29. Jenguk Dedek Yuk!

Malam itu, Eros seperti de javu. Melihat Leony berdandan. Mengenakan gaun tidur minimnya. Juga menyemprotkan parfum di tubuhnya. Hal yang sudah lama tidak ia saksikan ketika hari-hari ia lalui dengan pulang terlambat. Pun dengan Leony yang memilih untuk menonton drama di saat malam mulai larut.

Namun, sekarang berbeda. Baik Eros maupun Leony seperti sama-sama kembali terlempar pada masa lalu. Di mana mereka berdua masih mengawali hari-hari sebagai pengantin baru. Di kala keduanya sama-sama saling menggebu ingin menghabiskan waktu berdua. Sekarang ... Eros berpikir bahwa mereka merasakan hal itu lagi.

Eros berjalan. Bergerak dalam langkah pelan nan teratur. Tidak bermaksud untuk mengulur-ulur waktu, hanya saja dorongan hatinya yang membuat ia melakukan itu. Layaknya ia yang ingin berlama-lama memanjakan mata. Menikmati pemandangan Leony yang tengah berputar di depan cermin. Seperti tengah mengamati penampilannya kala itu.

"Eros ...."

Ada kesan kaget di suara Leony tatkala ia spontan menyebut nama suaminya itu. Bahkan tubuhnya refleks berjingkat saat merasakan sepasang tangan Eros sudah mendarat di lekuk pinggangnya. Dan itu belum lagi ketika ia mendapati wajah Eros yang menunduk. Langsung mengambil tempat di lehernya. Bergerak menyelusuri kulitnya di sana dengan ujung hidungnya. Menghirup aroma wangi yang menguar di sana.

Leony meneguk ludah. Dengan jelas mendengar suara Eros yang memberat di telinganya.

"Ehm ...."

Aroma wangi itu jelas berperan dengan sangat aktif dalam membangkitkan gejolak di dalam dada Eros. Rasanya membuat darahnya semakin berdesir. Menghadirkan gelora panas yang ia tau pasti itu karena apa.

Eros menelengkan wajahnya. Mengecup kulit leher Leony seraya membawa kedua tangannya untuk bergerilya. Meraba tubuh Leony yang tertutupi oleh dasar satin yang halus dan licin itu. Hanya untuk mendapati tangan Leony yang menahan pergerakannya.

Mata Eros yang entah sejak kapan memejam, sontak membuka. Tak ingin menduga, tapi ia merasa Leony tidak menginginkan dirinya meneruskan rayuan yang baru saja ia mulai.

Astaga.

Semoga hormon ibu hamil tidak membuat Eros gigit jari malam ini.

Leony pelan-pelan berbalik. Dengan tetap menjaga tangan Eros di perutnya agar tidak melanjutkan penjelajahannya. Dan wajahnya terangkat. Melihat pada sang suami dengan sorot yang tak mampu Eros pahami.

"Kenapa?"

Eros bertanya dengan lembut. Berusaha untuk tidak memercikkan api tragedi malam itu. Demi Tuhan! Eros benar-benar rindu ingin menyentuh Leony.

Leony tampak menggigit bibir bawahnya. Seperti tengah bingung dengan pergolakan yang terjadi di benaknya. Hingga dibutuhkan banyak kekuatan baginya untuk bisa berkata dengan setengah mencicit.

"Pe-perut aku buncit, Ros."

Eros mengerutkan dahinya. Mendorong ia untuk menunduk. Melihat di mana tangannya mendarat. Dan itu ... ya di perut Leony. Yang memang tengah membuncit.

"Terus?"

Eros tidak tau apa yang maksud Leony yang mendadak membahas soal perutnya yang membuncit. Karena jelas sekali, sejak beberapa hari yang lalu mereka berdua memang sudah pernah membahas soal itu. Toh, bayi di dalam kandungan Leony sehat. Dan wajar sekali bila memasuki bulan ketiga, mereka mendapati perut Leony yang membuncit. Itu normal. Tapi ....

"Kamu masih mau sama cewek yang perutnya buncit kayak gini?"

