B4b 1 - B4g14n 12 (W3 W0n't L3av3 Y0u B3hnd!)

Sembilan truk militer telah tiba dari markas utama The Heaven Wrath untuk mengevakuasi ratusan warga sipil yang masih berlindung di garis depan pertahanan. Lampu tembak serta lampu senter menerangi tempat berkumpul orang-orang tak berdosa itu, beberapa dari mereka menangis, sebagian masih sibuk mencari anggota keluarganya yang hilang dalam kerumunan, dan sisanya hening. Para sisa prajurit yang tentunya terluka mencoba untuk memberikan suplai makanan dan minuman seadanya, tak luput para petugas medis hadir untuk mengobati mereka.

Semua lelah. Mereka butuh istirahat dan bersembunyi dalam dekapan orang yang disayang. Namun apa daya, kenyataan lebih pahit daripada itu.

Oda berdiri di hadapan kerumunan yang terlihat sendu juga pilu. Ia menyisir situasi dari kiri ke kanan sambil merasakan terpaan angin pasca peperangan yang mulai menggerogoti tulang belakangnya. Kopral Galantine memberikan sebuah megafone agar arahan dari Oda bisa didengar oleh orang-orang yang sedang duduk beristirahat itu.

"Mohon perhatian penduduk Kota Midwest County yang saya hormati," Oda sempat berhenti sebentar lalu menyipitkan mata karena megafone yang ada pada genggamannya berdenging keras. Ia melanjutkan ketika bunyi telah berhenti, "Truk militer akan membawa anda ke tempat evakuasi awal di Markas Utama The Heaven Wrath. Masing-masing dari truk dapat menampung sampai 30 orang, saya ingin; anak-anak, lansia, orang yang terluka serius, dan wanita hamil untuk didahulukan. Tiap 30 menit, truk akan kembali membawa sisa dari warga sipil. Saya mohon agar penduduk Midwest County tetap tenang dan mengikuti arahan kami," jelas Oda kemudian membiarkan jeda sebelum menutup kalimatnya. "May Heaven bear witness and give us strength from above!" tutup Oda kemudian berlalu meninggalkan kerumunan disusul para prajurit yang mulai menjalankan perintah Oda.

Galantine mengikuti dari belakang sambil memerhatikan cara berjalan Penasihat Oda yang tergesa. Pertanyaan mulai bercokol dalam benak, sehingga kopral andalan Robin itu memberanikan diri untuk melempar pertanyaan kepada Penasihat Oda.

"Penasihat Oda, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Galantine sedikit terbata.

Sayang, Oda tak acuh dan tetap melanjutkan jalan cepatnya menuju tenda Robin. Galantine melihat bibir penasihatnya sedang bergerak tetapi tak ada suara. Ia menunduk karena merasa tidak enak telah bertanya langsung pada intinya, tanpa tahu persoalan sedang dihadapi Penasihat Oda. Namun, Galantine adalah seorang prajurit. Saat melihat jasad saudara-saudaranya terbengkalai di medan tempur adalah kepedihan yang tak bisa ditahan lagi.

Galantine sangat mengingat dengan jelas perjuangan ketika berlatih di dalam barak-"satu suara, satu derita, dan jangan pernah tinggalkan saudaramu tak peduli keadaannya masih ada ataupun sudah tiada." Hatinya bergidik ketika mengenangnya, semua prajurit tertawa dan saling melempar kelakar yang ditujukan kepada Penasihat Oda karena pembawaannya terlalu serius. Galantine menertawai Sersan Mike yang meniru cara bicara Oda disusul oleh tawa keras prajurit lain.

