49. Bukti Nyata

Sama seperti bulan lalu, akan selalu ada kunjungan keluarga yang Eros dan Leony dapatkan pasca kontrol kandungan. Begitu pun di hari itu. Ketika Eros yang sudah berencana ingin bangun lebih siang, justru tersentak mendengar suara bel yang bertubi-tubi. Seperti tengah menyadarkan cowok itu. Ada rutinitas alam yang harus ia hadapi.

Keluarga mereka datang dengan lengkap. Ada Pratiwi, Rizal, Adi, Utami, dan ... eh? Eros tampak tersenyum ketika mendapati seorang cowok yang berdiri di dekat Utami. Sang kakak ipar.

Menyambut kedatangan mereka, Eros tampak berjabat tangan dengan Eggy. Lantas berbasa-basi bertanya.

"Gimana kabarnya, Kak?"

Acuh tak acuh, Eggy mengangguk sekali. "Baik," jawabnya. "Mana Leony?"

"Lagi di kamar mandi kayaknya," jawab Eros seraya menutup pintu.

Berkumpul di ruang tamu sejenak, Pratiwi dan Utami lantas meninggalkan para kaum Adam. Beranjak ke dapur demi membuka semua makanan yang mereka bawa. Dan ketika itu, bertepatan dengan Leony yang baru keluar dari kamar mandi. Sontak saja, cewek itu langsung ditarik oleh ibu dan mertuanya.

"Cewek ya, Ny?"

"Anak kamu cewek?"

Ah, tentu saja. Orang tuanya pasti sangat antusias dengan informasi yang satu itu. Berita yang sebenarnya sudah Eros kabarkan pada mereka di malam setelah mereka kontrol kandungan. Tapi, tentu saja. Pemberitahuan melalui telepon tidak sama rasanya dengan pemberitahuan secara langsung. Maka Leony mengangguk. Mengusap perutnya seraya mengulum senyum.

"Iya. Dedek cewek."

Pratiwi dan Utami seketika saling berpelukan dengan amat senang. Terutama Pratiwi. Mertuanya itu tampak langsung memberikan pelukan selamat.

"Ya ampun, Ny. Mama seneng banget. Dari dulu pengen punya anak cewek, eh ... nggak kesampaian. Akhirnya bisa ngerasain juga punya bayi cewek."

Ketika pada akhirnya ketiga orang wanita itu bergabung kembali ke ruang tamu, maka keriuhan pun tercipta. Pratiwi dan Utami yang menaruh makanan dan minuman di meja tampak terkekeh ketika Rizal berkata dengan wajah protes.

"Kenapa cewek, Ny? Padahal Papa udah ngebayangin mau ngajak Dedek mancing di empang."

Leony terkekeh. Menunjuk pada Eros. "Salahin Eros dong, Pa. Jangan protes ke aku. Hehehehehe."

Hingga untuk kemudian, ketika Rizal beralih pada Eros, Leony justru menghampiri Eggy. Memberikan satu pelukan singkat pada sang kakak.

"Akhirnya datang juga," kata Leony manja. "Aku pikir Kakak bakal datang pas aku lahiran ntar."

Eggy tersenyum kecil. "Biasa. Banyak kerjaan di kantor. Makanya baru sempat ke sini sekarang."

"Ma, bilang ke Kakak," kata Leony kemudian pada Utami. "Aku udah mau punya anak, masa Kakak belum mau nikah sih? Ehm ... aku yakin. Di kantor pasti banyak yang naksir Kakak."

Utami mendengkus geli. "Mana mungkin," katanya seraya melambaikan satu tangannya. "Lah anak tetangga aja pada ketakutan kalau ngeliat Kakak kamu. Pasti di kantor orang-orang juga pada takut sama dia."

"Ck." Leony geleng-geleng kepala. Menampilkan ekspresi prihatin pada kakaknya. "Coba Kakak biasakan senyum, Kak. Cewek itu suka sama cowok yang suka senyum."

Dan melibatkan diri dalam percakapan adik kakak itu, Pratiwi lalu melayangkan idenya. Hal yang tentu saja bukannya membuat sang bujangan senang, malah sebaliknya. Ngeri.

"Mama ada punya kenalan. Ada anak ceweknya. Kamu mau Mama kenalin nggak, Gy? Siapa tau cocok."

