58. Kobaran Emosi

Eros ingat betul bagaimana belakangan ini ia memang sudah mencurigai Sony. Bahwa bujangan satu itu sedang berusaha mencari perhatian istrinya. Tapi, astaga! Leony ini istrinya. Bukan lagi semacam pacaran yang hubungannya masih bisa seenak perut dipisahkan.

Namun, kala itu Eros berusaha untuk menahan diri. Sembari mencoba untuk mengenyahkan pikiran buruk itu dari benaknya. Tapi, sekarang? Leony dengan terus terang mengatakan hal tersebut? Bahwa Sony memang benar-benar sedang mencoba mendekatinya?

Ya Tuhan.

Seketika saja Eros merasakan seperti ada kebakaran hutan di dalam dadanya. Rasanya panas. Membuat napasnya terasa sesak. Bahkan untuk beberapa detik, Eros nyaris merasa pandangan matanya gelap.

Ini persis seperti perasaan seekor singa yang mendapati wilayah kekuasannya sedang diinjak-injak oleh singa lainnya! Kemarahan yang penuh dengan emosi, menjadi hal mutlak yang dirasakan Eros saat itu.

Hingga rasa-rasanya, Eros tak percaya bahwa saat itu ia masih berdiri dengan tegak. Bukannya apa, tapi ia sempat mengira bahwa ia akan jantungan seketika. Lalu menghadap pada Sang Pencipta.

"A-a-apa?"

Dengan tenggorokan kesat, efek belum minum padahal baru saja melewati jalanan padat merayap dengan sinar matahari sore yang bisa-bisanya masih terik, Eros berusaha untuk bicara. Walau nyaris, suaranya terdengar samar. Tak ubahnya seperti cicit anak tikus yang terjepit gigi kucing.

"Dia ... dia bilang," lanjut Eros dengan suara yang bergetar. "Dia yang peduli kamu?"

Leony memucat. Mengerjapkan matanya. Meremas kedua tangannya. Dan mengangguk pelan. Lalu, ia berkata dengan takut.

"Ka-kamu janji nggak marah loh, Ros. Ntar Dedek nangis."

Mata Eros seketika memejam. Dengan kedua tangan yang berkacak di pinggang, ia berusaha menarik napas dalam-dalam. Tapi, ya ampun. Itu sama saja seperti memberikan oksigen untuk api yang sedang membara. Bukannya padam, yang terjadi justru semakin berkobar-kobar.

"Aku emang janji nggak marah," kata Eros dengan mata memerah. "Nggak marah sama kamu. Kalau sama dia ...." Tangan Eros terangkat, menunjuk ke sembarang arah. Dengan dada yang naik turun, disertai napas yang menggebu, Eros menggeram. "Kata marah aja nggak cukup dia."

Eros buru-buru mengeluarkan dua anak kancing di kemejanya. Sialan! Mendadak saja dalam waktu yang singkat, cowok itu sudah basah. Lantaran keringat yang sudah membanjiri dirinya. Cukup menjadi tanpa bahwa sistem pembakaran di tubuhnya berada dalam level yang membahayakan!

"Marah itu terlalu remeh untuk dia," geram Eros lagi. "Astaga. Ternyata dia benar-benar mau ngerebut kamu dari aku?! Belum pernah nancap di ujung Monas itu bujangan nggak laku?!"

Geraman kemarahan itu membuat Leony tercengang. Seperti menyadari ada satu kata yang terasa ganjal di telinganya.

"Ternyata?" ulang Leony bertanya dengan dahi berkerut. Karena mendadak saja ia mendapati satu kesimpulan di benaknya. Hal yang membuat matanya membesar. "Kamu udah tau?"

Kali ini, Eros mengembuskan napas panjangnya. Dari hidung dan mulutnya, dengan kasar tentunya. Hingga kemudian ia berdecak kesal.

"Ya iyalah. Aku udah tau dari dulu."

Leony terkesiap. Dengan kedua tangan yang langsung menutup mulutnya yang menganga. Antara tak percaya dan syok, ia justru mengucapkan puja-puji syukur pada Tuhan karena telah menghadirkan Miska di dalam kehidupannya.

Kalau bukan karena dia, aku pasti nggak kepikiran buat jujur sama Eros.

Kalau aku nggak jujur sementara dia udah tau, pasti urusannya makin panjang.

Bisa-bisa malah Eros mikir aku beneran ada hubungan sama Sony karena udah nyembunyiin yang terjadi selama ini.

Dan ternyata, syukurlah. Berkat Miska, Leony mengambil keputusan yang tepat. Jujur pada suami.

