52. Yang Disambut

Eros tidak yakin sih sebenarnya, tapi hanya satu itu yang muncul di benaknya ketika menduga bahwa Leony sedang merajuk padanya. Karena menurutnya, yang satu ini tidak akan ditolak Leony. Bahkan kalaupun ia ingin menolak, setidaknya Eros yakin pada bayi mereka yang berada di rahim Leony. Hingga Eros pun berharap.

Dedek Maliki, tolong Papa sekali ini.

Kalau kamu nggak mau nolong, Papa janji.

Ini adalah tempe dan tahu goreng terakhir yang Papa masakin buat Dedek.

Karena ... sungguh! Eros tidak bisa menemukan jalan lain, kecuali berusaha membujuk Leony dengan makanan idaman istrinya itu. Dan memanjatkan doa-doa pada Tuhan, Eros dengan penuh kehati-hatian menata makanan itu.

Menggunakan dua porsi nasi, tanpa bantuan cetakan, pokoknya jangan ditanya bagaimana cara Eros membuat tumpeng itu di satu piring besar. Bentuknya kokoh. Hingga Eros yakin untuk menata tumpeng nasi putih itu dengan tempe dan tahu goreng. Hihihihi.

Pertama-tama, Eros menyusun tahu goreng itu di pinggiran tumpeng. Persis seperti tukang bangunan yang menata keramik di lantai. Melihat itu, miris sebenarnya, tapi Eros terkekeh pula. Walau jelas, itu seperti tawa yang mengejek dirinya sendiri.

"Ya ampun, calon Bapak. Segininya kamu ya, Ros."

Setelahnya, memasuki langkah kedua. Dengan menggunakan tempe goreng, Eros menutupi semua permukaan nasi putih itu. Dan ketika semua telah tertutupi, ia menyadari bahwa perlu satu sentuhan penutup di hidangannya.

Satu cabai rawit pun kemudian menancap di puncak tumpeng.

"Ha ha ha ha."

Eros merosot. Terduduk di lantai dan mengusap wajahnya seraya meringis. Lalu ia tertawa. Lalu meringis lagi.

"Ampun dah. Ini sebenarnya aku ada salah apa coba sama Leony. Ya Tuhan. Mohon lunakkanlah hati istri hamba. Walau hanya tempe dan tahu goreng sebagai obatnya."

Hiks.

Namun, Eros tidak memiliki waktu banyak untuk merenungi kemalangan nasibnya kala itu. Lantaran ada balon yang harus segera ia tiup.

Tak hanya berusaha dengan tumpeng tempe dan tahu goreng, Eros pun lantas menaruh beberapa balon di ruang tamu. Menempelnya di dinding. Dan memastikan bahwa sebuket bunga mawar sudah siap menyambut di depan pintu.

Hingga kemudian, ketika Eros sudah selesai dengan semua itu, mendadak saja ia tertegun tanpa sebab. Itu seperti firasatnya yang sedang mengirimkan sinyal padanya. Untuk kemudian ia langsung bergegas. Berlari ke dapur. Mengambil tumpengnya dan langsung memasang pose –sok- keren ala foto model.

Daun pintu bergerak. Lalu terdengar suara halusnya ketika membuka. Di saat yang tepat, Eros pun melayangkan lirikan khas aktor ketika berusaha memikat tokoh utama wanita di drama-drama. Hingga wajar saja, bila satu suara itu tercekat ketika menyebutkan namanya.

"Eros ...."

Mata Eros berkedip sekali. Dalam penuh irama. Tidak terburu-buru. Ck. Memualkan sebenarnya, tapi apa boleh buat. Eros bahkan siap untuk muntah-muntah ketika ia membalas panggilan itu. Dengan teramat mendayu-dayu.

"Leony ...."

