43. Masih Tersimpan
Sial.
Lagi-lagi ada Sony?
Ya ampun.
Dia nggak kepikiran buat bener-bener buat ngedeketin Leony kan?
Gila aja.
Jangan bilang kalau dia ngira aku itu sebangsa Samsung atau Iphone, makanya dia mau saingan sama aku!
Nggak bakal aku biarkan!
Eros mencoba untuk bersabar. Menarik napas dalam-dalam, bahkan menyempatkan untuk memejamkan mata beberapa detik lamanya. Tidak ingin menuruti emosinya yang selalu muncul tatkala melihat selalu ada Sony di dekat Leony, untuk beberapa kesempatan. Dari makan siang, sampai pulang kantor. Dan ... tunggu dulu.
Mata Eros membesar. Mendadak teringat akan sesuatu yang nyaris terlewatkan olehnya. Karena semula ia memang yang tidak kepikiran ke arah sana.
Waktu hujan itu ....
Jangan bilang dia mau sok-sok ngasih jaket ke Leony.
Astaga!
Ini cowok bujangan nggak dapat stok cewek lain apa?
Gadis atau janda bejibun woy!
Ngapain naksir sama istri orang?
Sepertinya Eros butuh hujan saat ini. Karena sungguh, mendadak saja Eros merasa seperti ada kebakaran di dalam dadanya. Panas, Cyyyyn!
Dan untunglah, Tuhan dengan cepat mengabulkan permintaan Eros. Karena di detik selanjutnya, hujan yang ia butuhkan benar-benar datang. Dalam bentuk Leony yang berlari-lari kecil ke arahnya. Dengan tersenyum lebar dan langsung memegang tangannya. Mengabaikan orang-orang di sana, ia membawa jemari Eros untuk mengusap perutnya sekilas.
"Dedek kangen. Usap-usap dulu."
Ah .... Rasanya persis seperti Eros yang menemukan oase di padang pasir. Melegakan dirinya. Bahkan lebih dari itu, membuat ia tenang seketika. Hal sangat bagus, mengingat beberapa saat kemudian ia sudah melajukan kembali motornya di jalanan. Ehm ... mengendarai kendaraan dalam keadaan perasaan yang tidak bagus, itu benar-benar berisiko terhadap keselamatan.
Sepanjang perjalanan, Eros merasakan samar perut Leony menekan punggungnya. Cukup menjadi tanda bahwa cewek itu memeluknya. Pun mendaratkan wajahnya pula. Kala itu, Leony mengajaknya untuk bercakap-cakap.
"Rencananya ntar aku mau masak tumis sawi putih dengan jagung manis, Ros. Ehm ... kamu mau? Atau aku perlu masak yang lain aja?"
"Eh, kayaknya kita juga udah lama kan nggak makan tumis sawi? Ehm ... pasti enak. Kamu masak itu aja deh buat makan malam ntar. Nggak usah masak yang lain. Biar cepet juga kamu masaknya. Jangan capek-capek."
Mengulum senyum di belakang, Leony mendapati pemikiran menggelikan muncul di benaknya.
Ehm ....
Eros nggak nyuruh aku capek-capek.
Hihihihihi.
Karena hanya butuh sepuluh menit lamanya bagi Leony, dari menyiapkan bahan hingga kemudian hidangan tumisan sawi dan jagung manis itu tersaji di meja makan. Tentunya, setelah Eros menunaikan rutinitas barunya selama kehamilan Leony. Yaitu, menggoreng tempe dan tahu. Untuk kemudian, mereka pun menikmati makan malam itu dengan nyaman.
Hingga kemudian malam pun mulai larut, Eros yang baru masuk ke kamar setelah dari toilet, mendapati Leony yang tampak berbaring di kasur dengan memijat kedua kakinya. Cowok itu pun menghampiri istrinya.
"Kenapa? Kamu capek? Tuh kan. Baru aja tadi aku bilangin jangan sampe kecapekan."
Leony mengembuskan napas panjang. Tampak manyun dengan kedua tangan yang masih memijat. Ia mengangguk.
