6. Sisi Lainnya

Sepeninggal Eros malam itu, Leony benar-benar merasakan emosi. Berteriak memanggil nama suaminya itu pun percuma. Toh cowok itu benar-benar sudah pergi. Dan kalaupun ia tetap berteriak, dijamin bukan Eros yang datang kembali. Alih-alih tetangganya dengan petugas keamanan yang menggedor pintu unitnya.

"Argh!"

Leony menggeram kesal mendapati Eros yang benar-benar meninggalkannya seorang diri. Ekspresi kesal tercetak di wajah cantik cewek itu.

Leony bangkit. Dengan cemberut ia melihat pada handuk Eros yang masih tergeletak di depan pintu. Menggeram, tapi Leony justru memungutnya.

"Kamu ini beneran deh, Ros," keluh Leony kesal. "Timbang jemur handuk doang aja malesnya kelewatan. Lagian apa sih susahnya? Cuma jemur doang. Aku nggak nyuruh kamu nyuci."

Dan selagi Leony masih ngomel-ngomel soal handuk, matanya lantas justru teralihkan pada pintu lemari yang tidak menutup dengan sempurna.

Ah, sudahlah!

Dari ngomel-ngomel tentang handuk, berlanjut lagi pada pintu lemari. Leony beranjak. Menahan napas ketika ia akan menutup pintu lemari itu dan matanya justru melihat pada tumpukan pakaian yang tampak berserakan.

Mata Leony sontak memejam dengan dramatis.

"Eros!" jerit cewek itu dengan kesal. "Kenapa sih nggak bisa ngambil pakaian tuh yang rapi?! Dikira dia gampang gitu ya nyetrika baju?"

Kesal, Leony pun akhirnya memutuskan untuk meluapkan amarah yang membuncah di dadanya itu. Sekuat tenaga, Leony menutup pintu lemari dengan membantingnya. Ia bahkan tidak peduli kalau seandainya lemari itu akan rusak. Pintunya copot, misalnya.

"Braaakkk!"

Bahkan saking kuatnya Leony menutup pintu lemari itu, rambut panjangnya tampak berterbangan selama beberapa detik. Akibat dari angin yang ditimbulkannya. Ckckckck.

Leony menggeram. Tangannya yang memegang handuk tampak mengepal dengan kuat. Sepertinya sih ... kalau menilik dari ekspresi wajah cewek itu, jelas. Leony benar-benar marah kali ini.

"Udahlah nggak mau jemur handuk, eh ... ngambil pakaian juga berantakan. Mana pintu lemari nggak ditutup lagi."

Leony menggigit bibir bawahnya.

"Eros!" jeritnya lagi. "Sebenarnya mau kamu apa sih?"

Leony benar-benar tak mampu menahan emosinya lagi kali ini. Maka jangan heran kalau pada akhirnya cewek itu keluar dari kamarnya dengan langkah yang menghentak-hentak lantai. Ia menuju ke dapur. Menghampiri satu tempat sampah. Di mana tentu saja benda itu berisi beraneka ragam kotoran. Yang Leony ingat sih ada plastik kemasan isi ulang kecap dan saos super pedas di sana.

Membuka penutup tempat sampah itu dengan kakinya yang menginjak tuas di bawahnya, Leony lantas membolakan handuk Eros di tangannya. Dengan wajah menggeram, bibir terkatup rapat, dan ditutupi oleh dengkusan penuh amarah, Leony membanting handuk itu ke dalam sana.

Dan ketika Leony menarik kakinya, maka tutup tempat sampah itu kembali pada tempat semula. Menutup dengan rapat lagi. Lalu, senyum pun mengembang di wajah Leony. Ekspresi puas langsung tercetak nyata di wajah cewek itu.

"Serah deh. Bodoh amat. Bukan handuk aku lagi."

Tersenyum lebar, Leony menyempatkan diri untuk mencuci tangan di wastafel dapur terlebih dahulu. Baru kemudian ia berencana untuk langsung tidur. Sungguh. Ribut dengan Eros membuat mood menonton dramanya hilang sekejap mata. Tapi, alangkah kagetnya Leony. Tatkala ia berencana untuk beranjak dari dapur, ia justru tertegun melihat sesuatu di atas meja makan.

Terletak tak jauh dari dapur, ada satu set meja makan minimalis. Memang cukup hanya dua orang saja. Karena ketika Eros dan Leony membelinya, mereka berdua terbentur pada keuangan yang mulai menipis. Alih-alih membeli meja makan untuk empat orang –kala itu bayangan akan anak-anak sudah bermain-main di benak keduanya-, pada akhirnya mereka memutuskan untuk membeli meja makan dua orang. Nanti, ke depannya, ketika mereka ada rezeki lebih, Eros berjanji akan menggantinya. Lagipula, bukankah menyenangkan makan bersama dengan anak-anak di meja yang sama?