Di seberang sana, tampak seperti langkah kakinya terpasung di depan pintu, Leony tertegun. Melayangkan tatapan tanpa kedip pada Eros. Tampak syok. Hingga kemudian, ketika setelah beberapa detik berlalu, fokus matanya pun pindah.

Pada balon warna-warni yang menempel di dinding. Pada sebuket bunga mawar yang tergeletak di lantai. Lalu pada tempe dan tahu goreng yang berbentuk gunung di tangan Eros.

Eh?

Langsung mengambil tindakan, Eros pun lantas beranjak dari tempatnya berdiri. Menuju pada Leony, hanya untuk berlutut. Demi meraih bunga mawar yang tepat berada di depan kaki wanita itu.

"Eros ...."

Mungkin di lain waktu, Eros akan mempertanyakan kewarasan otaknya. Karena walaupun ia sering mengaku romantis, tapi sepertinya selama mereka menikah, Eros tidak pernah lagi melukakan hal seperti itu. Ehm ... atau satu-satunya adalah ketika ia melamar Leony?

Tangan Leony sontak terangkat keduanya. Menutup mulutnya yang menganga. Dengan mata yang membesar, ia menatap pada Eros tak percaya. Dan ketika ia berniat untuk bicara, ia justru mendapati Eros yang memegang bunga mawar itu di tangan kanannya, berkata.

"Selamat datang, Leony Sayang."

Astaga.

Leony bohong sekali kalau tidak merasakan jantungnya berlompatan di dalam sana. Bahkan rasa-rasanya, bukan hanya jantungnya yang jungkir balik. Alih-alih, begitu juga dengan bayinya. Seperti sedang bermain hip hip hura-hura!

Eros menyodorkan bunga mawar di tangan kanannya itu, sementara tangan kirinya dengan mantap menahan tumpengnya. Hihihihi.

"Eros ...."

Suara Leony menyiratkan ketakjuban untuk rasa percaya yang tidak mampu untuk ia tutupi. Karena nyatanya memang seperti itulah yang ia rasakan saat ini. Benar-benar tidak mengira. Bahwa Eros akan memberikan dirinya kejutan seperti itu.

Eros bangkit. "Kamu nggak mau bunganya?" tanyanya kemudian. "Padahal berapa hari yang lalu, kamu minta bunga lagi loh. Ros .... Ros .... Ros ...."

"Eros!"

Kali ini nada suara Leony berubah. Tapi, sekelumit senyum malu-malu muncul langsung di wajahnya. Seraya tangannya yang langsung meraih buket tersebut. Dan menikmati aroma wanginya sementara Eros lantas memamerkan kejutannya yang lainnya.

"Aku tau, kamu pasti laper baru balik. Dan karena itu, aku udah nyiapin makan sore buat kamu."

Dengan senyum lebar, dada yang membusung, dan rasa percaya diri yang entah ia dapatkan dari mana, Eros pun mempersembahkan hidangannya.

"Tadaaa!" seru Eros. "Tumpeng spesial Mama Maliki! Terbuat dari tempe dan tahu dengan kedelai asli."

Bahkan tanpa perlu Eros menyerukan hal itu, Leony saja sudah merasa geli dengan menduga-duga masakan apa yang diberikan oleh sang suami. Maka ketika Eros memperkenalkan nama menunya, otomatis saja tawa menyembur dari bibirnya.

"Apa?" tanya Leony seraya terpingkal-pingkal. "Tumpeng spesial Mama Maliki?"

Ah, mata Eros seketika berbinar-binar. Tawa selalu menjadi pertanda yang bagus. Terutama tawa yang kali ini.

Eros mengangguk. "Ini tumpeng adalah tumpeng spesial. Karena dimasak sepenuh hati demi istri sendiri."

"Hahahahaha."

Eros menarik tangan Leony. Mengajaknya untuk duduk di sofa ruang tamu. Mengambil alih bunga di tangan cewek itu, menyisihkannya. Agar ia bisa benar-benar mempersembahkan hasil karyanya selama di dapur tadi.

