3. Jeritan Sang Istri
Suara dering ponsel terdengar mengalun memecah keheningan di kamar itu. Ehm ... sebenarnya tidak begitu hening sih. Karena nyatanya dari tadi ada deru napas yang silih berembus secara bergantian. Layaknya saling sahut menyahut.
"Ehm ..., Ros," lirih Leony. Wanita itu tampak membuka matanya perlahan. Tangannya pun lantas terangkat dengan lunglai, mendarat di punggung Eros yang terasa basah karena keringat percintaan mereka tadi. "Itu ... kayaknya ponsel kamu bunyi deh."
Bergeming, masih di atas tubuh Leony, Eros bergumam rendah.
"Udah. Biarin aja. Itu pasti anak-anak."
Jawaban Eros sontak saja membuat Leony terkekeh. Ajaib, tapi sepertinya wanita itu mendapatkan energi dadakan. Hal yang nyaris saja membuat Leony ragu sebenarnya, ia bahkan tadi sempat mengira bahwa ia tak bisa bicara lagi. Terdengar berlebihan, hanya saja Leony berani bersumpah. Tadi itu bernar-benar percintaan yang sangat menguras tenaga. Eros benar-benar sangat bergairah.
Berusaha, Eros pada akhirnya bisa juga sedikit mengangkat wajahnya dari lekuk leher Leony. Dalam jarak yang tak seberapa yang ia ciptakan, ia bisa melihat pipi Leony yang berbias warna merah merona. Membuat ia tak mampu menahan diri untuk tidak mengusap pipi itu.
"Mereka pasti pada nanyain kita, Ros," kata Leony masih terkekeh. "Hehehehehe. Kamu ini bener-bener deh ya."
Jemari tangan Eros masih belum bosan untuk membelai pipi Leony. Lebih dari itu, matanya pun lantas tampak bergerak-gerak ke sana kemari. Melihat ke mana-mana di seputaran wajah Leony. Entah itu tahi lalat berukuran kecil yang terletak di garis wajahnya, ujung hidungnya yang kecil mungil, atau bahkan dagunya yang tampak meruncing.
"Biarin deh mereka pada nanyain kita," kata Eros enteng. "Lagipula ... ketimbang di luar bareng mereka ..." Barulah mata Eros kembali pada mata Leony. "... lebih enak bareng kamu di dalam kamar."
Setelah mengatakan itu, Eros lantas langsung menundukkan wajahnya. Tak membiarkan deraian kekehan Leony kembali mengalun. Alih-alih, justru meredam setiap suara di sana menggunakan ciuman dalamnya.
Leony langsung memejamkan matanya. Meresapi tiap rasa yang menjalari semua saraf tubuhnya ketika bibir Eros bergerak dengan amat sangat pelan, namun terasa sungguh membuai.
Ketika Eros menarik bibirnya, memutus ciuman itu, satu suara kecupan terdengar. Membuat Leony membuka matanya dan lantas menangkup pipi Eros dengan kedua tangannya. Ia tersenyum dengan ketulusan yang memancar dari sorot matanya. Dan Eros jelas bisa merasakan itu dengan pasti.
"Aku sayang kamu, Ros," kata Leony dengan penuh perasaan. "Aku cinta kamu."
Ucapan itu jelas saja membuat Eros turut tersenyum. Dengan ketulusan yang sama. Dengan perasaan yang sama.
"Aku juga. Dan menikahi kamu memang adalah hal yang paling tepat yang pernah aku lakukan."
Kedua tangan Leony masih di pipi Eros ketika cowok itu mengatakan hal tersebut. Berlama-lama hanya untuk memastikan bahwa wajah Eros tak akan bergerak barang sedikit pun. Agar tatapan mata keduanya tetap terbawa dalam satu garis lurus. Layaknya jalanan mulus yang akan membawa keduanya menuju sanubari masing-masing. Seperti mereka yang lantas bisa menyelami isi hati masing-masing. Ehm ... rasanya benar-benar tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Tepat.
Mungkin kalaupun ada yang paling mewakili, maka tepat adalah kata itu. Bagaimanapun juga, di usia mereka yang baru saja menginjak angka dua puluh empat, sebenarnya tidak sedikit beberapa pihak yang meragukan niatan keduanya untuk menikah. Walau jelas ... tidak sedikit pula yang mendukung mereka dengan teramat antusias. Terutama kedua belah keluarga mereka.
Dan sekarang, berada di bawah Eros dengan kenyataan bahwa kejantanan cowok itu masih berada di dalam dirinya –ups!-, jelas membuat Leony terdorong untuk tersenyum geli. Sesuatu membuat ia tak mampu untuk tidak menggoda suaminya itu.
"Walau banyak teman-teman yang pada ngetawain kita."