Eros seketika melongo. Demi apa pun, ia bahkan tidak memikirkan soal perut buncit Leony. Yang ia pikirkan dari tadi hanya cara agar secepatnya---

"Perut kayak gini nggak seksi sama sekali."

Leony tidak main-main ketika mengatakan itu. Terbukti. Keseriusan di wajahnya membuat dandanan di sana tidak berperan dengan sebagaimana mestinya.

"Astaga, Ny," desah Eros seraya geleng-geleng kepala. "Aku nggak tau kalau perut buncit kamu ngebuat perbedaan. Karena perasaan aku ya kamu sama kayak biasanya sih."

Tangan Leony masih menahan Eros. "Tapi, aku hamil. Perut aku buncit. Nggak ada cowok yang suka sama cewek perut buncit. Itu nggak seksi."

"Ckckckck. Kamu nggak percaya omongan aku?" tanya Eros kemudian. "Kalau gitu, coba kamu buktikan sendiri deh."

Tak mengerti maksud Eros, Leony mendapati bagaimana tangannya diraih satu oleh cowok itu. Pelan-pelan dibawa menuju ke satu tempat yang membuat mata Leony membola. Tepat ke bawah sana. Di mana ada bukti gairah Eros yang tak mampu dibantah oleh apa pun di muka bumi ini.

Eros menyeringai. Dengan teramat nakalnya membawa jemari Leony untuk menangkup kejantanannya yang sudah membesar. Pun menuntunnya untuk memberikan usapan demi usapan yang hanya terhalang kain katun yang tak seberapa.

"Kalau udah gini," kata Eros kemudian. "Apa kamu masih nggak percaya coba?"

Bersemu merahlah pipi Leony. Membuat ia mengulum senyum dengan ekspresi malu-malu yang sontak menyalakan lampu hijau di benak Eros. Hingga ia tak menahan diri untuk kemudian benar-benar merengkuh tubuh istrinya itu.

"Astaga, Ny. Aku beneran kangen coba."

Aduh!

Saat itu Leony merasa jantungnya bertalu-talu dengan amat riuh. Kata-kata yang diucapkan Eros membuat rasa rendah yang sempat hadir di benaknya, menguap seketika. Tergantikan oleh rasa percaya diri. Menyadari bahwa ternyata sang suami masih melihatnya dengan cara yang sama. Terlepas dari fakta bahwa perutnya sudah membuncit.

Leony pun pasrah. Kali ini tidak menahan Eros untuk melakukan semua rayuan yang ingin ia lancarkan. Menyilakan tangan cowok itu untuk kembali melanjutkan penjelajahannya. Mengusap perutnya. Lantas beranjak ke belakang. Mendarat pada kedua bokongnya.

Eros tersenyum nakal. Dan melabuhkannya di sudut bibir Leony dalam bentuk satu kecupan singkat. Sebelum berbisik.

"Bokong kamu kerasa lebih montok loh."

Karena kalau terjadi perubahan fisik pada ibu hamil, itu tentu saja terjadi secara proporsional. Pun perut yang membuncit, diikuti pula oleh makin berisinya bagian yang lain. Terutama pada bokong dan juga payudara. Hal yang sepertinya menguntungkan Eros di sini.

"Katanya sih kalau bokongnya nambah montok, jepitannya ntar bakal lebih kerasa."

Senyum malu-malu Leony sontak berubah menjadi tawa. Membuat ia mengangkat wajahnya tinggi-tinggi. Membiarkan Eros untuk semakin leluasa menabur kecupan di sepanjang garis lehernya. Sementara tetap, di bawah sana kedua tangan Eros bergerak dalam remasan yang teratur pada bokong Leony.

"Kamu ini bisa-bisanya, Ros," kekeh Leony. "Kalau dijepit, ntar cepet keluar lagi."

Tawa Eros pecah. "Nggak dijepit aja keluar, apalagi kalau dijepit."

Leony nyaris tidak mampu bertahan lagi. Rasa geli membuat kakinya menjadi goyah. Beruntung, Eros cepat tanggap. Sehingga di detik selanjutnya, ia pun langsung membawa tubuh Leony untuk melayang ke dalam gendongannya.

Kedua tangan Leony langsung mengalungi leher Eros. Tak keberatan sama sekali ketika sang suami membawa dirinya beranjak. Menuju ke tempat tidur yang sudah menunggu keduanya.

