56. Dugaan Menakutkan
Pulang ke unit dengan perasaan yang riang gembira, Leony menyadari bahwa Eros tampak sedikit lelah kala itu. Dan tentu saja adalah hal yang wajar. Walau dirinya yang hamil, namun tidak dipungkiri kalau Eros terkadang mungkin lebih lelah ketimbang dirinya. Karena selain harus bekerja, ia pun harus bolak-balik mengantar dna menjemput Leony, masak untuknya, dan tak lupa memijatnya. Bahkan ketika malam, Eros akan menjadi orang terakhir yang tidur.
Hingga Leony maklum sekali bisa menjelang sore kala itu, Eros langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Dengan terus terang mengatakan bahwa ia ingin beristirahat sejenak.
Membiarkan Eros tidur, Leony tidak ingin mengganggu dengan tetap berada di kamar. Alih-alih, ia bersantai di sofa ruang tamu. Dengan ponsel di tangannya, ia menyasar pada satu aplikasi menonton berbayar di sana.
Namun, ketika ia sibuk memilih drama mana yang akan ia tonton, ia justru mendapati ada satu notifikasi pesan yang muncul di atas layar ponselnya. Dengan nama kontak: Sony Tribun Java.
Leony mengembuskan napas panjang. Tidak bermaksud untuk membuka pesan itu, ia memilih untuk terus mencari drama yang sekiranya mampu menarik perhatiannya. Namun, lagi-lagi pemberitahuan itu masuk. Membuat satu video yang ingin ia tonton, berhenti sejenak.
Leony mengembuskan napas panjang. Perlahan merasakan kesan tak nyaman di dadanya ketika melihat Jang Nara yang akan mencabut tusuk konde di rambutnya mendadak berhenti.
Kemudian, Leony menekan tombol putar lagi di layar ponselnya. Menyaksikan bagaimana rusuk konde itu sudah tercabut. Siap akan dihunjamkan ke dada orang yang dirasuki oleh roh jahat. Namun, ketika tusuk konde baru akan menancap, ada notifikasi lainnya yang masuk kembali. Lagi-lagi membuat jeda di videonya. Hingga membuat Leony menggeram.
"Dia nggak tau kalau Jang Nara lagi mau ngusir setan? Ini kalau nggak buru-buru ditancepin pake konde, keburu kabur setannya!"
Walau jelas sekali, pada dasarnya drama yang Leony tonton tidak akan terpengaruh jalan ceritanya lantaran notifikasi yang berulang kali masuk itu. Namun, ini benar-benar ungkapan kekesalan Leony. Hingga pada akhirnya, ia pun membuka pesan tersebut.
[ Sony Tribun Java ]
[ Kamu beneran marah sama aku, Ny? ]
[ Aku minta maaf. ]
[ Bukan maksud aku gitu. ]
[ Aku bukannya mau nyinggung kamu atau gimana. ]
[ Tapi, itu karena aku peduli sama kamu, Ny. ]
Sedetik ....
Dua detik ....
Tiga detik ....
Leony melongo membaca pesan itu. Terutama pada kalimat terakhir. Hingga menghadirkan kerutan di dahinya.
Peduli?
Ini dia panti sosial atau apa?
Leony menarik napas dalam-dalam. Entah mengapa, saat ini rasanya seperti ada segunung kekesalan yang tumbuh di dadanya. Karena ia teringat dengan jelas bagaimana dampak perkataan Sony padanya tempo hari.
"Gara-gara dia," gerutu Leony. "Aku jadi ngambek nggak jelas sama Eros. Padahal dia nggak tau aja gimana susahnya Eros buat ngejaga perasaan aku. Biar aku nggak kepikiran yang aneh-aneh. Eh, malah dia yang seenaknya buat aku mikir negatif gitu."
Semula, Leony berpikir bahwa tidak menghiraukan Sony adalah pilihan yang tepat. Karena tentu saja, untuk beberapa pesan yang ia terima dari semalam, Leony memutuskan untuk tidak membalasnya. Tapi, siapa yang mengira bahwa Sony ternyata keras kepala juga? Bahkan dengan terang-terangan menerornya dengan pesannya yang tidak berkesudahan itu?
[ Sony Tribun Java ]
[ Ny, please .... ]
[ Aku minta maaf. ]
[ Sumpah. ]
[ Aku nggak ada niatan buruk sama kamu. ]
[ Murni karena aku peduli. ]
[ Aku kasihan ngeliat kamu kayak yang nggak diperhatikan sama suami kamu itu. ]
What?
Bola mata Leony mungkin bisa melompat mendadak lantaran kaget. Dengan kalimat terakhir yang membuat ia nyaris terlonjak berdiri langsung dari duduknya itu.
"A-a-apa dia bilang?"
Leony mengerjapkan matanya berulang kali. Berpikir bahwa matanya salah membaca. Namun, begitulah adanya pesan yang ia terima.
