28. Penantian Kerinduan

Leony bertanya-tanya, kapan terakhir kali ia antusias seperti ini? Melirik jam berkali-kali. Nyaris setiap sepuluh menit sekali. Seperti dirinya yang tak bisa menunggu hingga jam pulang kantor datang saja. Sedikit menggelikan, walau nyatanya ia benar-benar tak mampu menutupinya.

"Lagi ada kabar bagus ya?"

Miska yang sedari tadi menyadari ada perbedaan yang amat mencolok di diri Leony, pada akhirnya tak mampu menahan rasa penasarannya. Hingga pertanyaan itu pun lantas ia lontarkan di sela-sela pekerjaan yang masih mereka lakukan di sisa hari itu. Tepat ketika ia melihat bahwa untuk kesekian kalinya, Leony lagi-lagi melirik pada jam yang melingkari pergelangan tangannya.

Leony tersenyum. Berpaling pada Miska dan merasa tak perlu untuk menutup-nutupi kenyataan bahwa memang dirinya sedang senang. Walau jelas, perkara untuk memberitau penyebabnya, itu tetap menjadi urusan lain.

"Ehm ...," dehem Leony dengan penuh irama. "Ya ... gitu deh."

Miska semakin penasaran. Kali ini setelah memastikan bahwa tidak ada mata-mata yang akan memarahi mereka kalau mengambil lima atau sepuluh menit jam kerja untuk berbincang sebentar, ia pun menggeser roda-roda di kursi yang ia duduki. Membiarkan benda itu meluncur di lantai seraya membawa serta dirinya. Menuju ke tempat Leony.

"Kabar apaan?" tanya Miska makin penasaran. Dahi cewek itu tampak berkerut, seperti tengah berpikir. Lalu matanya pun membesar. "Ah, kalian udah tau jenis kelamin Dedek ya?"

Leony terkekeh. Namun, ia menggeleng seraya mengusap perutnya. "Sembarangan aja. Lagian ... baru bulan besok bisa dicek jenis kelaminnya."

"Ah ...." Miska melirih seraya angguk-angguk kepala. Tapi, ia masih penasaran. "Jadi? Ada apa dong? Kok aku ngeliatnya kamu happy banget abis cek kandungan? Pasti ada berita bagus kan?"

Mengulum senyum, Leony terdengar mendehem untuk beberapa saat lamanya. Lantas ia menyandarkan punggungnya di kursi, menyantaikan sejenak tubuhnya.

"Ya ... happy dong. Orang Dedek keadaannya sehat. Jadi, gimana mungkin aku nggak happy?"

Miska melongo. Walau jelas perkataan Leony memang benar, tapi tetap saja perasaan Miska meragukannya.

Memang sih semua orang tua senang kalau tau keadaan kandungannya sehat. Tapi, ekspresi Leony itu tampak beda sekali. Dan naluri Miska jelas merasakan perbedaan itu.

Hanya saja, seperti mengerti ketidakpercayaan Miska terhadap jawabannya, Leony pun langsung mengambil tindakannya. Buru-buru berkata.

"Mending kita sekarang ngelanjutin kerjaan kita deh. Timbang Bu Donda mendadak muncul dan ngomelin kita? Ehm ... kalau aku sih no."

Miska meringis mendengar perkataan Leony. Karena jelas. Ia pun tidak ingin kena omel atasan mereka yang satu itu.

Mengabaikan Miska yang pada akhirnya kembali meluncur ke mejanya sendiri, Leony menarik napas dalam-dalam. Tepat ketika ia kembali melihat jam tangannya lagi. Ck. Dan di saat itu, ponselnya bergetar.

Buru-buru meraih ponselnya, Leony mendapati ada pesan dari Eros yang masuk. Membuat ia menggigit bibir bawahnya.

[ Hubby ]

[ Balik ntar hati-hati ya. ]

[ Aku nggak bisa jemput. ]

[ Kan kamu tau sendiri kalau dekat akhir pekan biasanya toko rame. ]

Tentu saja. Leony tau itu dengan pasti. Di Jum'at sore, biasanya temapt-tempat sejenis kafe atau resto pasti mengalami kenaikan pengunjung dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Biasanya sih itu karena beberapa orang menyempatkan waktu untuk berkumpul sejenak sebelum menyambut akhir pekan yang lebih damai di rumah masing-masing. Tidak terkecuali dengan toko kopi Eros tentunya.

