5. Satu Sisi
Ketika Eros tiba di Kafe All Day All Night –kafe langganan tempat ia dan teman-temannya berkumpul-, saat itu jam di tangannya sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Maka tak heran sama sekali bila justru keadaan di dalam sana justru semakin ramai. Aneh, tapi kafe adalah salah satu tempat di mana memiliki kecenderungan untuk semakin ramai ketika malam semakin melarut.
"Wow! Lihat siapa yang datang!"
"Pengantin baru kita datang dong!"
"Hahahahaha."
Eros tersenyum kecut ketika mendapati sambutan seperti itu dari teman-temannya. Yah, memangnya apa yang ia harapkan? Tentu saja itu adalah sambutan yang normal.
Eros menarik kursi. Langsung duduk seraya tangannya terangkat satu. Memberikan isyarat bagi seorang pelayan untuk menghampirinya.
Tak langsung ikut terjun dalam gelak tawa teman-temannya, Eros memutuskan untuk memesan terlebih dahulu. Melihat pada menu yang ditawarkan, Eros pun lantas berkata pada pelayan tersebut.
"Nasi goreng dan kopinya."
Pelayan langsung mencatat pesanan Eros dan lantas berlalu dari sana. Meninggalkan meja itu yang seketika riuh.
"Eh? Belum makan?"
Eros berdecak. Mengulurkan tangan. Meraih camilan yang tersedia di meja. Menikmatinya.
Mendapati ekspresi wajah Eros yang tampak kusut, sontak saja membuat tawa cowok-cowok itu pecah. Hingga kemudian terdengar satu celetukan.
"Kenapa, Ros? Masa baru berapa bulan udah ribut aja."
Eros melempar kulit kacang yang kosong ke atas meja. Melirik pada temannya yang bernama Andro. "Nggak tau deh. Yang pastinya aku laper," jawab cowok itu sejadinya.
Andro melirik pada temannya yang lain. Lalu tawa mereka pun pecah.
"Asem ya!" rutuk Eros kesal. "Lagi kusut gini malah diketawain."
Dan perkataan itu, bukannya membuat tawa berhenti, eh justru sebaliknya. Tawa makin menjadi-jadi.
"Eh eh eh ...."
Tampak seorang teman Eros yang lainnya mengangkat tangan ke tengah-tengah meja. Bergerak dalam memberikan intruksi agar mereka segera menghentikan tawa yang masih membahana tersebut.
"Ssst ... Ssst ...."
Eros melirik pada temannya itu, Evan. Cowok itu tampak mengerutkan dahi dengan menampilkan ekspresi setengah simpatik setengah meledek.
"Pamalik loh ngeledekin pengantin baru," kata cowok itu kemudian. "Salah-salah kita ntar kena karma." Evan menyeringai geli. "Nggak bisa ngaceng lagi. Mampuslah!"
Kali ini Eros tak mampu menahan dirinya lagi. Kulit kacang di tangannya melayang. Mendarat di dahi Evan yang tertawa terbahak-bahak.
"Berenti deh," kata Eros kemudian. "Emang lagi nggak mood banget malam ini. Berasa mau nonjok orang bawaannya."
Evan yang dari tadi tertawa paling terbahak, sontak menghentikan tawanya. Kali ini benar-benar menghentikan tawanya. Bahkan ia melirik pada teman-temannya. Suara yang tadi riuh, seketika berubah. Nyaris hening dengan lirikan-lirikan penasaran.
"Lagi ada masalah sama Leony?"
Yang bertanya kali ini adalah Ikal. Teman Eros yang justru kepalanya botak, alih-alih memiliki rambut ikal sungguhan seperti namanya.
Eros berdecak sekilas. Lantas merutuk. "Ya gitu deh."
"Kenapa?" sambar Lutfi. "Nggak biasanya kalian berantem."
"Benar."
Omen, temannya yang tengah menikmati secangkir kopi hitamnya, turut membenarkan perkataan Lutfi. Pun mengangguk beberapa kali.
"Semua orang tau kali betapa romantisnya kalian," sambung Omen seraya melirik ke sebelahnya. "Emang kayak Evan? Player, tapi nggak ada romantis-romantisnya."
"Asem! Malah aku yang kena!" rutuk Evan tak terima.
Eros tampak mengembuskan napas panjang. Perkataan teman-temannya membuat cowok itu menyandarkan punggungnya ke sofa. Alih-alih melanjutkan menikmati camilan yang tersedia di atas meja.
Bahu Eros tampak naik sekilas. "Nggak tau deh. Leony kayak yang beda. Jadi males aku."
"Beda?" Andro bertanya seraya melirik pada teman-temannya. "Beda gimana? Ehm ... maksudnya dia punya cowok lain gitu?"
Eros tampak meringis. "Leony bukannya selingkuh. Tapi ...." Cowok itu kembali mengembuskan napas panjangnya dengan kesan tengah menahan kesal. "Cuma ... dia beda banget dengan pas kami pacaran dulu."
