33. Fakta Yang Disadari
Memikirkannya sekarang, itu benar-benar tidak masuk akal bagi Leony. Bagaimanapun ia menggunakan segala macam kewarasannya, tetap saja seperti tidak ada jawaban logis untuk keanehan yang baru ia sadari itu. Kok bisa kehamilannya mengalami keanehan seperti itu? Mual bila makanan itu tidak ada campur tangan Eros? Wah! Apa mungkin itu bisa terjadi?
Karena kalau Leony pikir-pikir lagi, sepertinya keanehan itu memang sudah terjadi beberapa hari belakangan. Ingat? Bahkan ketika ia yang tak nafsu makan, mendadak saja bisa menghabiskan semua makan malam hanya karena disuap oleh Eros. Lebih parah lagi, singkong rebus yang semula tidak enak, secara ajaib justru terasa amat lezat ketika itu sudah digigit oleh Eros. Dan yang terbaru, mual yang semula Leony rasakan saat makan bolu, hilang mendadak sesaat bolu itu berpindah ke tangan Eros.
Masuk akal?
Bagaimana bisa ada kehamilan yang seperti ini?
Ini bukan perkara makanannya, tapi perkara dari tangan siapa makanan itu berasal.
Leony meringis. Melihat pada perutnya yang kian lama kian membuncit. Mengusapnya dan lantas berbisik.
"Dedek beneran anak Papa ya?"
Ya ampun. Kala itu Leony baru teringat hal yang sering dikatakan oleh orang tua dulu. Yaitu, saat hamil jangan sampai memendam benci sama seseorang. Salah-salah, anak yang dikandung nanti akan mirip dengan orang tersebut.
Ya aku bukannya benci sama Eros.
Tapi, astaga.
Bukannya kemaren-kemaren itu aku emang lagi gedek-gedeknya ya sama Eros?
Oh, itu adalah fakta tidak terbantahkan. Bagaimana tempo hari Leony dan Eros yang selalu bertengkar. Dari masalah handuk basah, lemari berantakan, hingga makan malam yang beli di luar. Ada saja hal yang bisa membuat mereka bertengkar. Sampai-sampai membuat Leony meresahkan hal itu dengan Utami.
Ehm ....
Apa iya gara-gara itu makanya sekarang Dedek jadi kayak gini?
Apa-apa harus sama Eros?
Dikit-dikit harus ada campur tangan Eros?
Tak percaya dengan kenyataan itu, membuat Leony mondar-mandir di kamarnya. Masih dengan pikiran yang berkeliaran ke mana-mana. Hanya untuk melihat fakta yang tersaji dan semakin yakin, bahwa memang itulah yang terjadi. Sesuatu yang tak terbantahkan lagi.
Astaga.
Ini jangan-jangan, ntar kalau Dedek lahir, wajahnya bakal pek ketiplek mirip banget sama Eros lagi.
Untuk hal yang satu itu, Leony tidak tau harus lucu atau sedih. Walau jelas sih, membayangkannya membuat perasaan cewek itu geli juga.
"Ngetawain apa? Kok kamu ketawa-ketawa sendiri?"
Eros yang tiba-tiba masuk ke kamar, dengan sepiring tempe dan tahu gorengnya, tentu saja heran. Ketika ia mendapati Leony yang mondar-mandir di sana tampak terkekeh geli seorang diri. Maka seraya menaruh piring itu di atas nakas, ia pun tak mampu menahan dorongan untuk bertanya.
Leony melihat makanan wajib kehamilannya itu dan lalu menghampiri Eros yang duduk di tepi tempat tidur.
"Aku lagi ngebayangin Dedek," kata Leony geli. "Cuma nggak abis pikir. Kok bisa sih Dedek kayak gini."
Jawaban yang sedikit membingungkan untuk Eros. Bukannya menjawab rasa penasaraan cowok itu, yang ada justru menghadirkan kerutan di dahinya.
Eros meraih tangan Leony. Membawa istrinya itu untuk berdiri tepat di hadapannya. Agar ia bisa menatap lurus pada perut sang istri. Yang kian lama makin menunjukkan perbedaannya.