Eros mengusap wajahnya dengan kasar. "Dari dulu aku udah kepikiran yang buruk pas kamu cerita dia mau bawain kopi kamu. Ck. Kayak yang perhatian aja. Emangnya satu kantor itu, mau apa dia bawain semua kopinya? Kan nggak!"

Leony diam. Sekarang kalau ia merenungkan hal itu, ternyata memang sudah lama Sony seperti berusaha bersikap baik padanya. Yang mana, semula ia pikir itu hanyalah kebaikan seorang rekan kerja saja. Rekan kerja yang kasihan dengan kondisi hamil yang sedang ia jalani. Nyatanya? Ehm ... amit-amit deh ya.

"Terus juga. Berapa kali, aku ngerasa dia kayak yang ngekori kamu ke mana-mana. Bahkan pas kita vc-an. Itu kan karena dia lagi nyamperin kamu ke meja."

Ah, Leony ingat yang itu.

"Terus waktu kita makan bareng."

Nah, kali ini Leony bisa merasakan dengan jelas nada kemarahan di suara Eros. Hingga ia terpaksa meneguk ludah berulang kali. Bersiap kalau-kalau Eros akan meledak sungguhan.

"Masuk akal mau ngisi minum kamu sementara aku ada?! Suami kamu ada di sebelah kamu. Argh!"

Leony bergidik. Walau ia sudah mempersiapkan diri, namun tak urung juga ia menjadi ngeri. Karena semarah-marahnya Eros pada dirinya, ketika mereka sering bertengkar gara-gara handuk dan bakso tempo hari, Leony menyadari bahwa saat itu belum mampu membuat dirinya ketakutan. Tapi, kali ini ia bisa merasakan perbedaan aura kemarahan yang menguar dari Eros. Itu persis seperti ada api yang menyelubungi tubuh sang suami dari atas sampai bawah.

"Dan sekarang, dia benar-benar berani main terbuka kayak gitu ya? Hahahahaha."

Kalau tadi Leony bergidik, maka sekarang ia meremang. Bulu kuduknya berdiri semua. Persis seperti ia yang ketakutan ketika menonton film Ring.

"Ngomong aku nggak perhatian sama istri aku sendiri? Yang peduli itu dia? Hahahaha. Astaga. Cari mampus beneran itu bujang nggak laku!"

Glek.

Pada akhirnya Leony buru-buru bangkit. Meraih satu tangan Eros sementara tangannya yang lain mendarat di dadanya. Memberikan usapan perlahan.

"Ros," bujuk Leony. "Nggak perlu dimampusin. Cukup ditegur aja. Ya?"

Tak melanjutkan rutukannya, Eros menatap Leony tajam. Tanpa kedip. Untuk beberapa kali lamanya. Hingga ia terpikir sesuatu.

"Kamu ... nggak diapa-apain sama dia kan?"

Karena kalau sampai saja Sony menyentuh Leony, rasa-rasanya bukan Sony yang akan menancap di ujung Monas. Melainkan Monas yang Eros lemparkan ke muka Sony!

Tersenyum, Leony mencoba untuk menyabarkan Eros. Memberikan ketenangan yang suaminya sedang butuhkan. Ia menggeleng.

"Nggak kok. Aku nggak diapa-apain dia," jawab Leony. "Karena abis kejadian sore itu, aku juga langsung jaga jarak sama dia. Aku nggak mau dengar dia jelek-jelekin suami aku di depan mata aku sendiri."

Setidaknya, ada setetes oase yang Eros rasakan. Jatuh di dadanya. Memberikan sedikit kelegaan karena perkataan Leony. Karena ... memang seperti itulah yang seharusnya terjadi. Ada istri yang berusaha meredakan emosi sang suami.

Maka Eros pun mengembuskan napas panjang. Memutuskan untuk memeluk Leony. Seraya memejamkan mata. Seperti cowok itu yang perlu mengingat satu hal penting di benaknya.

Bahwa Leony istrinya. Masih menjadi istrinya. Dan istrinya itu, tidak menyambut godaan bujang tidak laku di luar sana!

Namun, ketika Leony memejamkan mata di pelukan Eros, menikmatinya. Mata sang suami justru membuka nyalang.

Tapi, bukan berarti aku bakal diem!

Awas kamu, Sony!

*

Selepas acara kejujuran yang terjadi tadi, Eros memutuskan untuk mandi. Mungkin ia perlu bantuan air dingin untuk memadamkan kebakaran yang sudah membakar dirinya saat itu. Hal yang tentu saja disadari oleh Leony. Dan sementara suaminya mandi, Leony berpikir untuk masak yang enak sore itu. Mungkin saja itu akan sedikit meredakan kemarahan Eros.