Pelan-pelan, Eros membaringkan Leony. Berhati-hati selayaknya cewek itu adalah benda kaca yang mudah pecah. Hingga kemudian mereka terpisah dalam jarak yang tak seberapa, Eros bisa melihat dengan jelas bagaimana mempesonanya Leony kala itu. Dengan rambut terurai dan pipi memerah, Eros mendapati desakan di celananya semakin terasa menyesak.

Eros langsung melepas kausnya. Pun dengan celana santainya yang turut serta. Menyisakan sehelai pakaian berbentuk segitiga yang mencetak dengan nyata bukti gairahnya di bawah sana. Bukti tak terbantahkan yang membuat Leony sadar bahwa dirinya masih tetap menggoda sang suami. Kehamilan tidak membuat Eros merasa Leony buruk. Alih-alih justru sebaliknya. Mata cowok itu malah menyiratkan betapa ia amat memuja Leony. Bahkan dengan kehati-hatiannya.

Melepaskan gaun tidur Leony, Eros langsung tercekat ketika mendapati pemandangan polos payudara sang istri. Yang tampak semakin berisi. Dengan putingnya yang mulai menunjukkan perubahan. Membuat ia meneguk ludahnya berulang kali.

Leony menahan napas. Di benaknya ia bertanya-tanya, apa Eros tau bagaimana ekspresi wajahnya saat itu? Karena di mata Leony, kala itu Eros melihatnya persis seperti predator yang sedang mengintai jamuan di hadapannya. Membuat ia meremang. Dengan bulu kuduk yang berdiri dengan kompak. Berdebar-debar dalam penantian. Untuk sentuhan pertama yang akan Eros berikan padanya. Dan mata Leony sontak memejam.

Tenggorokan Leony bergetar ketika dirinya tak mampu menahan erangan yang terlontar dari sana. Tepat ketika Eros menundukkan wajah dan menenggelamkan puting Leony ke dalam kehangatan rongga mulutnya yang basah.

Eros tau bahwa payudara Leony sedang dalam masa sensitif. Membuat ia dengan terpaksa mengurungkan niat untuk mempermainkan bagian itu seperti biasanya. Tapi, tetap saja. Bukan berarti ia tak mampu menggodanya.

Alih-alih merayu dengan remasannya, Eros memilih untuk mencumbu payudara Leony dengan mulutnya saja. Mengecup puting yang tampak membesar dan tegang itu. Mempermainkannya dengan ujung lidahnya. Hingga kemudian, layaknya bayi yang memerlukan kehidupannya, Eros pun memanggutnya.

"Aaah ...."

Leony memejamkan mata. Terbuai dengan sentuhan yang langsung membuat ia gelisah. Mendorong kedua tangannya untuk naik, mendarat di kepala Eros. Meremas helaian rambutnya. Dan menarik, agar Eros semakin memperdalam cumbuannya.

Hanyut menikmati, Eros pun terlena dengan sensasi pecah yang terasa asing di mulutnya. Itu seperti puting Leony menjelma menjadi sesuatu yang belum pernah ia cicipi sebelumnya. Lebih merekah. Lebih menggoda. Lebih memercik gairah.

Tak akan bersikap lalai, Eros memastikan bahwa pemujaan yang ia lakukan berlaku untuk kedua puting itu sama besarnya. Berganti-gantian. Berpindah-pindah. Dari satu puting ke puting lainnya. Turut menghadirkan suara decakan yang mengiringi ketika cumbuan itu bertukar tempat. Diiringi oleh erangan Leony yang berpadu dengan berpalingnya kepala sang istri. Ke kanan dan kiri, berulang kali dengan kegelisahan yang makin membuat matanya memejam dengan erat.

Seringai Eros lantas terbit ketika matanya melihat bagaimana keadaan puting Leony selanjutnya. Itu benar-benar mekar. Layaknya bunga yang tengah mengembang di pagi hari. Memberikan kesegaran dan juga sekaligus dahaga yang tak mampu untuk Eros tahan lagi.