"Aku nggak diperhatikan sama Eros? Wah! Dia nggak tau kalau belakangan ini mata Eros makin cekung? Badannya malah kayaknya ngurus? Gara-gara sering begadang jagain aku?"
Apalagi waktu kehamilannya dulu. Ketika Leony masih sering muntah. Tak sekali pun Leony ke kamar mandi di tengah malam tanpa didampingi oleh Eros.
Leony mendengkus. Dengan ide yang muncul di benaknya. Yaitu, ia ingin memutus paket datanya. Biar Sony tidak bisa menghubunginya lagi. Karena kalau untuk memblokir, rasanya Leony masih memandang cowok itu sebagai rekan kerjanya.
Hanya saja, ketika ia akan memutuskan aliran data internetnya, Leony seketika ingat akan sesuatu yang penting. Bahwa dirinya ingin menonton drama. Tentu saja ia tidak bisa menonton tanpa data internet.
[ Sony Tribun Java ]
[ Ny, please. ]
[ Aku minta maaf. ]
[ Aku harus ngapain biar kamu maafin aku? ]
Bola mata Leony berputar sekilas. Seraya mengembuskan napas lelah. Hingga kemudian ia geleng-geleng kepala.
"Ini naga-naganya dia nggak bakal berenti ngirimin aku pesan gitu? Sampe aku mau maafin dia?"
Maka mempertimbangkan kemungkinan itu, didukung oleh keinginan Leony agar Sony tidak menghujaninya dengan berbagai pesan lainnya, pada akhirnya ia pun membalas pesan tersebut. Dengan berusaha sesingkat dan sepadat mungking.
[ Sony Tribun Java ]
[ Aku nggak marah kok. ]
[ Tenang aja. ]
[ Dah ya. ]
[ Aku mau nonton. ]
[ Berisik kalau chat masuk terus. ]
Leony tidak tau, entah Sony akan tersinggung dengan pesannya atau tidak. Yang pasti adalah setelah pesannya itu dibaca, ia tidak mendapati pesan lainnya.
"Fyuuuh!"
Leony mengembuskan napas lega. Seraya menyandarkan punggung di sofa, ia kembali pada videonya yang sempat terjeda. Dan pada akhirnya, ia tersenyum seketika. Tepat ketika pada akhirnya setan di sana pergi setelah dihunjam tusuk konde Jang Nara.
*
"Mis, ayo buruan. Aku udah laper nih."
Menunggu di depan pintu ruangan kerja mereka, Leony memanggil Miska. Seraya memegang perutnya. Antara memberikan usapan kasih sayang untuk anaknya atau justru untuk meredakan gemuruh yang bertalu-talu di dalam sana. Hihihihi. Leony sudah kelaparan.
Tergopoh-gopoh, Miska langsung menghampiri Leony. "Ya ampun, Bumil. Sabar kali. Kayak yang bakal mati kelaparan aja."
Leony terkekeh. Meraih tangan Miska dan langsung menyeretnya. Mengajaknya untuk segera beranjak dari sana. Langsung dalam rencana menuju ke warung makan di sebelah kantor mereka.
"Bener," kata Leony. "Aku kayak yang bakal mati kelaparan aja. Ehm ... nggak tau sih. Makin lama selera makan aku emang makin naik sih. Hihihihi."
Miska menoleh. "Ehm ... jangan aja anak kamu ntar sampe lima kilo, Ny," ujarnya bergidik. "Soalnya kalau aku liat-liat, perut kamu gede banget untuk ukuran yang baru masuk lima bulan."
Leony terkekeh. Membiarkan untuk kemudian justru Miska yang memegang tangannya. Sekadar untuk memeriksa.
"Soalnya badan kamu walau nambah berisi, itu kayak normalnya cewek biasanya sih. Kamu kan dulu kurus. Ehm ... ini baru berat yang proporsional kayaknya."
"Proporsional apaan? Kamu nggak ngeliat aja udah sampe di angka berapa timbangan aku," kekeh Leony. "Tapi, nggak apa-apa deh. Yang penting Dedek sehat. Lagian ntar kalau Dedek udah gede, aku punya firasat kalau aku bakal cepat kurus."
"Gara-gara ngurusin Dedek yang nakal?"
Leony terpingkal mendengar tukasan Miska yang satu itu. Namun, ia tidak menyangkal sama sekali.
Hingga kemudian, mereka berdua memasuki warung makan itu. Duduk di satu meja yang untung sekali masih tersedia untuk keduanya. Dan selagi menunggu pesanan mereka tiba, Miska mengangkat tangannya. Lantaran melihat seorang cowok di ambang pintu.
"Son, buruan. Masih ada kursi kosong."
Demi mendengar satu nama itu, Leony langsung mengangkat wajahnya. Sontak melihat ke depan dan mendapati Sony yang langsung menarik kursi. Duduk.
Astaga.
Leony memejamkan matanya dengan dramatis. Dalam hati merutuk karena Miska yang memanggil cowok itu untuk bergabung. Padahal jelas sekali bahwa dirinya sedang ingin menjaga jarak dengan Sony. Lantaran satu ketakutan di benaknya.