Hanya saja, bukan bayangan itu yang sekarang melintas di benak Leony. Alih-alih imajinasi akan masa depan yang indah, justru kenyataan itu yang membuat ia tertegun seolah ia tak lagi memiliki nyawa.

"Eros nggak makan?"

Kemarahan Leony tadi sepertinya lenyap. Secepat kilat tergantikan oleh lirihan kekecewaan.

"Padahal aku udah beliin dia makan. Malah nggak dimakan. Sok manja banget sih harus makan nasi. Cowok kok rewel!"

Namun, secepat kilat pula lirihan kekecewaan itu tergantikan lagi oleh gerutuan kekesalan.

"Tau kayak gitu, mending nggak aku beliin dia makan!"

Mengatupkan mulutnya rapat-rapat, Leony lantas meraih mangkok bakso yang ditinggalkan oleh Eros. Leony membawa mangkok itu ke wastafel. Berhati-hati ketika membuang kuahnya tanpa membiarkan sehelai mi bakso itu ikut terbuang pula. Lalu dengan senyum miring, Leony kembali membuka tempat sampah tadi.

Sekarang, Leony sangat puas. Melihat bakso yang mengotori handuk Eros, sungguh melegakan perasaan cewek itu. Dan kali ini, Leony benar-benar kembali ke kamarnya. Merebahkan tubuh dan berencana untuk tidur. Tapi, setelah nyaris setengah jam lamanya ... kantuk yang ia kira akan melelapkan matanya ternyata tak memberikan pengaruh apa-apa. Ia tidak bisa tidur.

Gelisah, membolak-balikkan tubuhnya berulang kali, Leony melihat pada jam dinding. Nyaris saat itu waktu akan menyentuh tengah malam.

"Astaga," desis Leony tak nyaman. "Eros ke mana sih? Yang bener aja jam segini belum balik."

Leony bangkit dari tidurnya. Mengusap wajahnya sekali dan mendengkus kesal.

"Ini pasti dia lagi ngumpul sama temen-temennya," keluhnya lagi. "Dia nggak nyadar apa kalau dia udah nikah? Masih aja keluyuran. Aku ditinggal sendirian. Kalau ada apa-apa sama aku gimana? Dasar ya. Jadi cowok nggak mikir."

Pada akhirnya, Leony menyerah. Kembali berbaring. Mencoba memejamkan matanya hingga ia putus asa dan merasa pegal sendiri. Tapi, ketika Leony akan bangkit lagi, mendadak saja bulu kuduknya berdiri. Seperti meremang karena ada kehadiran makhluk halus. Dan itu membuat ia tercekat.

Eros ....

Entah bagaimana, tapi perasaan Leony mengatakan bahwa Eros sudah pulang. Dan percaya atau tidak dengan intuisi itu, nyatanya Leony memilih untuk buru-buru mengatur posisinya.

Tak ingin mengambil risiko –Eros tau bahwa ia belum tidur-, Leony pun lantas beringsut. Mengampil posisi miring membelakangi arah pintu. Dan tak lama kemudian, tubuhnya menegang lantaran suara samar yang ditimbulkan ketika pintu kamar itu membuka.

Leony mengembuskan napas lega.

Ternyata emang Eros kan.

Wah!

Sebenarnya saat itu Leony benar-benar takjub pada dirinya sendiri. Aneh, tapi seperti ada kesenangan tersendiri ketika menyadari tebakannya benar.

Masih mempertahankan posisinya, Leony berusaha untuk bersandiwara dengan sebaik mungkin. Toh, pura-pura tidur sepertinya tidak menyulitkan untuk cewek itu. Terutama karena ....

Leony berusaha menguap tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Matanya tampak mengerjap berulang kali. Nah! Kali ini sepertinya Leony benar-benar mengantuk. Karena jelas sekali kelopak mata cewek itu terasa berat beberapa detik selanjutnya.

Dan ketika Leony merasakan gemerisik halus di sebelahnya lantaran Eros yang berbaring, cewek itu tak berdaya lagi. Pada akhirnya ia benar-benar tertidur.

Keesokan harinya, Leony bangun dengan rasa letih di tubuhnya. Membuat ia menghela napas panjang dan melampiaskan rasa kesalnya pada Eros yang masih lelap di sebelahnya.

Leony mencibir. Mengangkat tangannya seolah ingin menjitak suaminya itu. Walau tak benar-benar sampai menjitak sih.

Perlahan turun dari tempat tidur, Leony bergerak sepelan mungkin. Berusaha agar tidak menimbulkan satu suara pun yang bisa mengusik tidur suaminya itu. Bagaimanapun juga, wajah lelap Eros membuat Leony merasa tidak tega. Walau tetap sih. Di dalam hati ... Leony masih bersungut-sungut.