Makan siang dua hari lalu bersama kesatuan The Heaven Wrath adalah hal yang tak akan pernah dilupakan oleh Galantine. Ia merasakan jantungnya berdegup cepat kemudian napasnya memburu. Canda tawa, cerita, dan paling penting-kebersamaan itu bagaikan hangatnya sinar mentari yang terbit pada pagi hari dan sesejuk udara yang bertiup pada penghujung musim semi. Namun siapa sangka, makan siang dua hari lalu merupakan kenangan terakhir yang dirasakan oleh Galantine bersama para saudaranya.

Galantine menghentikan langkah kemudian dengan lantang berkata kepada Penasihat Oda.

"Kita hanya memiliki sembilan truk dengan sisa prajurit sangat sedikit, belum lagi Penasihat Oda memprioritaskan keselamatan sipil agar dievakuasi terlebuh dahulu. Lantas, siapa yang akan mengumpulkan dan mengangkut jasad saudara-saudaraku yang gugur di medan tempur?"

Hening.

Hanya tiupan angin silir menerpa kulit mereka yang telah bermandikan peluh juga darah. Oda menghentikan langkah sambil berpikir sejenak untuk mencerna kata-kata prajuritnya. Memang, Oda tidak memiliki latar belakang militer apalagi berlatih dalam sebuah barak. Namun dia paham betul kondisi seperti ini-mana yang perlu didahulukan dan hal apa yang bisa dikerjakan selepas itu. Ia menengok ke tempat Galantine berdiri-prajurit itu telah menitiskan air mata karena tak tahan lagi memikul rasa sakit yang mulai menggerogoti hatinya.

"Aku mengerti maksudmu, Kopral. Namun, kita harus mengingat kewajiban untuk mendahulukan warga sipil," Oda menautkan sorot matanya sambil mengulas senyum tipis dengan harapan menenangkan rasa kesal yang melanda hati prajuritnya. Namun di sisi lain, Oda sangat mengingat bagaimana Panglima Jenderal Lyndonn berkata dengan ketus dihadapan presiden bahwa pertempuran di garis depan Midwest County bukanlah tanggung jawab pemerintah, melainkan The Heaven Wrath yang memang sedari awal memancing gesekan. Kata-kata itu tak lebih daripada siasat Lyndonn agar menunda bantuan untuk The Heaven Wrath yang dikepung oleh para pemberontak.

Oda menepuk bahu Galantine dua kali kemudian berpikir lagi. Jika saja presiden tidak memberi mandat darurat kepada Jenderal Angkatan Udara-Sylvia Harrison untuk mengirim bala bantuan, mungkin barisan terakhir The Heaven Wrath telah lenyap dan 160 bendera lipat akan dikirim kepada keluarga untuk mengiringi kepergian para prajurit yang berbaring dalam peti mati.

"Malam ini The Heaven Wrath kehilangan banyak prajurit, tetapi kita harus ingat bahwa mereka yang gugur tidak lain untuk menolong warga sipil. Galantine, kau tidak ingin perjuangan saudaramu sia-sia karena kita tidak bisa membedakan prioritas, bukan?" ujar Oda disusul anggukan kepala Galantine kemudian menunduk malu karena menangis dihadapan atasannya. Lagi, tangis dari prajuritnya menohok ulu hati Oda mengingat tidak ada lagi bala bantuan dari pemerintah untuk membawa warga sipil dan jasad prajurit The Heaven Wrath dari garis depan dengan cepat. Jauh di lubuk hati terdalam, Oda tidak menginginkan semua ini terjadi. Ia juga mau melihat jasad-jasad itu diperlakukan sama dengan orang yang masih hidup. Mereka telah berjuang dan tentu saja meninggalkan keluarga yang menunggu di rumah. Jika Oda memberitahu bahwa tidak ada lagi bala bantuan kepada Galantine, ia sadar hal itu hanya akan memperkeruh situasi mengingat kondisi Robin langsung jatuh setelah mendengar kabar pilu tersebut.

Oda masih menyimpulkan senyum tipisnya kemudian berkata dengan tegas kepada Kopral Galantine, "Ketika evakuasi telah berakhir, aku akan membantu kalian mengangkut jasad-jasad itu ke dalam truk, ho-ah?"

