4. Rutukan Sang Suami

Leony menggeram saat ia masuk ke kamar setelah menyiapkan sarapan untuk Eros pagi itu. Rencananya, setelah mengerjakan beberapa tugas domestik –you know ya, seputar beres-beres rumah dan masak-, Leony akan segera mandi. Ia perlu bersiap untuk pergi ke kantor. Tapi, demi apa? Ketika Leony baru selangkah masuk ke kamar, ia mendapati handuk Eros berada di atas kasur dengan keadaan lembab dan menyerupai bola. Maka tentu saja gelegar suaranya tidak bisa untuk tidak membelah udara pagi itu.

"Erosss!!!"

Leony mengembuskan napas kesalnya. Mengambil handuk itu dan lantas menggeram ketika melihat cap lembab yang tercetak di atas tempat tidur. Kini wanita itu merasa kekesalannya semakin menjadi-jadi.

Leony memejamkan matanya rapat-rapat. Dengan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Pipinya pun lantas berubah warna menjadi merah.

"Abis mandi itu handuk dijemur! Bukan diuntel-untel di atas kasur!"

Tapi, Leony belum merasa cukup. Hingga pada akhirnya, kembali. Ia menjeritkan nama suaminya itu.

"Erosss!!!"

*

Sepertinya sih sepanjang hari itu Eros merasakan kepalanya berdenyut-denyut tiada henti. Mungkin efek karena toko kopinya cenderung sepi. Atau ... mungkin karena masih berkaitan dengan tragedi pagi tadi.

Argh!

Tiap kali Eros teringat bagaimana tingginya suara Leony ketika menjeritkan namanya seperti itu, sungguh! Eros pikir gendang telinganya akan meletus sebentar lagi.

Astaga!

Yang benar aja deh.

Cuma gara-gara handuk coba.

Tapi, udah kayak yang mendadak ada bom aja.

Ckckckck.

Mendengar betapa kuatnya suara Leony pagi tadi, Eros justru merasa heran bila tetangga apartemen mereka tidak ada yang mengeluhkan soal itu.

Ah, berbicara mengenai apartemen. Mengingat Eros dan Leony tergolong cepat menikah, maka keduanya sepakat untuk menyewa satu unit apartemen sederhana. Sebenarnya sih ... baik orang tua maupun mertua sama-sama saling bersedia memberikan tempat berteduh sampai beberapa waktu. Ya ... sampai mereka sanggup membeli rumah atau unit apartemen. Tapi, Eros pikir itu bukanlah hal yang tepat. Bukannya apa, hanya saja di benak Eros kala itu cuma terpikir untuk menjalani hari-hari berdua saja dengan Leony. Kan mesra tuh.

Dan sekarang ...?

Eros menyesal tidak menerima tawaran ibunya dulu. Lagipula di rumah orang tuanya, hanya ada ayah, ibu, dan seorang adik laki-lakinya yang masih duduk di kelas 1 SMA. Lumayan lapang walau hanya harus ditambah oleh Leony.

Ck. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Setidaknya itu karena Eros sudah menandatangi surat perjanjian untuk setidaknya menyewa di sana selama satu tahun lamanya. Baiklah.

Unit apartemen yang mereka sewa memang tidak tergolong ke dalam golongan apartemen mewah. Mewah level bawah pun tidak. Memang sepertinya sederhana adalah kata yang tepat –mengingat lokasinya. Maka tidak heran bila di dalam satu lantai Eros dan Leony bukanlah penghuni satu-satunya. Tapi, setidaknya Eros beruntung karena sampai hari ini dirinya tidak mendapat teguran karena terkadang Leony menjerit benar-benar dengan keadaan yang menakutkan.

Terletak di kawasan Jakarta Utara, sebenarnya apartemen pilihan Eros dan Leony terbilang bagus. Dengan sewa per bulan di bawah angka 2,5 juta rupiah, pasangan pengantin baru itu sudah mendapatkan beberapa fasilitas. Di antaranya dua kamar dengan masing-masing tempat tidur yang lengkap, kamar utama dan kamar anak. Televisi, kulkas, pendingin ruangan, dan set dapur standar. Praktis mereka hanya perlu menambah beberapa perlengkapan lagi. Seperti set sofa minimalis, peralatan masak lainnya, perlengkapan kamar mandi, dan juga mesin cuci –Leony meragukan kebersihan jasa penatu.

Sekilas melihat keadaannya pun yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum, Eros benar-benar yakin bahwa unit apartemen pilihannya itu akan menjelma menjadi hunian yang menyenangkan. Tempat yang aman dan nyaman, serta ditemani oleh istri tercinta. Sempurna bukan?

Tapi, entah mengapa akhir-akhir ini Eros justru merasa sebaliknya. Dan itulah alasan mengapa Eros menyesal tidak mengajak Leony tinggal saja di rumah orang tuanya. Karena setidaknya, kalau di rumah orang tuanya, Leony tidak mungkin terus-terusan menjeritkan namanya kan?