"Emangnya Dedek kenapa?"
Mengulum senyum, Leony tampak bersemu merah ketika menjawab pertanyaan itu. Seraya menikmati pemandangan di mana Eros yang tampak begitu memerhatikan perutnya.
"Apa-apa harus sama kamu. Makanan harus dipegang dulu sama kamu, baru berasa enaknya. Juga biar nggak buat aku mual. Sekalinya nggak, ya aku bakal muntah-muntah dibuatnya."
Tentu saja, perkataan itu membuat Eros tertawa. Bahkan mendorong dirinya untuk melabuhkan satu ciuman di perut Leony.
"Iya dong. Namanya aja anak Papa ya, Dek?"
Dan ketika Leony tertawa pula, ia mendengar Eros yang lanjut berkata. Seolah-olah bayi di kandungannya yang menjawab pertanyaan itu.
"Iya dong, Pa. Dedek anak Papa." Eros tertawa dan mengangkat wajahnya, melihat Leony yang tertawa lepas. "Tuh. Kamu denger kan? Dedek itu beneran anak aku. Jadi, ya wajar aja kalau dia mau apa-apa harus lewat aku. Hahahaha."
"Ah, apanya. Jangan-jangan lahir ntar dia mirip banget lagi sama kamu."
Mata Eros membola, tampak begitu antusias dengan perkataan Leony. "Ya bagus dong kalau Dedek mirip aku. Itu artinya ntar dia bakal jadi anak yang cakep. Persis kayak aku."
"Kayak aku yang nggak cakep aja," cibir Leony. "Emangnya kalau aku nggak cakep, kamu masih mau sama aku?"
"Nah itu poin pentingnya! Kalau kamu nggak cakep, ya mana mau aku sama kamu."
Leony yang tadi hampir manyun, sontak berubah ekspresi wajahnya. Tampak tersenyum malu-malu.
"Aku lagi hamil kayak gini, ya ... nggak cakep lagi dong."
Eros tersenyum, dengan tangan yang mengusap-usap perut Leony. Beberapa detik sih. Karena selanjutnya tangan itu tampak turun ke bawah. Demi mengusap di tempat lain. Tepatnya di paha Leony yang tidak tertutupi oleh daster yang ia kenakan.
"Beneran kamu mau bukti kalau kamu cakep?" tanya Eros dengan suara menggoda. Pun diikuti oleh deru napasnya yang terdengar memberat.
Leony sontak menahan napas. Merasakan keremangan lantaran usapan jemari Eros di kulit pahanya. Dengan sentuhan yang terasa amat ringan. Seperti ingin menyentuh, tapi tidak benar-benar menyentuh. Hal yang justru membuat tubuhnya merespon dengan antisipasi.
"Eros ...."
Leony memutuskan untuk tidak melanjutkan perkataannya. Lantaran suaranya yang teramat sesak terdengar. Membuat senyum penuh kemenangan Eros terbit pelan-pelan. Ck, memalukan. Tapi, Leony pikir tubuhnya sekarang lebih sensitif dibandingkan dengan sebelumnya. Ehm ... apa itu karena hormon kehamilan?
Masih meneruskan usapannya di paha Leony, Eros lantas mengangkat wajahnya. Hanya demi melihat bagaimana dampak sentuhannya pada sang istri. Bahkan dada Leony tampak mengempis ketika ia menahan napas. Tepat ketika jari Eros naik di dalam daster itu!
"Kamu ... capek nggak?" tanya Eros kemudian. "Aku jenguk Dedek ... boleh?"
Ada beberapa alasan mengapa bercinta merupakan ide yang buruk untuk dilakukan kala itu. Salah satunya adalah karena besok itu hari Senin. Hari di mana semua rutinitas akan kembali lagi dimulai. Tapi, ya ampun. Leony bahkan sudah merasakan bagaimana tubuhnya memberikan alasan lain mengapa bercinta justru adalah ide terbaik yang ia miliki di hari itu. Salah satunya adalah karena benak Leony sudah bisa memperkirakan, akan sedahsyat apa percintaan mereka nantinya.