Mengeluarkan beberapa bahan dari dalam sayuran, Leony kemudian memutuskan untuk memasak semur ayam. Menu yang sebenarnya sudah terlalu lama juga tidak ia sentuh. Namun, menjadi pilihan yang rasanya tepat untuk kala itu. Ehm ... mungkin Leony nanti akan mencoba mencairkan suasana dengan menggoda Eros. Dengan menggunakan 'kedelai hitam yang dirawat sepenuh hati seperti anak sendiri'.

Pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan Eros yang berbalutkan handuk di pinggangnya. Melangkahkan kaki tanpa suara sedikit pun. Sontak membuat Leony yang memadamkan kompor, menjadi menggigit bibir bawahnya.

Sungguh. Kali ini kalau mau dipikir-pikir, baru sekarang Leony melihat Eros seperti itu. Ehm ... mungkin karena ini juga adalah kejadian pertama untuk mereka berdua.

Seperti yang diketahui, Leony dan Eros sudah berpacaran dari mereka kuliah. Dari pertengahan semester dua. Dan sepanjang kuliah, mereka tidak pernah putus-nyambung seperti pasangan kekasih pada umumnya. Hingga terang saja, Leony seolah benar-benar berlabelkan 'milik Eros'. Maka dari itu, tidak ada cowok yang mendekati dirinya. Terutama karena mereka juga adalah pasangan satu kelas. Nyaris di mana ada Leony, maka di sana ada Eros.

Sekarang? Situasinya berbeda. Tidak ada lagi Eros yang bisa sepanjang waktu bersama dengan Leony. Hingga mungkin saja itu menerbitkan pemikiran gila cowok seperti Sony. Bahwa ia memiliki kesempatan untuk mendekati Leony. Skandal kantor, hal yang sering terjadi bukan?

Mengembuskan napas panjang sekilas, Leony berusaha untuk memaklumi keadaan Eros saat itu. Maka ia pun melanjutkan masaknya, hingga kemudian semua makan malam siap tersaji di atas meja makan.

Selesai dengan urusan dapurnya, Leony beranjak ke kamar mandi. Mendapati Eros yang terpekur di tepi tempat tidur. Namun, ketika ia akan bicara, Eros telah terlebih dahulu angkat suara. Seraya bangkit.

"Kamu mandi gih. Biar aku masak tempe dan tahu dulu buat kamu makan."

Leony tertegun. Nyaris lupa untuk mengangguk, tepat sebelum pada akhirnya Eros keluar dari kamar mereka.

Ditinggal seorang diri di sana, Leony merasa bingung. Harus bersikap seperti apa agar Eros tidak merasa gusar seperti itu. Karena tampaknya, Eros sungguh terganggu dengan kenyataan bahwa Sony sedang berusaha mendekati dirinya.

Eh, lagipula cowok mana yang nggak bakal terganggu kalau ada yang terang-terangan lagi deketin istrinya?

Mengulur waktu sejenak, sekadar untuk sedikit beristirahat, Leony kemudian memutuskan untuk mandi. Mungkin air yang segar bisa membuat perasaannya semakin ringan. Namun, ketika ia akan ke kamar mandi, langkah kakinya seketika berhenti. Lantaran melihat satu pemandangan itu.

Eros berdiri di depan meja kompor. Namun, alih-alih mengiris tempe, cowok itu justru tampak memegang dua pisau di masing-masing tangannya. Dan hal yang membuat Leony membelalak adalah kenyataan bahwa yang di tangan Eros adalah pisau daging.

Y-y-ya salam.

Emangnya sejak kapan ngiris tempe pake pisau daging?

Dan tak hanya itu, karena beberapa saat kemudian, tangan Eros bergerak. Demi mengasah pisau itu satu sama lain. Hingga menimbulkan suara yang membuat Leony ngilu.

"Ziiing! Ziiing! Ziiing!"

Maka adalah hal yang wajar sekali bila Leony merasakan tubuhnya membeku. Hingga di detik selanjutnya, Eros melihat padanya. Melayangkan tatapan tanpa kedip seraya terus mengasah dua pisau daging itu. Lalu, ia berkata.

"Minggu besok, kamu chat itu Sony."

Napas Leony rasa-rasanya seperti berhenti seketika. "Ya?"

Karena jelas, ekspresi wajah Eros kala itu tampak begitu keras. Layaknya ia yang sedang memberikan isyarat pada Leony. Bahwa ia adalah panglima perang yang siap bertempur. Bermodalkan dua pisau daging. Demi mempertahankan apa yang menjadi miliknya.

"Ajak dia ketemuan."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top