Membayangkan hal itu, maka tidak heran sama sekali ketika ia pulang malam setelah menutup toko kopinya, Eros tampak begitu letih. Ia masuk ke unit, melepaskan sepatu dan juga kaus kakinya dengan asal. Lalu beranjak menuju ke kamar.

Sepanjang perjalanan ke kamar, telinga Eros bisa mendengar suara televisi terdengar dari kamar mereka. Diiringi oleh suara tawa Leony.

Heran. Tapi, Eros mendadak menggerutu di benaknya.

Sama televisi juga dia ketawa-ketawa.

Sama aku malah teriak-teriak mulu.

Eros membuka pintu kamar. Dan kehadiran cowok itu tentu saja menginterupsi kenyamanan Leony yang sedang menikmati tayangan televisi.

"Udah balik?" tanya Leony bergeming di posisinya. Tampak ia begitu santai bersandar pada kepala tempat tidur.

Eros mengangguk. "Kamu masak apa malam ini?" tanyanya.

"Ehm ... aku nggak masak," jawab Leony enteng. "Soalnya aku balik tadi udah yang capek banget."

Napas Eros terdengar berat dan panjang, tidak seperti biasanya.

"Tapi, tenang aja."

Suara Leony kembali terdengar. Membuat Eros yang semula akan melepas kemeja yang ia kenakan, mengurungkan niatnya. Alih-alih, cowok itu tampak sedikit memutar tubuhnya. Melihat pada Leony yang masih santai dengan drama korea di layar datar itu.

"Aku udah beliin kamu bakso sih. Tinggal kamu panasin aja kuahnya."

Ya Tuhan.

Lagi-lagi Eros mengembuskan napas panjangnya. Di saat itu ia merasa bahwa mungkin dirinya memang harus mandi terlebih dahulu. Dan itulah yang ia lakukan kemudian. Keluar dari kamar, menuju ke kamar mandi.

Sekitar lima belas menit kemudian, Eros kembali masuk ke kamar dengan berbalutkan handuk di seputaran pinggangnya. Beranjak akan membuka pintu lemari, ia justru mendengar suara Leony menukas.

"Handuk ntar langsung jemur di belakang, Ros. Aku nggak mau tidur bareng handuk lembab di atas kasur soalnya."

Urung sudah niat hati Eros untuk membuka lemari itu. Yang ada sekarang ia justru memutar tubuhnya lagi. Melihat pada Leony walau jelas-jelas cewek itu masih memerhatikan drama di televisi.

"Astaga, Ny," lirih Eros terdengar lelah. "Kamu bisa nggak cerewet dulu nggak sih? Aku beneran capek hari ini. Dan ngedenger kamu ngoceh aja dari tadi, buat kepala aku rasanya mau pecah."

Tentu saja ucapan Eros berhasil menarik perhatian Leony. Kali ini, drama Korea tak lagi mampu untuk menahan perhatian Leony.

Cewek itu tampak bangkit dari posisi bersandarnya. Punggungnya menegap dan ia menatap pada Eros dengan dahi berkerut.

"Kalau kamu nggak teledor naruh handuk di sembarang tempat, aku nggak mungkin cerewetin kamu, Ros. Emang susah banget apa buat kamu jemur handuk di tempatnya?"

Ya ... kalau mau jujur sih ... sebenarnya tentu saja tidak susah. Toh cuma menjemur loh. Tapi ....

"Cuma perkara handuk doang lagi, Ny."

"Cuma?" dengus Leony mendengkus. "Cuma kamu bilang?" Cewek itu tampak menampilkan ekspresi setengah meringis. "Kamu nggak tau handuk kamu itu bakal bau kalau nggak dijemur? Dan tempat tidur juga ikut-ikutan lembab kalau kamu naruh handuknya di sini. Ntar bau juga. Emangnya kamu mau tidur di kasur yang bau? Kalau aku sih ogah."

"Ya kalau emang kamu nggak mau kasur jadi bau, ya kamu jemurlah handuknya."

"Astaga, Ros. Itu handuk kamu, ya kamulah yang jemur. Kamu kira kerjaan aku cuma ngurusin handuk kamu doang apa?"

"Kalau kamu nggak mau ngurus, ya udah. Diem ajalah. Kalau inget ya aku jemur, kalau nggak ya kamu yang jemur."

"Hah?" Leony melongo. "Kamu bener-bener deh, Ros. Kayak yang aku harus ngurusin handuk kamu aja."

"Terus kamu mau ngurusin apa lagi?" balas Eros. "Untuk makan malam pun kamu nggak masak. Kamu kan tau aku kalau malam itu harus makan nasi. Tetap aja nggak kamu masakin aku apa gitu."

"Ya kan aku capek, Ros. Udah aku bilangin aku balik tadi capek banget. Makanya aku nggak masak."

Menarik napas sekilas, Eros lantas beranjak sedikit menghampiri tempat tidur. Masih dengan handuk dan tanpa pakaian, cowok itu tampak berkacak pinggang. Ia membalas.