"Kamu baru balik," kata Eros kemudian. "Pasti capek. Makan sekarang ya? Ehm ... biar aku suapin."

Dan Leony sudah akan mengangguk. Sudah akan menerima tawaran Eros. Namun, mendadak saja benaknya mengingatkan dirinya akan semua yang Sony katakan tadi. Hingga melenyapkan aura cerah yang sempat memancar di wajahnya tadi. Seketika menyalakan alarm di benak Eros yang sempat padam.

"Ny?"

Eros langsung waspada. Buru-buru menaruh tumpeng spesial Mama Maliki di atas meja, sementara itu segera beringsut pada sang istri. Berusaha meraih tangannya walau Leony tampak ingin menepisnya.

"Loh? Kamu kenapa? Nggak mau makan tempe dan tahunya?"

Senyum di wajah Leony benar-benar menghilang. Tergantikan oleh manyun yang membuat wajahnya terlihat mengerikan.

"Tempe tahu tempe tahu," tukasnya kesal. "Kenapa sih kamu masakin aku tempe dan tahu goreng?"

"Loh eh?" Eros menggaruk kepalanya. "Kan ... kamu lagi ngidam tempe dan tahu goreng. Makanya aku masakin buat kamu," jawabnya berusaha hati-hati. "Ehm ... aku salah ya?"

Menggigit bibir bawahnya, Leony menatap Eros tanpa kedip. Sedetik, mata cewek itu menyiratkan rasa kesal. Yang mungkin bisa berubah menjadi kemarahan. Namun, siapa yang menduga bahwa justru selang kemudian, kekesalan tersebut malah berubah menjadi kesedihan. Dengan sinarnya yang meredup. Dinaungi oleh kabut-kabut. Yang bisa saja, dalam waktu dekat, akan berubah menjadi hujan air mata.

Eros merasakan jantungnya seperti berhenti berdetak. Kali ini bukan lagi alarm peringatan yang berdenging di benaknya. Alih-alih terompet sangkakala!

"Leony ...."

Leony tampak meneguk ludah. "Kenapa kamu masakin aku tempe dan tahu, Ros?" tanyanya lagi. "Kenapa kamu mau masakin aku kalau kamu nggak sayang sama aku?"

Eh?

Eros melongo. Otaknya seperti waktu lebih lama untuk bisa mencerna maksud Leony kala itu. Lalu ....

"Astaga, Ny," kesiap Eros dengan kesan kaget di suara. "Kamu ngomong apa?"

Sebulir air mata pada akhirnya jatuh di pipi Leony. Bibirnya cemberut. Dan sekuat tenaga Leony berusaha bertahan, agar dirinya tidak terisak.

"Aku nggak sayang kamu?" tanya Eros lagi. "Astaga. Kok bisa-bisanya sih kamu ngomong gitu?"

Lagi, Leony tidak menjawab pertanyaan itu. Ia masih sibuk dengan usahanya menguatkan hatinya sendiri.

"Ny ..., aku ada salah ya?"

Sadar bahwa saat itu Leony sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, Eros menarik napas dalam-dalam. Berusaha untuk tetap sabar. Dengan satu peringatan besar yang muncul di benaknya.

Keadaan Dedek Maliki di perut Leony!

Maka satu-satunya hal logis yang terbersit di benak Eros, tentu saja mencari tau apa kesalahan yang sudah ia lakukan. Berusaha untuk menahan emosinya. Jangan sampai justru ia memperparah keadaan kala itu.

Terlahir dari kaum yang terkenal dengan kelogisannya, harusnya Eros tau. Bahwa karena alasan itulah mengapa Tuhan menciptakan pria dan wanita untuk perpasangan. Wanita butuh pria menenangkan dirinya yang lebih banyak dikuasai oleh perasaan. Yang mana ... terkadang itu tidak logis sama sekali.

Dan itu terbukti!