"Beda apaan sih, Ros?" tanya Omen yang geregetan. "Pake bahasa manusia napa? Mana paham nih kita-kita pake bahasa isyarat."
"Hahahahaha." Evan kembali tergelak. "Baru nikah lima bulan coba. Eh, si Eros udah ketularan sifat cewek istrinya. Hahahaha. Kasih-kasih kode."
Membiarkan teman-temannya tertawa, Eros lebih peduli dengan pelayan yang membawakan pesanannya tadi. Sepiring nasi goreng paket lengkap dan secangkir kopi tersaji di hadapannya. Dan cowok itu tak menunggu lebih lama lagi, langsung meraih sendok dan juga garpunya. Mulai menyantap makan malamnya yang tertunda.
Acuh tak acuh, Evan lantas tampak menyesap minumnya. Lalu berkata pada Eros.
"Tumben kamu makan di luar kayak gini, Ros. Biasanya kan Leony rajin banget masak buat kamu."
Mendengar hal itu, Andro, Ikal, Omen,dan juga Lutfi saling pandang. Lalu angguk-angguk kepala dengan kompak. Hingga menimbulkan satu kesimpulan yang tak terbantahkan.
"Sial!"
"Pasangan paling hot se-fakultas bisa ribut juga?!"
Eros memasukkan satu sendok penuh nasi goreng ke dalam mulutnya. Mengunyah dengan ekspresi yang sama persis seperti ekspresi Titan yang sedang memangsa manusia. Tampak menakutkan.
"Ck. Pasangan paling hot," rutuk Eros. "Pasangan paling hot apaan? Nggak tau deh itu Leony. Udah tau aku tuh kalau malam harus makan nasi. Eh ... dia malah beli bakso coba."
Maka dimulai dari sana, pada akhirnya kelima orang temannya pun tau. Eros benar-benar sedang ribut dengan Leony. Hal yang tentu saja mengejutkan untuk mereka. Karena ya ampun. Seperti yang dikatakan oleh Andro tadi. Eros dan Leony itu benar-benar layaknya legenda di kampus mereka. Siapa sih yang tidak mengenal mereka berdua? Mustahil. Bisa dikatakan sampai semua dosen pun mengenal mereka. Saking mereka yang menjadi pasangan fenomenal di kampus. Romantis, adem ayem, dan wih! Pokoknya mereka berdua secara tidak langsung menjadi trendsetter pacaran satu kelas. Bahkan saat itu, mereka sempat didesak oleh teman-teman mereka agar salah satu di antara Eros atau Leony untuk pindah dosen Pembimbing Akademik. Biar makin lengket. Hihihihi.
Eros dan Leony berpacaran ketika mereka masih di tahun pertama kuliah. Lebih tepatnya di pertengahan semester genap. Jadi, sebelum mereka menikah, mungkin keduanya sudah berpacaran sekitar empat tahun lamanya. Waktu yang tidak bisa dikatakan sebentar, tentu saja. Bahkan untuk sebagian orang, berpacaran selama empat tahun tanpa ada kehadiran orang ketiga sebagai selingan, itu adalah satu prestasi yang layak dimasukkan ke dalam rekor MURI. Tapi, Eros dan Leony membuktikannya.
Tak hanya adem ayem, hubungan Eros dan Leony juga cenderung romantis. Maka tidak jarang sih beberapa orang teman cewek mereka cenderung menjadikan Eros dan Leony sebagai standar hubungan pacaran mereka. Tapi, sekarang?
"Beneran deh," rutuk Eros seraya menyingkirkan piringnya yang kosong. "Akhir-akhir ini Leony udah yang berubah gitu."
Mendapati Eros pada akhirnya benar-benar merutuk dan mengoceh, teman-temannya pun memilih untuk mendengarkan. Tak mengatakan apa-apa. Hanya ada suara Eros yang diiringi oleh suara Ariel yang diputar pihak kafe dan juga bunyi kulit kacang yang dibuka.
"Cerewetnya minta ampun!"
Mengambil kacang selanjutnya, Lutfi menyeletuk. "Aku pikir Leony nggak cerewet ah. Lebih cerewet lagi itu. Siapa namanya?" Lutfi tampak mengingat-ingat seraya melihat pada Evan. "Mantan kamu yang anak ekonomi itu loh."
Evan meringis. "Aaah ...." Cowok itu menganggukkan kepalanya berulang kali. "Donita maksud kamu?"
"Nah, bener!"
"Setuju!" imbuh Omen. "Donita itu ampun. Cerewet banget. Heran juga kenapa kamu mau sama dia."
Menyeringai, Evan menjawab. "Bokongnya montok. Biarin juga dia ngoceh, asal tangan aku bisa kerja."
Sekejap, pembiaraan mereka lantas terjeda oleh tawa yang meledak lantaran kejujuran yang dikatakan oleh Evan. Hingga ia kembali bicara.