Eros tertawa. Kali ini ia memutskan untuk benar-benar menarik diri –kejantanannya dari dalam kewanitaan Leony, tepatnya. Leony tampak meringis pelan. Tapi, ketika Eros berbaring di bantal yang terletak di sebelahnya, wanita itu serta merta langsung menenggelamkan diri dalam rengkuhan Eros yang langsung membentang.
Leony mendaratkan wajahnya di atas dada Eros yang bidang. Sementara satu tangannya tampak bersantai di atas dada Eros yang lainnya. Memberikan sentuhan yang ringan. Layaknya seperti ingin menyentuh, tapi tak ingin benar-benar menyentuh. Dan hal itu sejujurnya ... justru membuat Eros meremang.
"Mereka itu ngetawain kita sebenarnya bukan karena ngeledek kita sih," kata Eros kemudian.
Tangan cowok itu tampak bergerak. Satu menahan tangan Leony di atas dadanya. Memastikan bahwa jari-jari lentik Leony tidak menggoda dirinya kembali. Sementara tangannya yang lain memberikan usapan di punggung Leony yang polos.
"Cuma ... sebenarnya mereka iri. Hahahahaha."
Leony mengangkat wajahnya. Tersenyum geli dengan lebar. "Karena nggak bisa kayak kita? Iya?"
"Hahahahahaha."
Eros tidak membantah pertanyaan bernada kesimpulan yang dilontarkan oleh Leony. Alih-alih, cowok itu justru menarik tubuh sang istri untuk makin merekat padanya. Demi bisa mencapai puncak kepalanya. Melabuhkan satu kecupan di sana.
"Iri sih iri, Ros," kata Leony kemudian. "Tapi, aku yakin di grup besok pasti anak-anak heboh gara-gara kita yang nggak datang acara malam ini."
"Hahahahahaha. Nah! Itu bukti mereka iri lagi," tukas Eros. "Soalnya mereka nggak punya istri kayak kamu sih."
"Ih, kamu, Ros ...."
Eros kembali menunduk. Sementara Leony justru mengulum senyum malu-malu khas seorang istri.
"Istri yang buat betah suaminya di rumah aja."
"Eros, apaan coba."
"Ketimbang aku nyuruh cowok-cowok ngeliatin pesona kamu, ya mending kita nggak usah pergi."
"Hahahahaha."
Kepala Leony terangkat saat rasa geli itu membuat ia tak mampu menahan tawanya. Dan terang saja, rasa geli itu bukan hanya karena perkataan Eros yang bermuatan konten sensual itu. Alih-alih ....
"Tapi, tangannya nggak usah turun ke mana-mana deh, Ros."
Eros terkekeh di antara riak rambut Leony yang acak-acakan. Hal yang berbeda sekali dengan tatanan rapinya sekitar dua jam yang lalu. Ups!
Sekarang, rambut itu benar-benar berantakan. Dengan jepitnya yang sudah lenyap entah ke mana.
"Aku sih nggak mau, tapi ini tangan kayaknya punya mata sendiri. Tau banget sih yang kenyal-kenyal bulat kayak gini."
Tepat setelah mengatakan itu, Leony sontak memekik kaget. Mendapati bagaimana bokongnya yang diremas oleh Eros.
"Ih, Ros, kamu bener-bener deh."
Eros tersenyum dengan ekspresi sok imut yang sering dipasang anak-anak berusia lima tahun. Yaitu ketika mereka mencoba untuk membujuk ibu mereka kalau sedang ingin jajan permen yang dilarang. Ckckckck.
Kedua tangan cowok itu menahan Leony. "Lagi yuk?"
"Lagi?" Mata Leony menyipit. "Lagi apaan coba?"
"Ck. Pura-pura nggak tau," jawab Eros. "Lagi ini loh."
Tak memberikan jawaban dengan kata-kata yang gamblang, Eros justru membawa satu tangan Leony untuk turun ke bawah. Menuju pada maksud permintaannya.
Leony layaknya tersengat listrik ketika mendapati tangannya menyentuh kesan keras dan tegang di kejantanan Eros. Tampak mendelik, walau jelas itu delikan pura-pura.
"Kamu ini. Nggak bisa berenti apa?"
Eros tertawa. "Kita masih tergolong pengantin baru, Sayang."
"Tiga bulan bukan pengantin baru lagi, Sayang," balas Leony.
"Masih," yakin Eros. "Jadi maklum aja ya kalau aku pengen terus."
"Hahaahahaha."
Tawa itu kembali berderai. Terdengar renyah sekali. Hingga Eros pun tak mampu menahan dirinya.
Eros bergerak. Langsung membaringkan kembali tubuh istrinya sementara mulutnya yang langsung mengarah pada puting Leony yang tampak sudah membengkak.
"Aaah ...."
Leony mendesah, tapi juga sedikit meringis. Dengan gemas ia menarik telinga Eros pelan.