"Kenapa kamu nggak mau jemur handuk kamu, Ros? Kenapa kamu buang bakso yang aku beli? Kenapa kamu ninggalin aku sendirian di malam hari? Kamu nggak tau aku takut kalau nggak ada kamu? Kamu nggak sayang sama aku dan Dedek."

Dooong!

Eros kembali melongo. Dengan satu pemikiran sarkar di benaknya.

Leony hari ini abis belajar sejarah di mana sih?

Kenapa mendadak kejadian itu diungkit lagi?

Eros buru-buru menarik udara dalam-dalam. Katanya sih oksigen itu sangat diperlukan otak. Agar bisa berpikir dengan lebih rileks dan logis.

Eros meraih tangan Leony. Dan memulai dengan satu mantera ampuh yang harus dimiliki oleh semua suami di muka bumi.

"Ny ...," lirih Eros pelan dengan penuh perasaan. "Aku minta maaf."

Karena untuk apa pun masalahnya, mutlak. Eros lebih memilih meminta maaf ketimbang harus membalas perkataan Leony dengan dalih kekanak-kanakan atau apalah. Lebih memilih untuk langsung menyudahi masalah itu.

Dan Leony tertegun ketika Eros lanjut berkata.

"Aku emang cowok yang nggak berperasaan banget. Nggak peduli kalau kamu udah beresin tempat tidur. Udah rela-rela beliin bakso buat aku. Bahkan ninggalin kamu sendirian. Tapi, sekarang aku berusaha nggak bakal gitu lagi." Mata Eros berkedip sekali. "Iya kan? Aku udah jemur handuk aku kan? Semua yang kamu sediakan, aku abisin semuanya. Bahkan aku nggak pernah pergi malam-malam lagi."

Mata Leony mengerjap.

Tapi, Eros emang udah rajin jemur handuk sih.

Nggak pernah buang-buang makanan lagi.

Dan ....

[ Sorry, bukannya nggak mau gabung. ]

[ Tapi, Leony lagi hamil. ]

[ Nggak mungkin aku ninggalin dia sendirian di unit malam-malam kayak gini. ]

[ Lain kali deh. ]

[ Sore gitu. ]

Pesan yang kala itu seperti membayang lagi di benak Leony. Membuat ia menahan napas. Seperti sedang menahan sesuatu yang terasa mengganjal perasaannya.

Eros tersenyum samar.

"Ya ... aku tau sih kalau aku masih banyak kurangnya. Tapi, kalau kamu ngomong, aku bisa buat memperbaikinya. Kamu kan tau, cowok itu banyak nggak pekanya. Jadi, omong ke aku. Aku harus ngapain? Biar kamu nggak marah lagi ke aku?"

Sekarang, ditanya seperti itu membuat Leony merasakan dadanya terasa sesak. Wajah Eros membiaskan ekspresi yang membuat aneka warna seperti memenuhi pandangannya.

"Ke-kenapa?"

Dahi Eros berkerut.

"Kenapa kamu gini?" tanya Leony. "Kenapa kamu kasih aku bunga? Masakin aku?" Leony menunjuk bunga mawar dan tumpeng spesial di atas meja, hanya untuk menyadari hal lain di benaknya.

Eros jemput aku hujan-hujanan.

Nyiapkan air panas untuk aku mandi.

Pijitin kaki aku.

Nyuapin aku.

Dan ... masih banyak lagi yang dia lakukan untuk aku

"Kenapa kamu perhatian sama aku?"

Kerutan di dahi Eros, benar-benar tidak dapat dihitung lagi. Lantaran rasa bingung yang benar-benar membuat ia tak habis pikir. Mengapa bisa Leony menanyakan hal itu? Hingga wajar saja bila ia menjawab dengan hal pertama yang melintas di benaknya.

"Kenapa? Ya itu karena aku sayang kamu dong, Ny," jawab Eros. "Aku cinta kamu."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top