Maka Eros pun beranjak. Pelan-pelan turun dengan taburan ciuman yang ia berikan di sepanjang perut Leony. Hingga menarik kesiap tertahan Leony, tepat ketika pada akhirnya bibir Eros menyentuh gundukan halus di sana.

Memejamkan matanya, Eros mengecup perut Leony dengan penuh perasaan. Hingga membuat Leony meremas bantal di bawah kepalanya. Sumpah! Perasaannya amat tersentuh kala itu. Karena mungkin ... untuk pertama kalinya Leony benar-benar menyadari bahwa perut buncitnya tidak menjadi penghalang untuk sang suami memujanya. Alih-alih, sebaliknya. Eros justru terkesan hati-hati, bertindak dengan lembut, dan penuh kasih. Sesuatu yang membuat bongkahan rasa itu seperti menyekat di pangkal tenggorokannya.

Leony menahan napas. Berpikir bahwa dirinya mampu bertahan sedikit lagi untuk luapan emosional itu. Tapi, yang terjadi selanjutnya justru hal yang tidak ia duga.

Mengelus perut Leony, Eros tampak tersenyum. Sorot matanya terlihat teduh ketika berbisik rendah di sana. Layaknya ia yang sedang berbicara dengan anak mereka.

"Makasih ya, Dek. Udah jadi anak yang pinter. Nggak buat Mama muntah-muntah lagi. Nggak buat Mama pingsan lagi. Yang sehat terus ya di dalam sana?"

Mata Leony seketika langsung memanas. Terutama ketika dilihatnya Eros yang telah menuntaskan kata-katanya, tampak menunduk kembali. Melabuhkan satu kecupan lagi di sana yang membuat perasaan Leony menjadi amat berbunga-bunga.

Leony tak mampu bertahan lagi. Hingga ia pun mengulurkan tangan. Mengusap rahang Eros dan mendapatkan tatapan cowok itu. Ia berusaha untuk tersenyum menggoda, alih-alih tampak melankolis saat itu.

"Katanya udah kangen, Ros," lirih Leony pelan. "Buruan dijenguk ah ...."

Senyum lebar seketika tersungging di wajah Eros. Seraya dengan sedikit beranjaknya tubuh cowok itu. Demi melepas pakaian dalamnya, juga dengan milik Leony.

Eros memastikan bahwa Leony sudah siap terlebih dahulu. Untuk kemudian, barulah cowok itu pelan-pelan turun. Menaungi Leony yang menyambutnya dengan senyum yang tak kalah merekahnya. Bukti nyata bahwa cewek itu merasa cantik. Merasa berharga. Dan merasa disayangi.

Bertumpu pada satu sikunya, Eros tidak akan lalai untuk bersikap hati-hati terhadap perut Leony. Sementara jelas, satu tangannya yang lain, perlahan mulai bergerak. Turun ke bawah demi memberikan satu usapan pemercik yang membuat Leony menahan napas. Hingga kemudian, pelan-pelan mata Leony tampak berputar liar dengan dada yang mengembang. Itu ... tepat ketika pada akhirnya Eros memasuki kewanitaannya dengan kejantanannya yang sudah menegang sempurna.

Berhenti sejenak, Eros mengusap pipi Leony. Melabuhkan ciuman di dahinya. Dan berbisik lembut.

"Gimana?" tanya Eros. "Sakit? Apa kamu ngerasa nggak nyaman?"

Terasa sekali di bawah Eros bagaimana dada Leony naik turun dengan amat kentara. Diikuti oleh fokus matanya yang tampak kembali. Menatap pada Eros.

"Nggak sakit kok," geleng Leony tersenyum. "Ini ... rasanya menakjubkan."

Eros tidak tau bahwa kata menakjubkan bisa digunakan untuk situasi kala itu. Tapi, alih-alih berdebat, ia justru mendapati bagaimana pengakuan Leony membuat perasaannya tenang. Cenderung senang.

"Ntar kalau sakit," lanjut Eros mengingatkan Leony, bagaimanapun juga ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada istri dan bayinya. "Kamu bilangin ya? Biar aku berenti."

Mengulum senyum, Leony justru membelokkan peringatan Eros.

"Kalau kamu udah keluar, baru deh kita berenti."