Karena memang akan tiba masanya di mana ibu-ibu menjadi begitu bersemangat untuk urusan comblang-mencomblang. Yang mana sebaliknya, tidak ada anak yang semangat kalau orang tuanya sudah membahas soal itu.

"Ehm ... nggak usah, Ma. Aku---"

"Loh? Kamu ada kenalan yang punya anak cewek?"

Belum lagi Eggy sempat menyelesaikan perkataannya, ternyata sang ibu sudah bertanya pada Pratiwi. Tampak antusias.

"Siapa? Aku kenal juga nggak?"

Ah, sudahlah. Eggy memilih untuk tidak berusaha menginterupsi percakapan Pratiwi dan Utami. Ia yakin bahwa dirinya tidak akan sanggup. Lagipula, Eggy bukan tipikal cowok yang memusingkan hal itu. Kalaupun kedua orang wanita paruh baya itu ingin mengenalkan dirinya pada seorang cewek, ia tetap tidak akan menemuinya. Sama sekali tidak ingin memikirkannya.

Karena ketimbang memikirkan soal itu, Eggy tentu saja lebih tertarik dengan keadaan Leony.

"Kamu sehat-sehat aja kan?" tanya Eggy kemudian. "Ngidam apa sekarang?"

Mendahului jawabannya dengan seuntai senyum, Leony pun mengangguk. "Sehat kok, Kak. Malah sehatnya double."

Leony terkekeh seraya mengusap perutnya. Mengacu pada jawabannya tadi. Dan tentu saja, Eggy pun bisa menilai kebenaran dari perkataan sang adik.

"Kalau ngidam sih ... aku ngidamnya cuma tempe dan tahu goreng sih. Tapi ...."

Eggy mengerutkan dahinya. "Tapi?"

"Tapi, itu harus Eros yang masaknya," lanjut Leony mengulum senyum. "Selama hamil ini aku cuma mau makan masakan Eros. Atau paling nggak ... ya makanan yang udah kena tangan dia. Kalau nggak, aku bisa muntah-muntah, Kak."

Eggy tak mengerti. "Maksudnya?"

Jadi, Leony kembali menjelaskan. Bagaimana dirinya yang selama berapa bulan belakangan ini benar-benar tidak bisa makan makanan lain, selain masakan Eros. Atau kalaupun dirinya ingin makan makanan yang bukan Eros masak, itu harus dipastikan bahwa Eros yang menyuapnya.

Tentu saja, penjelasan itu membuat Eggy memandang heran pada Leony. Mungkin merasa aneh. Hal yang tentu saja dimaklumi oleh Leony. Hingga mertuanya pun menimpali penjelasan itu.

"Bulan kemaren Mama udah masakin dia bolu. Eh, baru makan segigit, Leony langsung muntah-muntah, Gy. Tapi, pas itu bolu disuapin sama Eros. Ajaib. Jangankan muntah, yang ada malah Leony nambah sampe lima."

Utami pun menambahi informasi itu. "Pokoknya kalau sama Eros, nasi satu magic com itu bisa dia habiskan seorang diri. Makanya nggak heran kalau badannya melar gini. "

Leony tertawa. Begitu pun dengan yang lainnya. Walau tentu saja, Eggy tidak sepenuhnya percaya dengan perkataan itu. Toh, Eggy belum pernah menghadapi ibu hamil beserta keanehan yang menyertainya.

Namun, semua itu kemudian terbukti. Ketika siang itu mereka makan bersama. Lesehan di lantai setelah menggeser meja ruang tamu, Eggy mendapati kebenaran perkataan orang tuanya.

Lantaran makanan yang mereka nikmati adalah makanan yang dibawa oleh Pratiwi dan Utami, sontak saja Leony meminta suaminya itu yang menyuapinya. Eros sih sebenarnya malu ditonton oleh banyak mata saat itu. Tapi, apa boleh buat?

Ada Dedek Maliki yang udah kelaparan di dalam sana.

Hiks.

Dan seumur hidup, Eggy berani bersumpah. Ia tidak pernah melihat Leony makan sebanyak itu. Tidak pernah hingga hari itu. Di mana ia berpikir bahkan Eros tidak bisa benar-benar menikmati makannya. Lantaran demi melayani Leony.

