0.2 | Kabut Timur
Aljazeera | A Mysterious Thick Fog Covers Khurasan
TEHERAN, IRAN — Dilaporkan warga sekitar, kabut tebal membumbung tinggi dari timur laut Iran. Provinsi Khurasan diduga sumber dari kabut misterius tersebut. Masih belum ada laporan yang bisa menjelaskan peristiwa ini.
Tim kepolisian sedang melakukan ekspedisi ke sana. Untuk sementara ini, pemerintah sedang mengupayakan tindakan evakuasi setelah percobaan komunikasi tidak dapat dilakukan. Masih belum ada konfirmasi apakah kabut tersebut berbahaya atau hanya fenomena alam biasa seperti badai pasir. Akan tetapi, Iran telah menyatakan kondisi di Provinsi Khurasan dalam status siaga. Meski begitu, warga dimohon untuk tenang sebelum ada berita terkini.
Banyak ahli yang berspekulasi kabut tersebut adalah dampak dari perang dunia ketiga yang sempat terjadi di semenanjung Timur Tengah, dan berakhir di Yerussalem ketika beberapa negara mengintervensi sengketa kepemilikan kota suci tersebut. Perang dinyatakan usai hari ini setelah suara misterius menggema di angkasa, diikuti sinar kuning menyilaukan yang membuat populasi di bumi tak sadarkan diri. Bahkan, tak sedikit di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Presiden Palestina, Juhan Nazareh, tidak bisa berkomentar banyak mengenai peristiwa tersebut. Akan tetapi, dengan berakhirnya perang, Yerussalem menjadi satu-satunya wilayah yang selamat dari perang yang meletus di sana.
"Kami tidak tahu cahaya dan suara tersebut darimana. Namun, kami bersyukur perang dapat diakhiri, dan kami sendiri berduka atas kematian sebagian populasi bumi disebabkan peristiwa ini. Mungkin, ini kebesaran dari Yang-Tertinggi untuk melindungi umat manusia agar menjadi hamba yang taat, sebagaimana kewajiban kita sebagai khalifah," ujar Juhan Nazareh ketika ditemui pagi ini di konferensi antarnegara di Qatar.
Meski begitu, beberapa saksi mata di sekitar Yerussalem bagian selatan bersaksi bahwa ada sosok pria yang terbang ke angkasa. Dengan ajaib, dia meledakkan kendaraan tempur dan menewaskan banyak tentara yang mulai mendekati pusat kota.
Masih belum ada klarifikasi lebih lanjut dari kejadian tersebut. Juhan Nazareh juga belum memberikan komentar tentang pria terbang yang bisa mengakhiri perang tersebut. Satu-satunya fokus utama di negara Timur Tengah saat ini adalah bangkit dari kehancuran setelah perang.
Kita berharap kondisi ini dapat pulih dengan cepat.
By Ameena Jasim
3 Nov
***
BERITA yang membosankan, eh?" Sang Mata Satu melemparkan koran.
Dia duduk menyilangkan kaki di singgasana istana berlian yang ia ciptakan. Gedung berkilauan itu bak istana kosong yang belum diisi sepenuhnya oleh manusia. Hanya segelintir orang di Khurasan yang mau menyembahnya, ia undang untuk tinggal di sana.
Sisanya mati.
Oleh neraka yang tiba-tiba menganga di tengah Khurasan. Atau, ditelan kabut yang meliputi seisi kota yang kini menyebar ke seluruh jazirah Persia. Ia akan mengambil nyawa siapa pun yang diliputinya bagai angin dingin yang mengelus tipis ketiak.
"Tuhanku." Si hidung gagak mengambil koran yang barusan dilempar Sang Mata Satu. "Apa sekiranya yang mampu membuat Engkau senang?"
"Aku ingin tahu lebih dalam tentang dunia sejak hari kebebasanku."
"Baik." Si hidung gagak menunduk, tak berani menambah percakapan.
"Ada saran?" tanya Sang Mata Satu.
Si hidung gagak menggeleng. "Tak ada yang lebih tahu tentang Engkau, kecuali apa yang ada di diri Tuhanku. Jika Engkau menghendaki kehancuran hari ini bagi umat manusia, saya rida. Namun, jika sebaliknya, sungguh semua kuasa kembali ada di tangan Engkau."