Eros tidak bisa merasa lebih yakin lagi kalau Leony baik-baik saja. Bahkan ia berani bertaruh kalau persis seperti dirinya, Leony pun sama antusiasnya dengan percintaan mereka kala itu. Mengingat sudah berapa lama mereka tidak berhubungan. Mengingat sekarang mereka berhubungan dengan kehadiran orang ketiga. Ehm ... bayi mereka.

Mendahului pergerakannya dengan satu kecupan tanda izin di pelipis Leony, Eros pun memandu percintaan mereka. Dimulai dengan gerakan yang pelan, seperti memberikan aba-aba, kejantanan Eros keluar dan masuk dengan irama yang teratur.

Tak terburu-buru, Eros membangun ritme percintaan yang pelan-pelan nan pasti membuai dirinya dan juga Leony. Membiarkan keduanya hanyut dalam pergerakan syahdu yang melenakan. Bersama untuk terbawa dalam aliran memabukkan yang amat cepat memabukkan.

"Aaah .... Aaah .... Aaah ...."

Mungkin karena kehamilan, mungkin juga karena pengaruh posisi, atau mungkin karena memang seharusnya seperti itu. Tapi, Leony merasakan tiap sentuhan yang kejantanan Eros lakukan padanya begitu cepat memberikan efeknya. Itu seperti amat terasa. Hingga Leony nyaris bisa merasakan gemetar di ujung kakinya, tepat ketika kejantanan Eros keluar. Hanya untuk merasakan gelenyar di sepanjang tekuknya, tepat ketika kejantanan Eros kembali masuk. Dan ... begitulah berulang kali. Setiap dorongan dan tarikan yang Leony rasakan membuat ia tak berdaya. Hanya bisa pasrah. Memejamkan mata. Mengerang dalam lirihan. Untuk berujung pada remasan di rambut Eros.

"Oooh .... Eros .... Eros ...."

Mempertahankan pergerakan pinggangnya dalam kecepatan yang teratur dan pasti, berusaha untuk tidak terlalu menggebu, Eros pun tidak lupa untuk menghujani kecupan-kecupannya. Di leher Leony. Di pipi Leony. Di dahi Leony. Di mana pun bibirnya bisa mendarat, maka di sanalah kecupan Eros tercipta. Hingga tak mampu dielakkan, cumbuan itu pun berlanjut menjadi kuluman nakal di daun telinga Leony. Membuat cewek itu semakin terombang-ambing dalam hasrat yang membutakan matanya.

"Eros. Eros. Eros."

Suara rengekan Leony menyapa indra pendengaran Eros. Membuat ia sadar bahwa saat itu kedua tangan Leony sudah melepaskan rambutnya, hanya untuk merengkuh lehernya kuat-kuat. Menariknya. Seakan ingin melenyapkan Eros ke dalam tubuhnya sendiri. Lantaran dorongan perasaan yang membuat ia makin lama makin tak berdaya.

Dan Eros tau. Apa yang diinginkan oleh istrinya. Hal yang membuat ia untuk sedikit menaikkan kecepatan hunjamannya. Mendorong dengan posisi yang tepat. Berulang kali. Hingga kemudian erangan tertahan itu Eros dapatkan seiring dengan menancapnya gigi Leony di pundaknya.

"Aaargh ...."

Balas merengkuh Leony, Eros pun merasakan bagaimana kenikmatan yang dirasakan sang istri membuat ia layaknya terombang-ambing. Dalam rasa yang teramat candu. Hingga ketika ia menghunjam sekali, maka ia menginginkan dua kali. Dan begitulah yang terjadi selanjutnya. Berkali-kali.

Hingga didahului oleh satu geraman kasar, Eros pun menahan Leony. Mendesak kewanitaan istrinya itu dengan gerakan yang teramat padu.

Dalam.

Dan kuat.

Membuat Leony tak berdaya.

Hanya bisa pasrah untuk kembali hancur dalam keping-keping kenikmatan. Yang ditiup bersama oleh Eros. Tepat sebelum pada akhirnya, sensasi itu menuntaskan pergerakan maskulin sang suami. Dalam bentuk erangan kepuasan yang tak akan mampu disangkal oleh keduanya.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top