[ Hubby ]

[ Iya, nggak apa-apa. ]

[ Kamu juga ntar pulangnya hati-hati ya. ]

[ Jangan ngebut. ]

[ Ehm ... ntar aku masakin tongseng mau? ]

Leony menaruh ponselnya di atas meja. Seraya melanjutkan pekerjaannya, matanya pun melirik ke benda itu berulang kali. Menunggu balasannya. Dan ketika pesan yang ia tunggu tiba, ia pun langsung membacanya dengan senyum lebar di wajahnya.

[ Hubby ]

[ Astaga! ]

[ Pake acara ditanyain lagi. ]

[ Ya aku pasti maulah. ]

Ah. Balasan penuh antusias itu tentu saja membuat Leony menjadi amat sulit lepas dari ponselnya. Namun, mengingatkan dirinya tentang betapa menakutkannya Donda kalau sampai memergoki dirinya yang tak bekerja, membuat Leony pada akhirnya bisa menyingkirkan sejenak kegembiraannya kala itu. Karena bukannya apa. Untuk beberapa saat, Leony justru menjadi bertanya-tanya.

Kapan sih aku dan Eros terakhir kali kirim-kiriman chat kayak gini?

Ngasih pesan hati-hati di jalan?

Terus ngerasain sensasi nggak sabaran buat ketemu?

Sementara itu, hal yang tak berbeda jauh juga terjadi pada Eros. Ketika ia menarik diri dari keriuhan yang terjadi di balik layar toko kopinya, ia termenung melihat pada riwayat pesan antara dirinya dan Leony kala itu. Membaca barisan kata-katanya. Berulang kali. Seperti ingin meresapinya. Hanya untuk menarik napas dalam-dalam. Seiring dengan kedua sudut bibirnya yang perlahan bergerak melengkung. Membentuk satu senyuman samar.

Kapan coba terakhir kali aku ngingatin dia untuk hati-hati di jalan?

Dan Leony juga nawarin buat masakin aku makan malam?

Sampe ngebuat aku rasa-rasanya pengen cepet balik?

Karena Eros berani bersumpah. Saat itu kalau ia tidak ingat betapa ramainya toko kopinya, sudah bisa dipastikan bahwa ia akan langsung meluncur ke kantor Leony. Demi menjemput pulang istrinya itu. Hihihihihi.

*

Mampir sejenak ke supermarket, Leony menyempatkan diri untuk berbelanja sejenak. Sekadar untuk membeli daging kambing dan bahan-bahan lainnya yang ia perlukan untuk masak nanti. Ah, tentu saja. Sekalian juga ia membeli tempe dan tahu untuk dirinya sendiri.

Sesampainya di unit, Leony langsung berkutat di dapur. Sengaja untuk tidak mandi terlebih dahulu, cewek itu memutuskan untuk membersihkan diri tepat setelah ia selesai memasak. Agar tidak perlu berkeringat lagi nantinya.

Mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai, Leony memulai aktivitas memasaknya. Dengan diiringi alunan musik, ia tampak bersenandung seraya memainkan pisau di atas talenan. Wajahnya terlihat semringah. Berseri-seri. Layaknya ia yang amat senang kala itu.

Ketika aroma khas rempah-rempah yang berpadu dengan manisnya kecap menguar ke udara, Leony menghirup dalam-dalam napasnya. Seraya matanya yang memejam. Wangi yang lezat itu membuat ia tersenyum dengan amat lebar.

"Ehm .... Eros pasti seneng."

Leony melirihkan kalimat itu seraya mengaduk tongseng yang telah masak, bermaksud untuk memadamkan kompor, namun ia justru merasakan embusan hangat yang membelai tekuknya.

"Gimana aku nggak senang kalau kamu masakin aku kayak gini?"

Nyaris terlonjak kaget di tempatnya berdiri, Leony melotot seraya berpaling. Mendapati bagaimana ada Eros yang tepat di belakangnya. Dengan wajah yang maju. Melongok demi bisa melihat pada masakan Leony. Tampak mata cowok itu yang memejam. Sedang menikmati dalam-dalam aroma lezat menu berbahan dasar daging kambing itu.