"Tapi, beneran deh. Secerewet apa sih Leony sampe kamu kayak gini? Masih mending Leony lagi ketimbang Donita."
Eros geleng-geleng kepala. "Kalian nggak tau aja. Pokoknya Leony kini beda banget," katanya lagi. "Beda banget deh pokoknya kayak pas kami masih pacaran dulu."
"Segitunya?" tanya Andro.
"Segitunya," ringis Eros. "Saking segitunya ..." Eros menarik napas dalam-dalam. "... sampe beneran ngebuat aku jadi nyesal nikah cepet-cepet."
"Wo hoh!"
"Hahahahaha!"
Ledekan dan tepukan tangan teman-temannya membuat Eros merasakan panas di wajahnya. Tapi, demi apa coba? Yang dikatakan oleh cowok itu benar-benar adalah yang ia rasakan.
"Udah aku bilangin coba," ledek Evan kemudian. "Nikah tuh cuma buat susah aja. Mendingan kayak aku. Ke mana-mana happy kan?"
Ikal melempar kulit kacang pada Evan. "Teman lagi galau malah dikomporin. Parah kamu, Van."
"Hahahahaha. Loh aku bukan ngomporin. Apa yang aku bilang beneran loh." Evan melirik pada Eros. "Iya nggak?"
Tak menjawab pertanyaan itu, Eros meraih cangkir kopinya. Menyesap isinya yang mulai mendingin.
"Ini aja coba ya," lanjut Eros seraya menaruh kembali cangkir kopinya di atas tatakan. "Aku mau keluar sekalian nyari makan, eh ... dia nggak nyuruh. Lah kalau nggak nyuruh aku keluar, ya seharusnya dia nyiapin makan dong."
Kali ini, Eros yang tadi tertawa, sontak menelan kembali tawanya. Matanya melirik pada temannya yang lain. Layaknya mereka yang sedang berkomunikasi dalam bahasa batin.
Sial!
Tapi, baik Evan, Andro, Ikal, Omen, dan juga Lutfi pada akhirnya memilih untuk tidak melanjutkan lagi pembicaraan itu. Karena jelas sekali, Eros memang sedang kusut. Keluhan cowok itu tentang istrinya itu jelas bukan gurauan semata. Apalagi ketika selanjutnya Eros kembali berkata.
"Aku bilangin deh ke kalian ya. Cewek itu beneran aneh. Waktu pacaran dan nikah, itu jauh beda."
*
Ketika Eros pulang ke unit, ternyata hari telah berganti. Alias sudah lewat dini hari. Maka dari itu ia berjalan dengan pelan. Khawatir kalau suara langkah kakinya akan membangunkan Leony yang tengah terlelap. Bukannya apa. Tapi, Eros tidak ingin kepulangan dirinya justru disambut oleh cercaan Leony yang menanyakan kenapa dirinya baru pulang selarut itu. Demi Tuhan! Eros tidak ingin diceramahi lagi.
Pelan-pelan masuk ke dalam kamar, Eros mendapati tidak ada lagi handuk di depan pintu. Ia bisa menebak. Pasti Leony sudah menjemurnya. Dan ketika ia mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai, ia merutuk di dalam hati.
Kan kalau dari awal dia mau jemur handuk aku, nggak bakal jadi panjang lebar.
Ck.
Dasar cewek.
Kenapa coba yang harusnya bisa diselesaikan malah justru dipanjang-panjangin?
Dengan rasa letih dan kantuk yang mulai menggelayuti kedua kelopak matanya, Eros pun lantas merebahkan tubuhnya. Berbaring tepat di sebelah Leony yang tampak damai dengan posisi membelakanginya. Perlahan ia pun mulai melepaskan kesadarannya.
Keesokan harinya, ketika Eros bangun, tak ada lagi ada Leony di sebelahnya. Ia tau. Istrinya itu pasti sudah beranjak dari tadi. Seperti biasa. Cewek itu akan menyiapkan sarapannya. Dan selagi Leony memasak, maka Eros pun akan mandi. Yah ... itu memang rutinitas pagi. Tapi ....
Eros celingak-celinguk. Melihat-lihat pada jemuran lipat yang berukuran kecil di depan kamar mandi mereka.
"Ny?" Eros memanggil istrinya yang tengah berkutat di depan kompor. "Handuk aku mana?"
Leony tak menoleh. Hanya menjawab. "Tauk deh."
"Loh?" Eros melongo. "Kamu taruh ke mana handuk aku? Aku mau mandi?"
Kali ini, Leony membalikkan tubuh. Berkacak pinggang, dengan mata yang memerah layaknya cewek itu yang kurang tidur, Leony membalas.
"Kemaren juga aku nyuruh kamu buat jemur, tapi kamu nggak mau dengar. Ya aku buang deh itu handuk kamu. Beres kan? Biar aku nggak ngomel-ngomel lagi."
Mata Eros membesar. Syok.
"Dibuang?!"
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top