Namun, tak mampu dipungkiri. Bahwa Eros tampak senang menghadapi Leony. Sama sekali tidak memperlihatkan rasa terpaksanya ketika harus memenuhi keinginan manja sang adik yang jelas ... semakin menjadi-jadi. Hal yang tak akan lepas dari pengamatannya.

Beberapa bulan tidak bertemu, lantas mendapati Leony sudah di bulan keempat kehamilannya, otomatis sedikit banyak membuat Eggy perlu mengerjapkan matanya terlebih dahulu saat pertama kali melihat Leony. Adiknya itu tampak berubah. Entah itu dari fisik, penampilan, dan ... auranya.

Memang, tubuh Leony tampak lebih berisi ketimbang dulu. Layaknya yang sering dialami oleh setiap ibu hamil. Pun ia yang kerap kali mengenakan celana pendek ketika berada di rumah, kali ini justru tampak nyaman dengan daster longgar di tubuhnya. Namun, yang paling penting adalah bagaimana Eggy bisa mendapati kebahagiaan itu seperti menguar dari diri Leony.

"Padahal Kakak tau?" tanya Adi kemudian pada Leony. "Dari hari Papa tau kalau Kakak hamil, Papa udah persiapan buat nyambut cucu cowoknya. Eh, taunya malah cucu cewek yang bakal datang."

Tawa pecah ketika Adi menceritakan hal yang tak diketahui oleh Eros dan Leony selama ini. Tampak Rizal yang cemberut. Terutama karena istrinya menimpali perkataan Adi.

"Orang Papa aja udah beli baju spiderman coba, Ny. Bahkan kapan hari, kami pergi belanja. Pas kami lewat toko mainan, eh ... Papa langsung beli mobil-mobilan coba. Hahahaha. Katanya buat cucu tersayang."

Leony tertawa. "Eh, nggak taunya cucunya malah cewek lagi." Berpaling pada Eros, ia tampak menyenggol dengan ujung sikunya. Seraya bersandar ketika menyamankan diri setelah menikmati makan siang. "Kamu sih. Gara-gara kamu ini. Kasian deh Papa. Hihihihihi."

"Eh eh eh! Tapi, emang bagus cewek dong. Mama kan juga pengen ngerasain ngurus bayi cewek. Udah bosan Mama ngurusin bayi cowok aja dari dulu," kata Pratiwi. Dan ia bertanya pada besannya. "Iya kan?"

Utami terkekeh sekilas. "Kalau aku mah mau cewek atau cowok, terima semua. Toh udah ngerasain dari dulu."

Wajah penuh semangat Pratiwi langsung melesu. Menyadari dengan pasti bahwa Utami memang sudah merasakannya. Dari Eggy dan juga Leony.

"Ya ... kalau gitu apa boleh buat," kata Rizal kemudian. "Nggak apa-apa anak pertama ini cewek. Ntar pas yang kedua baru cowok. Biar ada yang bantu jagain mamanya di rumah kalau Eros nggak ada."

"Astaga, Pa," desis Eros horor. "Satu aja belum lahir. Eh, malah udah minta yang kedua?"

"Hahahahaha."

"Coba tanya Eggy. Pasti dia juga mau dapat keponakan cowok. Iya kan, Gy?"

Eggy yang memang pada dasarnya lebih suka diam, mengamati keriuhan keluarga mereka dalam senyuman tipisnya, sontak saja terlonjak ketika mendengar pertanyaan itu. Membuat ia mengerjap.

"Eh? Ehm ... i-i-iya, Pa."

"Tapi, keponakan cewek lebih menggemaskan, Kak. Aku aja emang berharap biar keponakan aku banyak cewek."

Eggy geleng-geleng kepala mendengar perkataan Adi. Karena tentu saja, perkataan itu menarik perdebatan menggelikan yang kembali memeriahkan ruang tamu itu.

"Harus adil. Ada cewek ada cowok."

"Orang Papa dulu juga nggak adil. Ini anak kita cowok semua."

"Kalau gitu, biar Eros nanti yang ngambil keputusan."

Astaga, tapi sumpah. Leony tidak pernah mengira bahwa jenis kelamin bayi yang ia kandung akan menjadi hal yang menggelikan seperti ini. Walau tentu saja, ia yakin. Entah bayi yang akan ia lahirkan cewek atau mungkin cowok, Leony yakin ia akan disayangi oleh mereka semua.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top