"Eros," lirih Leony horor. "Kamu ngagetin aku. Balik kok nggak ngomong-ngomong sih?"

Eros cengar-cengir. "Ini aku ngomong."

"Tapi, nggak pake acara tiba-tiba juga ngomongnya," sengit Leony. "Ntar aku jantungan gimana coba?" Ia tampak manyun. Lalu, seakan baru menyadari sesuatu, dahi Leony berkerut. "Eh, tapi kok kamu udah balik? Kok cepet?"

Tak langsung menjawab rasa penasaran Leony, Eros lantas mengangkat tangannya yang sedari tadi ia sembunyikan di balik punggung. Tampak ada satu kantung plastik bewarna hitam. Sedikit berembun dan berasap.

"Tadi pas balik, aku mampir buat beli cendol yang sering kita beli pas kuliah dulu. Tiba-tiba aja pengen makannya. Kamu mau?"

Mata Leony membesar. "Kamu beli cendol?"

"Iya," angguk Eros. "Tapi, emang nggak pake tape sih. Kan khawatir sama Dedek."

Sontak saja Leony mengulum senyum mendengar perkataan Eros. Walau jelas, hal itu tidak sampai membuat ia melupakan masakannya. Leony memadamkan kompor.

"Ehm .... Makasih, Ros."

Terkesan malu-malu, Leony mengambil alih kantung itu. Menyajikan dua porsi es di dalam sana ke dua gelas yang berbeda. Lalu menaruhnya di atas meja makan. Dan ketika itu, Leony pun sadar bahwa Eros belum benar-benar menjawab pertanyaannya tadi.

"Biasanya Jum'at sore kan rame," kata Leony kemudian seraya beranjak ke rak piring. Mengambil satu mangkok yang dimaksudkan untuk menyajikan tongseng. "Kenapa malah balik cepat? Nggak repot apa anak-anak kamu tinggal balik?"

Baru selesai melegakan tenggorokannya dengan segelas air yang dingin, Eros menutup pintu kulkas. Melihat bagaimana Leony yang dengan cekatan menyiapkan makan malam mereka. Dan entah mengapa, di saat sang istri tampak sedikit acak-acakan setelah berkutat dengan wajan dan kompor, Eros justru mendapati hal itu adalah sesuatu yang menggetarkan dadanya. Membuat ia tak bisa menahan dorongan hatinya sendiri. Untuk berjalan. Mencegat langkah kaki Leony. Dengan kedua tangannya yang langsung mendarat di pinggangnya.

"Biarin aja," jawab Eros. "Soalnya aku kangen kamu."

Itu tentu saja jawaban yang tidak diantisipasi oleh Leony. Hingga ia pun sontak mengangkat wajahnya. Refleks. Melihat pada mata Eros. Demi mendapati bahwa tidak ada main-main dalam perkataan yang Eros ucapkan tadi. Alih-lih justru keseriusan.

Meneguk ludah, Leony lantas merasakan bagaimana udara di sekitarnya terasa berubah dengan cepat. Dan hanya sedetik waktu yang bisa mereka berdua pergunakan untuk saling menatap. Hingga kemudian Eros langsung menundukkan wajahnya. Menuju pada bibirnya. Lantas melumatnya dengan penuh irama.

Tangan Leony naik satu. Bertahan pada rahang Eros. Langsung terbuai oleh sentuhan itu. Hingga ia merasakan keberatan ketika Eros justru mengurai ciuman mereka.

Akan melayangkan protesnya, Leony justru mendapati Eros yang kemudian membelai bibir bawahnya dengan usapan ibu jarinya. Membuat cewek itu bisa merasakan bagaimana ciuman tadi sudah membuat napas Eros menjadi berat. Namun, di detik selanjutnya, Leony yakin bahwa dirinya juga mengalami hal yang sama. Yaitu, napasnya yang juga memberat lantaran pertanyaan nakal yang dilayangkan oleh suaminya.

Pertanyaan itu adalah ....

"Malam ntar ... aku jenguk Dedek ya?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top