21. Dengan Perlahan
"Jadi ya sampe sekarang sih Leony cuma minta tempe dan tahu goreng aja sih, Van. Seenggaknya aku beruntung. Aku nggak kebayang kalau dia minta mangga hasil curian. Ckckck. Kan bisa gawat tuh."
Tawa Evan meledak. Terbahak-bahak ketika ia mendengar perkataan sahabatnya itu di suatu siang. Tepat ketika mereka berdua sedang menikmati makan bersama.
"Hahahaha. Aku nggak tau kalau ada cewek yang ngidam makan mangga hasil curian."
Eros tampak mesem-mesem. "Dengar-denger sih katanya ada yang gitu. Buat repot suami nggak sih? Ya enak kalau suaminya emang pakar maling. Lah kalau nggak? Bisa bonyok ini muka cuma gara-gara mangga sebiji."
"Ya kali, Ros, ada cewek waras yang mau nyari laki tukang maling. Aneh-aneh aja sih. Cewek-cewek ya mau segila apa pun ya pasti berdoanya nikah sama cowok baik-baik lah. Masa nikah sama tukang maling."
Tangan Eros naik satu. Mengibas di depan wajahnya. Tampak menggeleng sekilas. "Inti pembicaraan kita bukan profesi cowok dan doa cewek, Van. Tapi, ini perkara ngidam istri."
Evan cengar-cengir. "Jadi berasa suami beneran kamu kini?"
"Kadang ya aku heran aja, Van. Kayak yang nggak masuk di akal aku coba." Eros tampak meraih gelas minumnya. Meneguk isinya sekilas. Sebelum kemudian lanjut bicara. "Kadang aku mikirnya lebay banget. Tapi, astaga. Kalau aku nggak ingat kata dokter Yus kapan hari, mungkin aku udah gila juga."
Ucapan Eros membuat ekspresi wajah Evan tampak berubah. Tertarik. "Apaan?"
"Kapan hari ya, nggak ada hujan nggak ada badai, pas aku udah mandi, aku ngeliat Leony duduk di ruang tamu. Wajahnya kayak yang sedih gitu, Van. Sumpah. Aku udah gemetaran. Tau sendirilah. Dia itu hamil cucu pertama. Nyawa aku taruhannya kalau dia sampe kenapa-napa."
"Terus terus?"
"Taunya, dia sedih gara-gara jam dinding mati, Van," kata Eros seraya membolakan matanya. "Ros, kenapa dari tadi jam tujuh aja? Aku kan mau nonton drama, Ros. Kok lama banget. Jarum jamnya nggak gerak-gerak, Ros."
Maka meledaklah tawa Evan. Terutama karena mengatakan itu, Eros tidak lupa untuk menampilkan mimik wajah yang cemberut. Layaknya Leony yang kala itu tengah bersedih.
Eros geleng-geleng kepala seraya mengembuskan napas panjang. Tapi, tak urung juga ada rasa geli yang membuat ujung bibirnya terasa berkedut.
"Sumpah loh ya. Waktu dia ngomong gitu, aku kayak sistem yang lagi nge-bug."
Evan kembali tertawa. "Hahahahaha."
"Aku diem. Ikut-ikutan ngelongo ngeliatin jam mati kayak orang begok. Hahahaha. Dasar asem dah. Terus baru sadar aku kalau itu jam baterenya udah habis."
"Hahahaha. Ampun dah ampun."
Seolah mereka tidak berada di tempat umum, mengabaikan beberapa pelanggan lainnya yang juga sedang makan siang di sana, Evan masih terus saja tertawa terbahak-bahak. Beruntung sekali, setidaknya cowok itu masih bisa menahan diri untuk tidak memukul-mukul meja saking tak mampu menahan rasa gelinya.
"Sumpah, Van. Waktu pertama konsul sama dokter dan dia bilang emosi ibu hamil itu nggak bisa ditebak, aku nganggapnya remeh aja. Ya maksud aku, biasa kan kita ngadepin cewek PMS. Eh, taunya astaga. Cewek PMS mah paling berapa hari doang, Van. Ini cewek hamil itu sembilan bulan. Kebayang nggak gimana warna-warninya itu emosi?"
Evan berusaha untuk menarik napas dalam-dalam. Dengan matanya yang tampak basah, cowok itu jelas terlihat sudah kelelahan lantaran tertawa saja dari tadi.