"Pelan-pelan, Ros," katanya kemudian. "Ini kayaknya lecet deh."
Eros menyeringai. Membawa matanya untuk melirik ke atas, pada mata Leony, ia pun lantas melepaskan puting itu dari mulutnya pelan-pelan.
Ugh!
Pemandangan itu benar-benar berhasil membuat Leony merasakan darahnya berdesir dengan teramat deras.
"Aku kulum yang satu lagi aja ya?"
Pertanyaan basa-basi sih. Karena jelas, tanpa jawaban Leony, Eros pun lantas benar-benar mengulum puting Leony yang lainnya. Dan ehm ....
"Yang ini ...," lirih Leony dengan suara berat. "... nggak lecet."
Tentu saja. Dari ekspresi wajah Leony, Eros sudah bisa menebak bahwa puting yang saat ini ia nikmati berada dalam kondisi baik-baik saja. Untuk saat ini ya. Karena jelas, hal itu bisa saja berubah dalam hitungan menit yang akan datang.
Namun, lupakan saja kemungkinan lecet yang akan kembali Leony derita di bagian payudaranya itu. Karena jelas wanita itu sekarang tampak benar-benar hanyut dalam irama permainan yang Eros lakukan padanya.
Eros benar-benar handal dalam membangkitkan gairah istrinya itu. Bahkan ketika Leony yang tadi seolah ragu-ragu untuk kembali menerima ajakan Eros, ehm ... dalam hitungan detik yang amat singkat justru menunjukkan hal yang sebaliknya.
Lantas ... keduanya pun kembali menyatu. Bergerak dalam irama yang teramat menggairahkan. Dan selama Eros menikmati hangat serta lembab kewanitaan Leony yang terasa bagai mencengkeram kejantanannya, mata keduanya saling menatap. Seolah ingin menyiratkan betapa indahnya hal yang sedang mereka arungi malam itu.
Dan berbicara mengenai keindahan percintaan mereka, dari sudut mata Eros memandang, ada satu hal yang paling ia sukai. Yaitu ketika Leony memejamkan matanya rapat-rapat, mengepalkan tangannya kuat-kuat, pipinya bewarna merah, dan lalu suaranya terdengar menjeritkan namanya.
"Eros!!!"
Itu benar-benar adalah hal yang paling bisa membuat rasa bahagia membuncah di dalam dadanya. Hingga karena itulah Eros berpikir bahwa seumur hidup, ia ingin menghabiskan sisa waktunya hanya untuk jeritan itu. Tapi, apa benar?
Karena semua terasa begitu jelas. Untuk beberapa hal, waktu benar-benar bisa dengan mudah membolak-balikkan semuanya. Mengubah segalanya.
Bisa jadi, apa yang disukai hari ini, justru akan menjadi hal yang dibenci keesokan harinya. Pun sebaliknya. Apa yang dibenci hari ini, kemungkinan memiliki peluang untuk menjadi hal yang disukai di masa yang akan datang. Karena pada akhirnya, Eros pun menyadari perubahan itu.
Ketika di awal pernikahan mereka, Eros merasa ialah pria yang paling beruntung di dunia ini. Memiliki istri seperti Leony yang handal dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga, namun juga sigap dengan pekerjaannya sebagai karyawan magang di salah satu situs berita online.
Eros pun menyadari bahwa Leony tidak mengabaikan dirinya yang setiap hari juga harus bekerja mengurusi coffee shop yang baru ia rintis setelah menamatkan pendidikan Strata 1-nya itu. Leony memastikan bahwa Eros menikmati sarapannya dulu.
Seperti pagi itu. Ada sepiring nasi goreng di hadapannya dengan secangkir kopi. Tapi, ketika Eros baru saja akan menikmati suapan pertama, mendadak saja ia mendengar suara Leony yang menjerit.
"Erosss!!!"
Mata Eros sontak terpejam dramatis dengan posisi sendok yang menggantung tepat di depan mulutnya. Menahan geramannya, Eros merutuk dalam hati.
Ini beda banget dengan jeritan dia beberapa bulan yang lalu.
O oh. Tentu saja yang dimaksudkan oleh Eros adalah jeritan kepuasan Leony ketika mendapatkan orgasme saat mereka melalui malam panas berdua. Jelas, jeritan Leony kali ini bukanlah jeritan seperti itu. Berbeda sekali.
Oke.
Mungkin ada beberapa hal yang sama sih sebenarnya. Yaitu, Leony pasti memejamkan matanya rapat-rapat. Dengan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Pun pipinya bewarna merah. Tapi, tentu saja ada hal terakhir yang menjadi pembeda yang sangat nyata. Itu adalah ....
"Abis mandi itu handuk dijemur! Bukan diuntel-untel di atas kasur!"
Tuh kan.
Eros meringis.
"Erosss!!!"
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top