Sang Mata Satu tersenyum bangga, seakan suka dengan jawaban rendah hati dari hambanya yang pertama. "Aku akan memikirkannya. Tiba-tiba ide yang bagus melintas di kepalaku." Dia berdiri dari singgasana, lalu memandang keluar jendela raksasa. "Asal kau tahu, aku suka dengan orang sepertimu. Aku bisa memanggilmu dengan nama apa?"
"Saya tidak punya nama." Si hidung gagak memalingkan muka. "Saya membuang masa lalu saya."
Sang Mata Satu mengangkat sebelah alis. Ia memang bengis, tetapi tidak cukup hati untuk menolak permintaan dari hamba kesayangannya. Tak berselang lama, sebuah ide lain untuk si hidung gagak meluncur di benak.
Dia menyemburkan kabut tebal sedingin es dari neraka yang menganga di Khurasan berkat nubuat akhir zaman yang ia baca. Lalu, ia pun jadi terilhami dari nubuat lain tentang empat roh yang menjaga bumi.
"Kau akan dipanggil Bhunas Ghurghur." Dari udara tipis, sebuah topeng tercipta dari berlian sehitam jelaga sebagai hadiah untuk si hidung gagak. "Nama itu artinya gagak. Kau tidak hina. Ini pujian untukmu. Gagak makhluk jenius. Begitu pula denganmu seharusnya, Bhunas."
Si hidung gagak, atau pemuda yang kini bernama Bhunas Ghurghur, bersimpuh. Senyuman merekah berterima kasih. Ia menerima topeng gagak tersebut dengan senang hati, lalu mengenakannya. Dan, setelah dikenakan, lecutan energi merayap ke sekujur pembuluh darah. Jantung berdentam kencang, seakan mampu meledak dalam lima hitungan.
Tubuh Bhunas sontak memburai menjadi kawanan gagak ketika klimaks.
Kawanan itu mampu bersatu kembali menjadi wujud manusia sempurna. Bhunas menggeleng tak percaya. Ia memiliki mukjizat. Bersujudlah ia di hadapan Sang Mata Satu. "Terima kasih, Tuhanku."
Sang Mata Satu mengelus rambut kumal Bhunas. "Wassama idzatil buruj (Demi langit ketika berbintang)." Ia memandang langit malam di angkasa. "Aku juga akan memberi nama kepada istana berlian ini dengan nama Axama, yang berarti langit.
"Aku juga akan mengumpulkan keempat hamba yang kusayang dari seluruh muka bumi untuk menjadi perwakilanku di sana. Keempat roh itu bernama Anasazi. Roh gagak yang cerdas, roh banteng yang perkasa, roh rubah yang murni, dan roh ular yang licik. Kau adalah pemilik roh gagak, Bhunas. Maka, aku akan mencari ketiga roh lainnya selama mengelilingi planet sempit ini."
Sang Mata Satu mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi. Axama tiba-tiba ikut membumbung tinggi menembus lapisan atmosfer, sampai mampu menyembunyikan istana melayang seukuran Vatikan tidak terlihat dari permukaan bumi. Bersamaan kabut sedingin es yang menghilang, ia berangsur mengubah rencana.
"Bangunlah hambaku, Bhunas!" Sang Mata Satu kembali duduk di singgasana. "Kita akan memulai era baru mulai detik ini."
00 AOE: After One-Eyed
***
Kashmir - India, 01 AOE
Axama berlabuh di atas wilayah sengketa antara India dan Pakistan. Ia turun ke muka bumi, lalu mengancam perdana menteri kedua negara untuk bersumpah setia kepadanya. Sebagai imbalan, ia bermurah hati untuk tidak membuka neraka di atas Kashmir.
Ancaman itu disanggupi. Sontak saja, tidak ada konflik Khasmir dari muka bumi sejak tahun ini.
Astana - Khazakstan, 02 AOE
Daratan terbelah untuk Asia Tengah. Sang Mata Satu menghadiahkan jalur menuju lautan untuk akses hingga menjulur ke Danau Kaspia. Sebagai imbalan, kelima negara Persia itu menghadiahkan kesetiaan, begitu pula dengan bekas bangsa mereka seperti Afghanistan, Pakistan, Iran, Turki, dan Rusia.
Dubai - UAE, 03 AOE
Timur Tengah terjamah. Mereka mengumpulkan seluruh raja-raja Arab untuk memberikan tawaran. Satu negara yang tidak diundang: Palestina. "Aku akan mengurusnya nanti," ungkap Sang Mata Satu.