"Aku harus ngertiin kamu? Sementara kamu aja nggak mau ngertiin aku? Iya?"

Mata Leony sontak membesar. Kaget. Nyaris seperti tak percaya bahwa Eros mengatakan hal seperti itu pada dirinya.

"Ya kamu nggak bisa dong bandingkan soal handuk basah dengan bakso. Jelas ajalah beda."

"Udahlah, Ny. Bilang aja kalau aku yang harus ngertiin kamu. Sementara kamu seenaknya aja sama aku."

"Ros---"

"Kalau kamu ngertiin aku," potong Eros cepat. "Seenggaknya kamu masakin aku makan malam walau kamu capek."

Membalikkan tubuhnya, Eros lantas membuka lemari. Menarik beberapa lembar pakaian dan mengenakannya dengan cepat. Setelahnya, seperti memang berniat untuk memperuncing semuanya atau mungkin karena Eros juga sudah merasa lelah, cowok itu justru melempar handuk ke atas kasur. Dengan setengah membantingnya. Dan handuk itu mendarat tepat di sebelah Leony. Sontak saja membuat mata istrinya itu membesar.

"Eros, kamu ...."

"Kalau malam ini aku harus makan nggak pake nasi," kata Eros kemudian. "Berarti malam ini kamu juga tidur sama handuk basah aku."

Setelah mengatakan hal itu, Eros mengambil ponselnya dari atas meja. Langsung keluar dari kamar. Tak memedulikan Leony yang langsung ngomel-ngomel seraya melempar handuk itu.

Waktu yang tepat. Karena ketika Eros menutup pintu kamar dari luar, maka di saat itu pula handuk tersebut melayang ke arahnya. Hasilnya, handuk itu hanya bisa mendarat di pintu. Alih-alih kepala Eros.

"Huh!" dengkus Eros kesal. "Cerewet banget sih jadi cewek."

Masih dengan misuh-misuh, Eros lalu menuju ke dapur. Di atas meja kompor, ia melihat satu kantung plastik bewarna hitam. Membukanya, Eros mendapati ada bakso.

Eros segera menaruh mi bakso itu ke dalam satu mangkok selagi memanaskan kuahnya. Dan tak butuh waktu lama bagi cowok itu untuk kemudian ia duduk di meja makan dengan satu mangkok yang mengepulkan asap panasnya.

Eros sengaja menunggu sejenak agar bakso itu tidak terlalu panas lagi ketika mendapati ponselnya berdenting sekilas. Ada pesan. Dan lalu, diikuti oleh denting-denting selanjutnya.

Ehm ... itu pasti pesan grup.

Eros pun mengeluarkan ponsel yang sempat ia taruh di dalam saku celananya. Langsung menyasar pada grup yang mendadak heboh. Dan ketika ia membuka percakapan itu, ternyata temannya mengirim beberapa foto.

Satu persatu, Eros melihat foto-foto itu. Foto di mana tampak teman-temannya sedang berkumpul di kafe.

[ Kumpul yok .... ]

[ Yang mau gabung, buruan sini. ]

Eros bisa melihat bahwa beberapa orang temannya di grup itu –isinya kaum Adam semua-, tampak bersenang-senang. Padahal jelas sekali, sekarang masih dalam hari kerja.

[ Buruan gabung. ]

[ Kapan lagi coba mau happy-happy. ]

[ Kalau udah nikah kayak @Eros, udah deh. ]

[ Hahahahaha. ]

[ Tiap hari di rumah mulu. ]

[ Kan enak tiap malam kelonan. ]

"Asem," rutuk Eros.

Tapi, cowok itu lantas menarik napas dalam-dalam. Berpikir dengan cepat. Dan kemudian membalas pesan itu.

[ Di mana? Aku gabung. ]

Tepat setelah mengirimkan pesan itu, Eros pun bangkit. Meninggalkan semangkok baksonya yang bahkan kuahnya pun belum ia cicipi.

Bermaksud untuk pergi, mau tak mau Eros pun ke kamar terlebih dahulu. Sekadar untuk mengambil kunci motor dan jaket. Dan ketika ia membuka pintu kamar, ia tidak heran ketika kakinya menginjak handuknya sendiri yang masih tergeletak di atas lantai.

Leony melirik dengan dahi yang berkerut melihat Eros yang mengenakan jaket dan meraih kunci motornya dari atas nakas.

"Mau ke mana?" tanyanya.

"Keluar."

Singkat, padat, dan jelas, Eros menjawab. Lalu ia pun langsung keluar dari kamar. Tidak memedulikan seruan keberatan Leony yang tidak terima ditinggal seorang diri saat malam hari.

Dan di saat itulah, ketika motor melaju, Eros merutuki dirinya sendiri.

"Kelonan kelonan! Boro-boro mau kelonan, bisa tidur nggak didongengin pake ceramah soal handuk basah atau baju yang berantakan aja udah hebat. Kelonan apaan!"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top