi. Setelah khatam perkara biologi bersama Prof. Zarkovafic, ia mulai andal mengendalikan fungsi tubuh secara maksimal. Setelah itu, ia berlanjut menguasai kemampuan tersembunyi yang lainnya dalam hukum fisika.
"Buatlah 200 bangku di kelas ini melayang!" perintah Prof. Goldson. "Setelah itu, Anda pasti bisa mengendalikan dimensi ruang sesukanya!"
1 April 18 AOE
Messal masih belum bisa menerbangkan 200 kursi yang ada di ruang kuliah, tetapi ia mampu melihat melintasi seisi Kota Cambridge dengan mata telanjang. Selain itu, ia juga mampu menangkap panjang gelombang yang besar seperti gelombang radio, dan gelombang yang sangat kecil seperti sinar gamma. Dia sudah mampu meningkatkan indranya, termasuk pendengaran, penciuman, pengecap, dan peraba.
Selain itu, ia juga mampu berkomunikasi dengan sel-sel tubuh menggunakan jaringan syaraf, terlepas dari organ indra atau bukan. Messal mampu menyembuhkan luka dan meningkatkan massa otot dengan meningkatkan metabolisme. Syaratnya, ia butuh sumber energi yang banyak untuk melakukan keajaiban seperti ini.
Dengan kepintarannya juga, ia sudah bekerja magang di tahun ketiga. Pusat penelitian biologi Rumah Sakit Mount Auburn yang berdiri kokoh di kelokan Sungai Charles. Ia sempat bertemu dengan seorang pensiunan jurnalis Aljazeera dari Jeddah, Arab Saudi bernama Ameena Jasim. Ia senang bisa bertemu sesama orang yang bisa berbahasa Arab, tetapi dia hampir menemukan suatu fakta aneh yang bertabrakan dengan wanita itu.
"Syukron, Messal! (Terima kasih, Messal!)" Ameena membungkuk beberapa kali setelah sampai lobi. "Dengan bantuanmu, aku bisa menyelesaikan pengecekan kesehatan dan pertemuanku lebih cepat."
"Tidak apa-apa, Nyonya Jasim." Pasti sulit jika harus jauh-jauh dari Jeddah ke Massachusetts seorang diri tanpa ditemani sang suami yang bekerja sebagai tentara, untuk mendapatkan momongan kembali setelah kelima putranya tewas sebab hukuman Sang Mata Satu. Bagaimana pun juga, aku sangat paham setelah teringat dengan ajudan Arab yang menangis histeris setelah kehilangan kelima putranya juga.
"Jika kita bertemu lagi, atau kamu hendak menunaikan ibadah haji, hubungi aku. Aku dan suamiku pasti sangat senang menjamumu di sana." Senyuman lebar nan tulus Ameena mengingatkan Messal kepada mendiang ibunya.
"InsyaAllah."
Jemputan minibus bandara sudah sampai di depan lobi. Sudah saatnya Ameena berpisah dengan Messal. Tanpa ada rasa curiga, dia tidak pernah mengira sampai jauh kecuali menduga suami Ameena adalah tentara berjabatan penting, sampai bisa memesan travel yang menjemput sang istri dari bandara langsung.
Karena itu, Messal akan berusaha mengingatnya, Ameena Jasim.
22 Oktober 19 AOE
Tahun terakhir, Messal sudah tuntas mengerjakan tugas akhir tentang eksistensi semesta yang lebih tinggi dan hubungannya terhadap sintesis makhluk hidup. Ia mengangkat peristiwa kepulangan sang bapak. Mengapa seorang makhluk dari semesta yang lebih tinggi bisa menghilang setelah mengeluarkan kekuatan terbesarnya.
Hipotesis tentang kekekalan energi: energi tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan, tetapi bisa dikonversikan menjadi energi, bahkan massa; adalah benar adanya. Bisa jadi kepergian bapak Messal setelah mengerahkan kemampuannya seperti melepaskan balon yang tenggelam di dalam air. Benda yang lebih tinggi akan selalu kembali ke titik yang lebih tinggi. Begitupulan Mesaye.
Kedatangan Bapak Mesaye pasti dilakukan dengan mengonsumsi energi yang sangat banyak sehingga bisa mewujudkan massa seukuran dirinya. Dengan kata lain, Bapak Mesaye masih hidup. Hanya saja berada di semesta yang berbeda dariku.
Sebagaimana Ibunda. Dia malah berada di semesta yang jauh lebih tinggi daripada Bapak Mesaye. Dia tetap hidup, dan aku pun akan menemuinya jika sudah sampai waktuku.
Messal tersenyum sendiri. Mata sehijau zamrudnya berkaca-kaca. Dengan begini, semua sudah jelas. Tinggal Messal berlatih menguasai gravitasi sehingga bisa mengendalikan dimensi ruang. Setelah setahun berlatih, ia melihat dunia dengan perspektif bereda.
Dunia benar-benar panggung sandiwara yang dipenuhi senda gurau.
Gravitasi tak ada bedanya dengan benang-benang yang menjalin setiap benda bermassa, termasuk semesta. Benang-benang tersebut terus terhubung ke atas, jauh di sana. Hingga Messal bisa merasakan kehadiran dan kuasa Yang-Tertinggi untuk mengendalikan semesta. Maha Besar Engkau.