"Hahahaha. Segitunya, Ros?"
"Segitunya," tegas Eros penuh keyakinan. "Ya ampun. Perkara jam dinding mati doang. Bahkan kapan hari, sepotong tahu gorengnya jatuh ke lantai aja itu Leony jadi nangis sesegukan parah, Van. Astaga. Padahal itu aku udah gorengin sepiring besar buat dia. Tapi, dia malah nangisin tahu yang jatuh."
Mengingat hal itu, Eros benar-benar selalu geleng-geleng kepala pada akhirnya. Ia tidak pernah mengira bahwa emosi Leony benar-benar akan berfluktuasi seperti itu. Kalau saja keluarga mereka tidak mendesak untuk melakukan konsultasi waktu itu, ehm ... bisa dipastikan Eros yang tidak tau apa-apa soal emosi ibu hamil dan cara mengatasinya, akan meledak pula lantaran ikut-ikutan emosi.
Lagipula, manusia normal mana yang akan menangisi jam dinding mati dan tahu goreng yang jatuh? Walau jelas, itu bukan berarti ibu hamil bukan manusia yang tidak normal. Hanya saja, hormonnya yang tidak normal seperti biasanya.
"Tapi, itu beneran?" tanya Evan kemudian. "Yang Leony nggak mau makan apa-apa selain tempe dan tahu goreng?"
Eros mengangguk. "Dia cuma mau makan tempe dan tahu goreng. Ya ... sama buah-buahan sih. Kata dokter seenggaknya dia mau makan. Timbang nggak makan apa-apa coba? Lagian ... kadang dia juga makan roti kok. Jadi ya sebenarnya vitamin, protein, dan karbo dia tetap masuk."
Mendengar penuturan sahabatnya, Evan dibuat senyum-senyum seraya geleng-geleng kepala. Memikirkan sesuatu di benaknya yang tidak ia ungkapkan saat itu. Alih-alih, ia justru bertanya dengan rasa penasaran yang mendadak timbul.
"Terus, kalau siang kayak gini dia makan apa? Apa bawa bekal dari unit?"
Untuk pertanyaan itu, Eros tampak menyeringai geli. Karena tentu saja jawabannya adalah ... ya.
"Tempe dan tahu goreng lagi, Ny?"
Leony yang saat itu ikut ke kantin bersama Miska tampak melakukan sesuatu yang menjadi kebiasaannya beberapa hari belakangan ini. Yaitu duduk hanya untuk memesan satu gelas teh lemon hangat. Sementara untuk makanan, ia telah membawa bekalnya sendiri.
"Iya dong," kata Leony menjawab pertanyaan Miska dengan senyum lebar.
Mata Leony tampak berbinar-binar melihat pada kotak bekalnya. Ada banyak tempe dan tahu goreng di dalam sana. Tak lupa dengan sambal gorengnya dan nasi dengan porsi yang lumayan sedikit.
Miska tampak mengernyitkan dahinya. "Kamu nggak bosan udah berapa hari makan tempe dan tahu goreng doang?"
Dengan yakinnya, Leony menggeleng. "Nggak tuh. Nggak bosan sama sekali. Lagian ... rasanya enak banget sih, Mis. Nggak tau deh. Eros pake bumbu apa ya pas goreng? Rasanya kayak beda gitu. Lebih renyah dan lebih enak. Beneran deh. Boro-boro bosan, yang ada malah nagih. Kayaknya kalau sehari aja aku nggak makan tempe dan tahu goreng masakan dia, ehm ... mungkin aku bakal lemes nggak bertenaga kali."
"Oh ...."
Miska melirih dengan ekspresi tak yakin di wajahnya. Karena sumpah! Di hari pertama Leony menyombongkan tempe dan tahu goreng masakan Eros itu, dirinya langsung bisa menilai bahwa rasanya sama saja. Bahkan karena dimakan tengah hari, makanan itu justru kehilangan kerenyahan yang biasa dimiliki oleh gorengan pada umumnya.
Namun, jangan salah. Leony justru memakan itu semua dengan teramat lahap. Bahkan nih ya. Leony tidak lagi tampak lesu seperti hari di saat ia pingsan. Berat mengakui, tapi Miska melihat tempe dan tahu goreng itu benar-benar seperti sumplemen multivitamin dan multitenaga untuk Leony.