Dia mengizinkan penduduk Arab untuk menyembah Allah Yang Maha Esa, tetapi tetap bersumpah menganggap Sang Mata Satu adalah Tuhan. Lagi-lagi mereka dijebak dalam kesyirikan untuk menyekutukan Tuhan yang Esa. Sebagai imbalan, mereka mendapat hadiah.
Jazirah Arab ditumbuhi padang rumput yang subur. Kebun kurma dan anggur memanjang di Najd. Sungai-sungai membelah daratan dari Hadramaut hingga Hijaz. Bahkan, para penggembala kini mendirikan gedung-gedung tinggi di pinggiran Dubai dan Qatar. Minyak bumi menyembur deras dari teluk Arab dan semenanjung utara. Pada tahun itu, tak ada negara yang lebih kaya kecuali Timur Tengah.
Lantas, Sang Mata Satu pergi tanpa menjamah tempat itu. Masjidil Haram dan Nabawi.
"Aku tidak ingin memasuki dua istana putih, rumah Muhammad. Apakah kau tidak melihat barikade malaikat yang melindungi dua tempat haram tersebut?"
South Sudan, 04 AOE
Tak ada kebahagiaan yang lebih dijadikan suka cita kecuali intelegensi dan berlian yang bertumpuk-tumpuk untuk seluruh penduduk benua Afrika. Dari negara termuda itu, Sang Mata Satu menghadiahkan kekayaan dari Sungai Nil, hutan hujan di Congo, hingga tanjung harapan.
Cape Town - South Africa, 05 AOE
ANASAZI BANTENG bersemayam di tempat dua lautan bersatu. Sang Mata Satu menikmati keindahan tanjung harapan yang mempertemukan air hangat dari Hindia dan air dingin dari Atlantik. Seorang nelayan yang bekerja serabutan jadi ahli pukul mejadi daya tarik tersendiri bagi Tuhan bumi yang baru itu.
"Jadilah hambaku, maka akan kusembuhkan istrimu dari kebutaan, lalu akan kubangkitkan anak-anakmu." Itulah tawaran Sang Mata Satu sehingga bisa mendapatkan Anasazi yang kedua. "Namamu adalah Simci Aladdin, roh banteng dengan kekuatan perkasa."
Gibraltar Strait, 06 AOE
Pertama kali negara Afrika yang berbatasan dengan Samudera Atlantik bisa senasib dengan Eropa. Tidak pernah mereka jumpai resor dan klub mewah di hamparan pantai. Bahkan, hiburan bagai Hollywood berdiri di sana sebab buah ketaatan kepada Sang Mata Satu.
Barcelona - Spain, 07 AOE
Seluruh negara mediterania tidak pernah berkilau seperti mutiara seperti masa kejayaan berabad-abad lalu. Para penjelajah Spanyol dan Portugal, ibukota Romawi di Italia, dan kerajaan Yunani seperti pada masa dewa-dewi olimpus menguasai. Bahkan negara Balkan yang saling membenci bisa bersatu dengan tawaran yang diajukan Sang Mata Satu. Spontan menyatukan seluruh daratan Eropa.
London - The UK, 08 AOE
Mulanya mereka berpura-pura menerima tawaran Sang Mata Satu. Namun, mereka berbondong-bondong mengungsi ke Amerika Serikat. Namun, Sang Mata Satu menangkap basah mereka, lalu menjadikan seluruh negeri hancur, kecuali segelintir kecil.
Finnmarksvidda - Norway, 09 AOE
ANASAZI RUBAH tidak lain hanyalah seorang bayi haram yang membeku di bawah tumpukan salju. Sang Mata Satu menghidupkannya kembali setelah diambang kematian. Warga kutub dan Skandinavia melihat kebesaran ini, lalu berikrar setia kepada Sang Mata Satu. Kehangatan dan keindahan abadi dihadiahkan kepada mereka, negara-negara di lingkar artik termasuk Greenland, Kanada, dan semenanjung Siberia.
"Kau tahu bayi kecil yang lucu. Kau adalah hambaku yang termuda. Dengan rambut pirang seputih salju, aku akan menghadiahi topeng rubah kepadamu." Sang Mata Satu mengenakan topeng rubah ke wajah kecil si bayi. "Namamu sekarang adalah Tib Agesh."
Korea Peninsula, 10 AOE
Satu dekade menguasai tiga benua, termasuk menghendaki Sang Mata Satu merajai Asia Timur yang dikuasi oleh orang-orang jenius seperti Jepang, Korea Selatan, dan Korea Utara. Mereka tidak pernah serukun ini sebelumnya. Memutuskan intervensi dari dua negara besar beda blok: Rusia dan Amerika Serikat. Dia mengizinkan ketiga negara hidup damai sebagaimana nenek moyang terdahulu.