Kamu enak bisa tidur nyenyak.

Lah aku?

Semalaman nggak bisa tidur gara-gara kamu tinggalin sendirian.

Udahlah bisa tidur nyenyak, bangun ntar langsung makan.

Maka tidak mengherankan sama sekali kalau pagi itu Leony masak nasi goreng dengan wajah yang terkekuk. Ketika ia mengiris kol di atas talenan, wih! Suaranya seperti tukang jagal yang memotong leher sapi saja.

"Tak! Tak! Tak!"

Bunyi pisau yang beradu dengan talenan kayu itu tidak menggambarkan bahwa Leony sedang mengiris kol. Sama sekali tidak.

Selesai dengan menyiapkan bahan nasi goreng, jangan berpikir bahwa luapan emosi Leony cukup sampai di sana. Karena pada kenyataannya, semua masih berlangsung. Malah semakin parah ketika wajan dan sutil sudah beradu di atas kompor.

Leony mengacak-acak nasi di wajah itu dengan kekuatan penuh. Hingga menimbulkan suara yang teramat riuh.

"Klentang! Klenteng! Klentang! Klenteng!"

Begitulah kira-kira bunyinya. Dan yang pasti, seraya terus melampiaskan emosinya pada nasi yang tak bersalah, sesekali Leony melihat ke ambang pintu dapur.

"Belum bangun juga itu cowok heh?"

Mendapati kenyataan bahwa Eros belum bangun, Leony pun bertekad untuk membangunkannya. Tepat setelah ia selesai masak. Tapi, sejurus kemudian Leony tertegun. Parade klentang-klentengnya mendadak berhenti. Itu adalah ketika lagi-lagi buku kuduknya berdiri.

Eros udah bangun?

Wah!

Ajaib sekali. Tapi, untuk yang kedua kalinya tebakan Leony terbukti benar. Bahkan tak lama dari ia mendapati suara samar langkah kaki Eros, ia pun mendengar suara cowok itu yang memanggil namanya.

"Ny?"

Mata Leony mengerjap. Tapi, ia memutuskan untuk tidak menyahut sampai di mana Eros bertanya padanya.

"Handuk aku mana?"

Leony tak menoleh, tapi tetap saja ia tak mampu menahan senyumnya untuk mengembang. Lebih parah lagi, ia pun merasakan desakan untuk tertawa. Tapi, sebisa mungkin Leony untuk menahannya. Alih-alih tertawa, ia pun menjawab singkat dengan nada ketus.

"Tauk deh."

Tak lama, suara Eros pun kembali terdengar.

"Loh? Kamu taruh ke mana handuk aku? Aku mau mandi?"

Mendengar itu, Leony tak lagi mampu menahan desakan hatinya. Tangannya bergerak, memadamkan kompor dan langsung ia membalikkan tubuh.

Leony menatap lurus pada Eros dengan mata yang memerah akibat kurang dan tidak nyenyaknya tidur yang ia dapatkan malam tadi. Tangannya naik, mendarat di sisi pinggangnya. Berkacak. Lantas ia membalas.

"Kemaren juga aku nyuruh kamu buat jemur, tapi kamu nggak mau dengar. Ya aku buang deh itu handuk kamu. Beres kan? Biar aku nggak ngomel-ngomel lagi."

Mata Eros membesar. Syok.

"Dibuang?!"

Leony mengangkat wajahnya. "Kenapa?" balasnya lagi. "Kamu nggak percaya kalau aku beneran ngebuang handuk kamu?"

Kali ini Leony tak hanya membalas perkataan Eros, alih-alih ia pun tampak beranjak. Menghampiri cowok itu yang telah bertelanjang dada. Bersiap untuk mandi.

Mata Leony mengerjap sekali sebelum lanjut berkata seraya menunjuk pada tempat sampah.

"Kalau nggak percaya, ya ... lihat aja buktinya di sana."

Tak mengatakan apa-apa, Eros hanya balas menatap Leony untuk waktu yang lama. Mungkin berusaha mendapati jejak-jejak kebohongan di sana. Tapi, sial! Eros justru mendapati firasat yang mengatakan bahwa Leony memang sedang serius.

Eros pun melangkah. Menuju pada tempat sampah dan langsung menginjak tuas pembuka tutupnya. Dan---

"Beneran kamu buang?!"

Eros syok. Tak percaya dengan apa yang matanya lihat. Di dalam sana, di tempat sampah, tampak handuk Eros yang lembab kotor. Entah karena kecap, karena saos, atau mungkin karena pentol dan mi baksonya.

Astaga!

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top