Kalau dia berusaha untuk mencuci otak aku lagi gimana?
Aku nggak mau ribut lagi sama Eros.
Kasihan dia.
Maka pada akhirnya, Leony yang semula ceria mendadak saja menjadi pendiam. Tidak lagi berceloteh dengan Miska seperti biasanya. Alih-alih, ia menikmati makan siangnya dengan menunduk. Ckckck. Seperti anak kecil yang baru saja dimarahi oleh orang tuanya.
Dan sepertinya, hal itu disadari oleh Miska. Hingga kemudian ia bertanya.
"Kamu kenapa, Ny? Kok mendadak diem gini? Kamu sakit? Atau mual-mual lagi?"
Leony meringis. Menggeleng pelan. "Nggak kok," jawabnya seadanya. "Cuma mau menikmati makanan dengan lebih tenang aja."
Jawaban itu jelas membuat Miska melongo. Tentu saja ia tidak percaya. Bahkan untuk sekelas Leony, ketika ia makan dengan Eros, ia tetap saja berceloteh. Kenapa sekarang justru seperti orang yang sedang menjaga image?
Miska lantas memutuskan untuk tidak memikirkan keanehan itu. Alih-alih kembali melanjutkan makan siangnya. Namun, tanpa sengaja matanya justru melihat pada Sony. Yang tanpa kedip menatap pada Leony. Selama beberapa detik. Hingga ketika ia sadar bahwa ada Miska yang melihatnya, Sony pun berpaling.
Miska melongo. Seketika saja merasakan aura yang berbeda di sekitar mereka. Hal yang membuat cewek itu dengan cepat menyeret Leony ke toilet kantornya setelah makan. Hanya untuk bertanya.
"Kamu ribut dengan Sony atau gimana? Aku ngerasa kalian berdua kayak yang ... beda gitu."
Mengembuskan napas panjang, Leony tidak tau harus menjawab pertanyaan itu seperti apa. Takut salah berucap. Atau mungkin khawatir membuat suasana semakin tidak nyaman untuknya.
"Bukan ribut sih sebenarnya," ujar Leony menjawab. "Aku cuma lagi jaga jarak aja sama dia."
Dahi Miska berkerut. "Kenapa kedengarannya kayak kalian truk gandeng gitu? Pake jaga jarak?"
Leony frustrasi. Hingga pada akhirnya ia pun merasa tak memiliki pilihan lain. Selain jujur pada sahabatnya itu.
"Kapan hari dia ngomong kalau Eros itu nggak perhatian sama aku, Mis. Hasilnya aku kepikiran. Sampe ngambek sama Eros. Padahal yang kayak kamu liat sendiri. Eros tuh udah yang berusaha banget buat ngurusin aku selama kehamilan ini."
Dengan senyum masam, Miska mengangguk. Membenarkan hal itu.
"Pasti banget. Lagian nggak banyak cowok yang mau mondar-mandir di tengah hari cuma buat nemenin istrinya makan siang aja."
Wajah Leony nampak lesu. "Tapi, gara-gara omongan Sony kemaren, semua kebaikan Eros kayak hilang dari otak aku. Aku beneran jadi ngambek sama dia. Dan itu ..." Leony merasakan matanya panas. "... ngebuat aku merasa bersalah banget. Aku kayak istri yang nggak bersyukur aja."
"Astaga ...."
Miska membeku ketika melihat mata Leony berkaca-kaca. Buru-buru menarik tisu di toilet. Mengusap genangan di sana sebelum Leony benar-benar menangis.
"Cup cup cup. Iya, Ny, iya. Tapi, nggak perlu nangis."
Miska menelan ludah. Kali ini melihat dengan jelas bagaimana emosi ibu hamil sedang menunjukkan diri di depan matanya. Hanya dalam hitungan detik, Leony benar-benar bersiap untuk menangis.
Leony menghirup udara dalam-dalam. Menahan sejenak di dadanya, berusaha untuk menahan gejolak perasaannya. Untuk kemudian ia merutuk.
"Itu semua gara-gara Sony. Pokoknya aku nggak mau dekat-dekat lagi sama dia."
Miska angguk-angguk kepala. Memilih untuk tidak mengatakan apa-apa. Dengan sengaja membiarkan Leony mencurahkan unek-uneknya. Hingga kemudian, denting halus ponsel cewek itu membuat ia kembali menggeram.
"Jangan ngomong kalau ini dia."
Dia?
Miska mengerutkan dahinya. Diam saja ketika Leony merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya. Lalu, ia melotot ketika melihat Leony menyodorkan ponselnya pada dirinya. Dengan satu pesan dari Sony.
[ Sony Tribun Java ]
[ Katanya kamu udah maafin aku, tapi kok nggak mau ngomong sama aku lagi? ]
Itu membuat darah Miska seperti berdesir. Dengan ekspresi ngeri di wajahnya ketika bersuara.
"Shit! Sony itu pebinor?"
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top