Taiwan, 11 AOE
Penduduk berbahasa Mandarin itu akhirnya bersatu dengan warga benua utama. Mereka bisa menciptakan negara dengan dunia sendiri layaknya utopia. Tidak ada lagi persaingan dengan negara lain. Mereka bisa bahagia dengan negara mereka sendiri. Dimensi ruang tidak lagi menjadi hambatan. Gedung menggantung layaknya negeri Babilon terpancang megah. Tanpa ragu, mereka tunduk di bawah Sang Mata Satu.
Bali - Indonesia, 12 AOE
Asia Tenggara menguarkan aroma melati dan langitnya sebening berlian, memantulkan lautan yang jernih bagai cermin raksasa. Hutan begitu hijau dengan gedung-gedung utopia yang diisi oleh sekumpulan orang ramah. Tidak pernah tergambar mereka dapat mengalahkan negara anakan Inggris seperti Australia, Selandia Baru, dan kumpulan negara pasifik. Alhasil, rakyat Asia Tenggara yang begitu mudah dibujuk, mau menyerahkan kesetiaan kepada Sang Mata Satu dengan mudah.
Sao Paulo - Brazil, 13 AOE
Tiada sambutan yang lebih megah daripada pesta pora yang meletus tiap siang dan malam. Sejak kedatangan Sang Mata Satu, tidak ada rasa takut dan kekhawatiran terhadap dunia, termasuk hutan hujan di sana. Tidak sulit membujuk penduduk Latin untuk jadi hamba. Festival abadi dan kemandirian dari bangsa barat, sudah cukup menundukkan seisi benua.
Havana - Cuba, 14 AOE
Tidak pernah penduduk Cuba sebahagia ini. Mereka tidak lagi takut dengan embargo yang dilakukan Amerika Serikat. Kekayaan melimpah tak terhingga, sehingga pemerintah bisa memberi makan kepada semua orang. Diikuti negara-negara karibia lain, Amerika Tengah mulai berdikari, dan tidak ada satu pun imigran yang ingin keluar dari sana.
Washington DC - The USA, 15 AOE
TUHANKU, semua sudah siap."
Seorang pria berjubah hitam dengan topeng gagak menutupi muka, berlutut di hadapan Sang Mata Satu. Dia Bhunas, semakin dewasa dengan suara berat nan mengintimidasi.
"Oh, sudah semua?" Sang Mata Satu yang kini mengenakan jubah putih setinggi dua kali tubuhnya sampai menutup seluruh badan, mengibas-ngibaskan segepok dolar ke muka. Dia bergelayut di atas singgasana tinggi di gedung putih—tempat tertinggi di Amerika Serikat. Ia melongok ke balik jendela untuk memastikan.
Lautan manusia yang berteriak sampai menyobek kulitnya sendiri sebab hukuman kedurhakaan, menjebol gendang telinga seluruh orang yang ada di ruangan. Warna merah-oranye membumbung sampai melingkupi atap gedung-gedung pencakar langit. Kacau. Amerika Serikat juga terkena bencana.
"Ini adalah tempat terakhir, lagi pula sudah lima belas tahun. Aku memilih bergerak diam-diam bukan tanpa alasan. Seluruh dunia sudah menjadi hambaku. Kini, tinggal tempat itu ...." Sang Mata Satu membalikkan badan kepada pemuda bertopeng gagak yang bersimpuh di hadapannya. "Ternyata tidak ada tempat di dunia ini yang lebih nyaman, kecuali Axama. Itu adalah rumah kita. Dengannya, kita akan terbang ke tujuan terakhir kita: tempat kedamaian fana ini dimulai."
Bhunas mengangguk. Dia mundur beberapa langkah. Di sana, dua sosok yang sama-sama berjubah hitam dan mengenakkan topeng, telah menunggunya. Mereka telah dewasa, tangan kanan Sang Mata Satu. Para Anasazi, empat roh bumi—yang berarti musuh nenek moyang. Sesuai makna, Sang Mata Satu menghimpun mereka sebab menjadi korban diskriminasi. Di belakang Bhunas, Simci si muka banteng dan Tib si muka serigala berlutut. Sudah tiga orang, tapi belum lengkap. Tinggal satu: ular. Mereka akan menjemputnya di tujuan terakhir. Semua akan selesai di tempat itu ....
Yerussalem.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top