"Nggak tau deh. Aku emang ngerasa mudah capek sih akhir-akhir ini. Mana sering ngantuk lagi. Padahal masih pagi. Dan sekarang, betis aku rasanya pegel banget. Ehm ...." Leony semakin manyun. Menunjukkan betisnya. "Betis aku nambah gede nggak sih, Ros?"
Karena itulah sehingga Eros kemudian menundukkan pandangannya. Melihat pada kedua betis Leony yang tampak ... ehm. Memang sedikit lebih besar dari biasanya.
Eros beringsut. Mendekati Leony dan menyingkirkan kedua tangannya dari betisnya sendiri. Memutuskan agar dirinya yang melanjutkan pijitan itu. Yang tentu saja diterima Leony dengan senang hati.
"Ya wajarlah kalau betis kamu nambah gede," kata Eros seraya memijat betis Leony. "Kan itu artinya Dedek nambah gede. Kasihan kamu dong kalau betis kamu masih langsing kayak dulu. Ntar nggak kuat lagi bawa badan kamu dan Dedek."
Leony tampak diam. Lalu melihat pada perutnya yang buncitnya semakin lama semakin tampak. Bahkan sekarang orang-orang yang tak mengenal dirinya pun akan tau kalau dia sedang mengandung.
Leony mengusap perutnya. Tersenyum. "Iya juga sih. Dedek udah makin gede. Ehm ... bentar lagi kayaknya aku udah nggak bisa pake celana lagi deh, Ros."
"Ntar kita pergi deh. Cari baju buat kamu ke kantor dan buat di rumah."
Ya ampun.
Eros bener-bener deh.
Lagi sambil mijit kaki aku, dia bahkan ngajak aku belanja.
Hiks.
Leony terharu. Matanya tampak berkaca-kaca. "Beli dress gitu buat aku ke kantor. Terus daster buat di rumah. Ya ampun. Aku cocok nggak ya pake daster? Ehm ...." Leony mendehem dengan kerutan di dahinya, terpikirkan oleh sesuatu hal lainnya. "Apa kita sekalian belanja kebutuhan Dedek, Ros? Beli popok, kain bedung, baju, kaus kaki, kaus tangan, topi."
Dan Eros sontak tertawa. Menyadari bahwa ajakan belanja pada cewek adalah cara terjitu untuk membunuh diri sendiri. Lihat? Dari rencana membeli pakaian pengganti untuk Leony, sekarang justru merambah ke perlengkapan bayi. Yang bahkan jenis kelaminnya pun belum mereka ketahui. Hahahahaha.
"Terus ... beli selimutnya. Kasur bayinya. Ayunan juga, Ros."
Ajaib, tapi Eros berani bersumpah. Ekspresi lelah di wajah Leony sontak hilang. Tergantikan oleh ekspresi suka cita. Ehm ... memang terbukti. Efek belanja tidak pernah gagal untuk mengembalikan keceriaan seorang wanita.
Wanita anda sedang gundah gulana?
Ajak saja belanja.
Trust me, it works!
Walau jelas, ada sesuatu yang terbersit di benak Eros. Yaitu, ketika Leony yang dalam hitungan bulan akan menjadi seorang ibu, ternyata mulai memikirkan keperluan untuk bayi mereka. Atau ... itu sebenarnya karena Leony memang ingin belanja?
Ah, Eros tidak peduli. Entah itu karena dorongan naluri ibu yang ingin menyambut anaknya atau justru dorongan naluri wanita yang ingin memuaskan hasrat belanjanya. Yang Eros pedulikan adalah ekspresi senang Leony.
"Hahahahaha. Terus mau beli apa lagi?"
"Kereta bayi? Mainan gantungan? Bak mandinya? Ya ampun, Ros. Banyak banget yang mau dibeli buat Dedek."
"Hahahahaha. Semoga aja nggak sampe ngejual La Coffee ya?"
Leony ikut-ikutan tertawa. "Nggak dong. Kan ginjal kamu masih ada, Ros."
Eros melongo sedetik. Dan lalu tawanya benar-benar meledak. Walau jelas, dengan kedua tangan yang tidak berhenti memberikan pijatan pada betis Leony. Hingga kemudian, calon ibu yang sekarang mulai merasakan bagaimana tubuhnya mudah terasa letih, pelan-pelan memejamkan matanya. Layaknya ia yang terbuai dengan sentuhan Eros yang menenangkannya. Hingga tak butuh waktu lama, Leony pun lantas tertidur. Dengan rasa nyaman karena yakin bahwa ia dan bayi yang ia kandung, mendapatkan perhatian yang seharusnya.