Tanpa basa-basi, Galantine langsung memeluk Oda. Sementara Oda tidak peduli kalau orang yang memeluknya hanyalah seorang kopral-di mata Oda, Galantine tetaplah manusia biasa yang sulit menerjemahkan rasa sakit. "Ho-ah," balas Galantine dalam dekap penasihatnya.

Di sanalah secercah harapan muncul-Surga mengirim keajaiban untuk kesatuan terakhir The Heaven Wrath. Tanah bergetar bukan karena gempa, suara deru mesin merekah langit yang gelap, dan semua pasang mata tertuju pada barisan dari puluhan truk militer beserta humvee disusul belasan helikopter masing-masing memiliki jenis berbeda seperti; Black Hawk, Chinook, dan Apache terbang mengiringi dari langit.

Oda tak percaya apa yang dilihat oleh mata kepalanya. Bagaimana bisa? Bagaimana Angkatan Militer Pemerintah tetap mengirim bala bantuan padahal Panglima Jenderal mereka menolak? Lelaki yang juga tangan kanan Robin itu merasakan lututnya lemas tetapi tetap dipaksa untuk berlari ke arah bala bantuan dari Angkatan Darat dan Angkatan Udara yang tiba tanpa sebuah peringatan. Matanya berkaca-kaca, belum pernah seumur hidup Oda merasa sebahagia ini.

Terdengar suara seorang prajurit yang lantang dan gagah dari sebuah pengeras suara. Suara menggemanya berhasil memecah keheningan dan kepiluan Midwest County pasca pertempuran. Oda terus berlari disusul Galantine yang bersorak kegirangan di belakang penasihatnya.

"The Heaven Wrath, we won't leave you behind! The Heaven Wrath, we won't leave you behind! The Heaven Wrath, we won't leave you behind!" seru suara prajurit dari salah satu helikopter.

Dua perwira muncul dari kegelapan dan membawa sebuah cahaya berupa harapan. Bendera Olnymp State berkibar di atas humvee kendaraan salah satu perwira yang turun, satu lagi mendarat dengan helikopter Black Hawk. Oda menghmapiri keduanya dengan mantap, sementara Galantine telah memberi hormat kepada perwira tersebut. Tiupan helikopter yang kencang menerbangkan rambut hitam Oda yang disisir rapih. Namun tidak menghentikannya untuk menghampiri dua jenderal tersebut.

"Jika aku tidak salah dengar, kau butuh tumpangan untuk evakuasi, bukan begitu, Oda?" tanya salah satu jenderal laki-laki dengan berewok tipis dan seragam resmi Angkatan Darat membalut badannya yang tegap. Ia menaikan nada bicara meningat suarabaling-baling helikopter di sana cukup kencang.

"Maaf kami terlambat, Oda," lanjut seorang perempuan berambut bob hitam yang ditutup baret berwarna biru dongker dan sebuah pin bintang lima yang dipasang pada seragam elit Angkatan Udara Olnymp State.

Bibir Oda bergetar lalu memberi hormat kepada dua perwira tersebut, "Bradley, Sylvia!" seru Oda sumringah disusul salam hormat dari Jenderal Angkatan Darat-Bradley dan Jenderal Angkatan Udara-Sylvia kepada Penasihat Oda. "Kehadiran kalian bagaikan air deras di tengah kemarau panjang, terima kasih, Saudaraku," lanjut Oda kemudian merasakan tengkuknya merinding.

***

A/n

Berikut ini merupakan ilustrasi dari kendaraan baru yang ditulis dalam cerita di atas:

(Military Truck)

(Black Hawk Helicopter)

(Chinook Helicopter)

(Apache Helicopter)

Sekali lagi terima kasih yang masih setia membaca sampai bagian ini! Do not forget to leave a support. God speed!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top