Jadi Miska hanya berusaha tersenyum seraya angguk-angguk kepala melihat betapa senangnya Leony. Sama sekali tidak ingin menampik hal itu ketimbang harus berhadapan dengan emosi ibu hamil. Hihihihi.
Tak hanya berkaitan dengan makanan, Miska kemudian menyadari sesuatu yang berbeda pada Leony ketika mendapati beberapa hari terakhir ini Donda tidak lagi memarahi Leony seperti biasanya. Semula sih Miska berpikir bahwa itu dilakukan Donda karena masih merasa bersalah soal kejadian tempo hari. Tapi, sekarang Miska menduga itu terjadi karena Leony yang belakangan ini bekerja dengan lebih ulet.
"Ah! Selesai!"
Suara Leony terdengar ketika cewek itu baru saja selesai mengedit satu artikel yang masuk ke mejanya. Dan tak butuh waktu lama, ia pun kemudian mengunggahnya. Lantas beralih pada artikel lainnya yang masih mengantre untuk diperiksa olehnya.
Leony tampak bersenandung seraya memainkan satu stabillo bewarna hijau neon di salah satu tangannya. Membawa artikel itu dan kemudian tampak mencoret-coret beberapa bagian yang tak penting.
"Kamu belakangan ini kayaknya agak beda gitu, Ny. Lagi good mood banget ya buat kerja?"
Leony terkekeh. Mengambil jeda sejenak untuk sekadar menarik napas di sela-sela pekerjaannya. Ia tampak tersenyum lebar.
"Ehm ... nggak tau sih. Tapi, emang akhir-akhir ini perasaan aku lagi seneng banget. Hehehehehe. Kayaknya ada kaitannya sama tempe dan tahu goreng Eros deh."
Dooong!
Miska melongo. Benar-benar tidak habis pikir seremeh itu hal yang bisa membuat Leony merasa senang.
"Ah .... Iya iya," lirih Miska dengan ekspresi aneh di wajahnya. "Gara-gara tempe dan tahu goreng Eros ya." Ia tampak mesem-mesem, bicara lirih hingga tak terdengar oleh Leony. "Segitunya efek tempe dan tahu goreng buat ibu hamil ya."
Mengabaikan Miskan, senyum Leony tampak semakin lebar lagi. Hingga Miska khawatir jangan-jangan wajah Leony akan terbelah karenanya. Ckckck.
Miska memutuskan untuk tidak lagi meladeni Leony kalau itu masih berkaitan dengan tempe dan tahu gorengnya. Tapi, ketika ia baru akan menggeser kursinya yang memiliki roda di kaki-kakinya itu, ia mendapati Leony yang kembali bicara. Mau tak mau membuat ia mengurungkan niatannya untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Mana lagi ya, pas Eros masak, dia kan pake celemek gitu. Dan ngeliatnya kok ya keliatan keren ya? Makanya aku jadi betah ngeliatin dia masak. Hihihihi."
Lagi-lagi, Miska dibuat melongo dengan perkataan rekan kerjanya itu. Hingga ia tak bisa menahan desakan dirinya sendiri, Miska pun lantas beranjak seraya membawa turut serta kursinya. Memanfaatkan roda-rodanya, ia meluncur ke meja Leony.
"Eros? Keren?"
Mata Leony membesar. Dan Miska buru-buru mengangguk, tidak ingin mengacak ibu hamil berdebat. Ia lebih baik memilih jalan aman.
"Tentu saja. Di mata kamu pasti yang paling keren Eros kan?"
Tak lagi membesarkan matanya, Leony justru tampak mengerutkan dahinya. Dan di detik selanjutnya ia menunjuk hidungnya sendiri.
"Tadi aku ngomong Eros keren ya?"
Ya ampun, Miska sungguh tidak mengira bahwa ibu hamil bisa membuat ia terus-terusan melongo. Bahkan untuk perkataan yang baru saja ia ucapkan beberapa detik yang lalu, Leony bisa lupa.
Leony mengerjap-ngerjapkan matanya. Menggaruk tekuknya dengan ekspresi salah tingkah.
"Eros ... keren ya?"
Dan Miska hanya bisa geleng-geleng kepala. Sama sekali tidak ingin ikut campur dalam keanehan yang dialami oleh ibu hamil. Ckckckck.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top