Tak mendapatkan jawaban Leony, bukan berarti membuat Eros mengundurkan niatnya. Alih-alih cowok itu justru bisa melihat bagaimana sebenarnya tawarannya diterima oleh Leony. Karena bukti nyatanya adalah ... kala itu Leony menarik napas dengan gerakan menggoda. Hingga memberikan pergerakan sensual sepasang payudaranya.
Eros tersenyum miring. Melanjutkan penjelajahan tangannya di balik daster Leony. Dan kali ini, ia tak segan-segan lagi. Alih-alih terus bermain-main, Eros memutuskan untuk menarik pinggang celana dalam Leony. Ehm ... pakaian yang satu itu jelas sekali merupakan pengganggu untuk rencananya ke depan.
Pelan-pelan, secara bergantian, Leony mengangkat kedua kakinya. Membiarkan Eros untuk melepas celana dalamnya. Dan tentu saja, hal itu cukup memberikan bukti pada mereka berdua. Apa yang Leony inginkan malam itu.
Bergerak meraih pinggang Leony, Eros menuntun istrinya untuk duduk di pangkuannya. Seraya kedua tangannya yang langsung menyikap tepian daster Leony, Eros pun mendaratkan kesepuluh jarinya yang besar dan terkesan kasar di bokong sang istri. Meremasnya. Dengan penuh irama.
Leony menyambut Eros. Dengan kedua tangan yang lantas bergerak ke seputaran leher cowok itu, ia lantas menunduk. Mengikuti insting alamiahnya tatkala Eros sudah menanti dirinya. Dengan bibir yang sedikit membuka dan langsung menyambar bibir Leony dalam satu ciuman dalam.
Mata Leony sontak memejam. Seperti dirinya yang hanyut ketika ciuman Eros menyapa dirinya. Dengen pagutan yang begitu berirama. Membuat tubuhnya langsung bereaksi seketika. Menggeliat dengan penuh sensual. Layaknya mengikuti tarian bibir yang sedang membuai dirinya. Memercik gairah yang tak membutuhkan waktu lama untuk tumbuh di antara keduanya.
Pagutan demi pagutan, berganti dengan lumatan yang mendorong Leony untuk menuntut lebih. Mengingat ciuman itu semakin dalam. Hingga mendesak Eros untuk memperdalam sentuhannya. Memberikan apa yang Leony inginkan.
Bibir membuka. Menyilakan ciuman berganti bentuk menjadi sentuhan yang lebih intim lagi. Dengan melibat pergulatan lidah di dalam sana. Saling mengisap kekenyalan. Berbagi saliva. Hingga melontarkan erangan demi erangan.
Dan tak butuh waktu yang lebih lama lagi, hingga pada akhirnya Leony pun berbaring pasrah di tempat tidur. Dengan daster yang telah lenyap dari tubuhnya. Memberikan pemandangan polos yang membuat Eros langsung bangkit. Hanya demi untuk meloloskan pakaian dari tubuhnya. Memberikan Leony penglihatan yang sama intimnya dengan yang ia berikan.
Eros menghampiri Leony. Menaungi tubuh sang istri. Memastikan bahwa cewek itu lebih dari siap untuk sajian yang utama.
Hingga kemudian, ketika keduanya bersatu dalam percintaan yang amat syahdu, hanya ada erangan dan lirihan yang terdengar di udara. Segala macam pemikiran mengenai keanehan kehamilan pun sirna. Tergantikan oleh kenyataan ... bahwa malam itu mereka kembali saling memuja.
Dan si bayi, yang pagi tadi kembali mencemaskan semua orang dengan mual yang kembali ia hadirkan, lagi-lagi menjadi pihak ketiga yang menyenangkan kedua orang tuanya. Dengan tenang dan damai di dalam sana. Tidak memberikan satu keluhan pun yang dapat menghentikan kebahagiaan Leony dan Eros. Karena alih-alih mengganggu, mungkin di dalam sana ia justru tersenyum lebar dengan damainya. Menyadari bahwa kedua orang tuanya sama-sama bahagia karena kehadirannya.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top