*
Nggak pernah ngeluh buat gorengin tempe dan tahu.
Bawain aku bunga mawar.
Terus hujan-hujanan jemput aku di kantor.
Masakin aku air panas buat mandi.
Bahkan mijitin aku sampe aku tidur.
Ya ampun.
Segitunya Papa jagain kita ya, Dek?
Dengan mengusap-usap perutnya, di kala waktu istirahat yang menyisakan beberapa menit lagi, Leony membayangkan banyak hal di benaknya. Dan itu pasti berkisar dari perlakuan Eros yang ia terima selama berapa bulan belakangan ini.
Makanya ....
Dedek sehat-sehat terus ya?
Biar ntar bisa ketemu sama Papa.
Eh, ketemu sama Mama juga dong.
Sekarang rasanya Leony sudah berada di tahap tidak sabaran untuk melahirkan. Padahal usia kandungannya baru saja berjalan setengah. Jangankan itu, konsultasi bulan keempat pun belum ia lakukan.
Ah, berbicara mengenai konsultasi bulan keempat, Leony menyadari bahwa sebentar lagi jadwal kelas ibu hamilnya akan dimulai. Dan memikirkan itu, Leony pun menjadi tidak sabar. Karena berbekal dari informasi yang ia dapatkan di internet, ada banyak hal menyenangkan di kelas ibu hamil. Dari pelajaran mempersiapkan tas persalinan, senam menjelang persalinan, bahkan hingga cara memandikan bayi.
Uh!
Membayangkan bahwa dirinya akan segera memandikan bayi mereka, sontak saja menghadirkan rasa gemuruh di dada Leony. Rasanya persis seperti ada kepakan sayap kupu-kupu di perutnya. Ehm ... itu persis seperti waktu ia menerima ungkapan cinta Eros dulu.
Eh?
Leony memegang pipinya.
Malah ingat Eros lagi.
Membayangkan Eros untuk yang kesekian kalinya, Leony sontak saja memikirkan sesuatu. Entah mengapa, tapi ia mendapati ada dorongan yang membuat ia teringat akan kenangan beberapa bulan yang lalu. Hingga ia pun mengirimkan pesan pada Eros.
[ Hubby ]
[ Ros .... ]
[ Kita ke pasar malam yuk. ]
[ Rasanya aku mau main komedi putar. ]
[ Makan gulali. ]
[ Terus cari boneka gede. ]
Dan selagi menunggu Eros membalas pesannya, Leony kembali mengusap perutnya. Menunduk dan tersenyum. Berkata dengan lirih nan lembut pada bayinya.
"Ntar Mama kasih tau tempat di mana Papa ngelamar Mama ya? Dedek mau tau kan? Ehm ... bisa banget ya nyuruh Mama bocorin rahasia Mama dan Papa."
Karena menurut Leony, alasan mengapa dirinya mendadak ingin pergi ke sana adalah karena bayinya. Keinginan bayi mereka. Hingga ia tak bisa berpikir untuk menolak dorongan itu, sedikit pun juga.
[ Hubby ]
[ Ke pasar malam? ]
[ Oke. ]
[ Tapi, jangan sekarang ya? ]
[ Gimana kalau hari Sabtu aja? ]
[ Kalau langsung dari kantor, aku takut kamu kecapekan. ]
[ Malam Minggu aja. ]
[ Mau? ]
[ Kita nge-date lagi. ]
Tidak tau mengapa. Harusnya Leony merasa senang. Dan nyatanya memang Leony merasa senang. Karena Eros amat memerhatikan keadaannya. Tapi, mengapa mendadak mata Leony berkaca-kaca?
Menaruh ponselnya di atas meja, Leony buru-buru menarik sehelai tisu. Langsung mengelap calon tangisan yang masih tertahan di kelopak matanya. Tapi, sungguh. Tak ada kata-kata yang mampu menggambarkan perasaan Leony kala itu. Ia merasa amat ... beruntung.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top