Akhirnya, Messal juga bisa mendapat kesimpulan tentang Axama yang bisa melayang dan tongkat Jja yang mampu menyalurkan hidrogen dari matahari ke Aradh. Sang Mata Satu hampir sama seperti Messal, ia mampu melihat gravitasi dan mengendalikan dimensi ruang. Keduanya sama. Karena itu, pemuda Palestina itu kini percaya diri.
Hanya dirinya sebagai Postulat yang bisa menaklukkan Sang Mata Satu.
7 Juli 20 AOE
Pada hari wisuda, Messal berhasil menerbangkan 200 bangku kuliah setelah mampu mempertajam indra dan mengendalikan gravitasi sehingga dimensi ruang tampak seperti permainan kotak pasir. Dia melonjak girang dengan menggenggam sepasang piagam kelulusan erat-erat.
Musim panas tidak menghalangi semangatnya untuk mencari kedua profesor yang telah mengajarinya selama lima tahun. Ia tidak mengenakan toga seperti kelulusan pada umumnya, sebab hanya dia seorang yang lulus sejak Amerika Serikat dihancurkan Sang Mata Satu. Messal berlomba di antara pilar-pilar raksasa gedung utama MIT dengan mengenakan hoodie putih tak berlengan kesayangannya.
"Profesor Goldson! Profesor Zarkovafic!" Messal meramaikan lorong dengan teriakannya. Namun-
Gedoran senapan meletus dari gerbang luar MIT, termasuk riuh keramaian.
Ketika Messal memandang jauh ke luar, ia terbelalak. Air mata meluncur dari pelupuk. Lagi-lagi perasaan yang paling ia benci kembali meliputi hati. Tak percaya, sedih, dan marah.
Kepala Profesor Goldson dan Profesor Zarkovafic diarak dengan ditancakpan di atas tombak.
Messal berlari ke gerbang MIT yang jauhnya dua kilometer lebih. Ia tidak gentar meskipun musuhnya adalah ratusan ribu penduduk negara bagian di sekeliling Massachusetts yang hendak merusuh ke Washington DC. Parade Mata Satu kedua akan dimulai kurang dari enam bulan, mereka hendak mendesak pemerintah untuk melindungi negaranya dan tidak tunduk kepada Sang Mata Satu.
Namun, caranya brutal. Mereka menghancurkan apa pun yang dilaluinya. Massa bergerak dari selatan hingga kini mencapai Massachusetts. Sialnya, mereka menemukan Profesor Goldson dan Profesor Zarkovafic yang sedang berada di perjalanan untuk menuju MIT. Mereka tewas di tangan warga Amerika Serikat yang takut mati.
Mereka mulai memasuki pelataran MIT setelah merusak pagar. Messal tak terima. Ia akan melawan begundal yang menggila layaknya binatang buas meski hanya seorang diri. Sang Postulat akan menunjukkan kekuatan yang sudah dipelajarinya selama lima tahun berkat kedua profesornya. Karena itu, ia akan menyampaikan tugasnya yang tuntas ke alam baka.
Dentuman menggetarkan MIT.
Tanah retak dan asap membumbung tinggi. Setiap brandal khawatir lari berbalik tunggang langgang. Ketakutan meliputi hatinya yang pekat. MIT dikepung oleh retakan. Dengan kekuatan mati-matian, Messal perlahan mengangkat kampusnya ke langit. Satu meter, sepuluh meter, hingga seisi kota Cambridge dipayungi oleh bayang-bayang MIT yang melayang ke angkasa.
Messal menciptakan istana berlian versinya sebagaimana Sang Mata Satu menerbangkan Axama. Meski ditelan oleh amarah, pemuda Palestina itu tidak mampu menahan seisi MIT lebih lama. Kesadarannya berangsur menghilang, bersamaan energinya yang mulai habis.
Para pemberontak yang telat berlari, menyadari maut sudah di depan mata. Sekujur MIT akan menimpanya hingga menjadi bubur. Genangan merah membanjiri Kota Cambridge, dan aliran merah memenuhi Sungai Charles.
MIT telah kembali mendarat. Tepat waktu, Messal kehilangan kesadaran di depan lapangan rumput hijau di depan gedung utama. Hingga kabar ini sampai di telinga Presiden Juhan, ia pun menjemput Messal dan membawanya pulang ke Palestina. Tugas sudah selesai dan kelulusan telah dicapai. Lima tahun menimba ilmu sudah tuntas.
Saatnya bertaruh nyawa di Parade Mata Satu yang kedua.
***
P.S.
MIT - Massachusetts Institute of Technology.
Salah satu Ivy university yang ada di negara bagian Amerika Serikat. Bertempat di Kota Cambridge, MIT berdiri bersandingan dengan Ivy university lain seperti Harvard. Akan tetapi, Messal memilih MIT sebab di sana lebih unggul ilmu eksaknya, dan Messal butuh kedua ilmu tersebut.
Peta negara bagian Massachusetts, USA (Sumber: Ezilon, 2009)
Gedung utama MIT sebagai instititut teknologi nomor 1 di dunia (sumber: news.mit.edu, 2015)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top