13. Prioritas Situasi 1
Masih melongo lantaran doa yang baru saja dipanjatkan oleh ibu kandung dan ibu mertuanya, terutama karena ditutup oleh kata amin yang teramat panjang, Eros nyaris ingin menampar pipinya sendiri. Hanya sekadar untuk mengecek, apakah yang sedang terjadi saat itu adalah kenyataan atau hanya mimpi belaka. Namun, asap yang mengepul dari mangkuk yang tengah dibawa oleh Pratiwi menbuat ia berpikir sesuatu.
Ya kali di mimpi asap bisa senyata itu.
Terutama karena setelah Pratiwi pun berkata padanya seraya menyodorkan nampan yang ia bawa. Pada Eros yang langsung tergugu.
"Nih! Suapin Leony. Biar perut dia nggak kosong. Hamil muda bawaannya mudah lemes."
Gamang, masih butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan semuanya, Eros tidak memiliki pilihan lain. Pada akhirnya ia pun menerima nampan itu. Menaruhnya sejenak di nakas dan tanpa sadar ia beradu pandang dengan Leony. Entahlah. Tapi, Eros sendiri tak yakin apa maksud dari tatapan mereka. Itu seperti tatapan kosong yang sama-sama bingung, tak mengerti harus dengan sikap seperti apa mereka menghadapi situasi saat itu.
Dan sepertinya hal itu tertangkap oleh Pratiwi, serta Utami. Maka dari itu, kedua wanita paruh baya itu tampak saling lirik dengan ekspresi mesem-mesem. Hingga Pratiwi mencolet tangan Eros.
"Buruan disuapin Leony, Ros. Kamu ini. Ntar buburnya keburu dingin. Udah nggak enak lagi."
"Bener. Biar perut Leony hangat. Mudah-mudahan nggak mual-mual lagi."
Tak bisa melakukan apa-apa, Eros pun pada akhirnya meraih mangkuk bubur itu. Lalu ia pun mulai menyuap Leony.
Leony mengernyitkan dahinya. Ekspresi wajahnya tampak tidak nyaman dengan rasa yang tercecap di lidahnya tatkala memakan bubur ayam itu. Membuat Utami sontak bertanya.
"Nggak enak ya? Kamu nggak suka?"
Susah payah, Leony menelan makanan lembut itu. Lalu buru-buru meraih gelas minumnya. Berusaha mendorong agar bubur tersebut hanyut ke dalam saluran pencernaannya. Tentu saja, dengan harapan ia tidak akan muntah lagi.
Leony menggeleng. "Aku nggak suka, Ma. Bukan buburnya nggak enak," jawabnya berusaha untuk tidak menyinggung perasaan kedua orang ibu tersebut. "Tapi, emang aku kayaknya lagi nggak suka makan bubur."
"Ehm ... ehm ...."
Deheman Pratiwi terdengar mengalun berulang kali. Tampak ia bersedekap. Lalu melayangkan lirikan pada anaknya.
"Ini anak pasti mirip sama Eros," tebak Pratiwi kemudian. "Eros mana suka makan makanan lembek kayak bubur."
Manyun karena justru mendadak menjadi topik pembicaraan, Eros menaruh kembali mangkok itu di atas nampan.
"Malah aku lagi yang kena."
Namun, seolah perkataan Eros tak menjamah indra pendengaran semua wanita di sana, eh ... Utami kemudian justru menyeletuk.
"Oalah. Aku baru kepikiran loh. Leony juga bawaannya suka kesel sama Eros."
Kali ini Leony yang mengerutkan dahinya. Terutama dengan fakta di mana Eros berpaling padanya. Tampak bibirnya bergerak-gerak. Bicara tanpa suara pada Leony.
'Kamu sering ngomongin aku sama Mama?'
Leony buru-buru menggeleng. 'Nggak kok nggak. Sumpah. Nggak sering.'
Dan jawaban itu tentu saja membuat Eros mengerutkan dahi. Karena satu kesimpulan langsung muncul di benaknya.
Ya mungkin emang nggak sering.
Tapi, seenggaknya pernah!
Hanya saja, terlepas dari fakta satu itu, adalah perkataan Pratiwi yang kemudian menarik perhatian Eros.
"Ah, pantes banget kalau gitu mah," ujar Pratiwi seraya angguk-angguk kepala. "Kata orang kan kalau ibu hamil mendadak nggak suka sama seseorang gitu, biasanya anaknya ya plek ketiplek mirip sama orang itu. Dan ini buktinya. Belum lahir aja sifatnya udah sama kayak Eros. Nggak suka bubur. Nggak suka makanan lembek."
Utami sontak tertawa. "Nah, makanya itu aku bilangin. Baru aja kepikiran kenapa Leony suka kesel sama Eros. Ini pasti gara-gara bawaan bayinya."
"Hahahaha."
Ketika tawa Pratiwi dan Utami memeriahkan kamar itu, Eros dan Leony justru tak bisa bereaksi apa-apa. Sungguh! Semua yang terjadi benar-benar di luar kendali mereka. Membuat mereka teramat syok. Dan lebih mengejutkan lagi adalah bagaimana reaksi keluarga mereka menyikapi berita kehamilan itu. Kalau Eros dan Leony merasa frustrasi, maka sebaliknya. Keluarga mereka sangat bersuka cita. Layaknya petani yang baru mendapatkan hujan setelah kemarau panjang. Senyum dan tawa yang tercetak di wajah mereka bukanlah satu kepura-puraan. Itu sangat alamiah. Hingga di satu titik, Eros dan Leony sama berpikir: kapan aku pernah melihat mereka sebahagia ini?
Nyatanya, memang begitulah yang seharusnya terjadi. Kehamilan akan selalu memberikan kebahagiaan bagi semua orang. Terutama bagi dua keluarga yang belum pernah sekali pun menimang cucu sebelumnya. Kehamilan Leony merupakan kehamilan pertama yang amat dinanti-nantikan. Baik dari pihak Eros maupun pihak Leony. Maka tidak heran sama sekali, ketika siang hari itu, di saat jam makan tiba, pasangan pengantin baru itu terbelalak melihat meja makan mereka yang penuh. Nyaris meja itu tidak menyisakan celah sedikit pun.
Leony terkesiap. "Ya ampun, Mama. Kenapa masak sebanyak ini?"
Dan belum lagi Leony mendapat jawaban untuk pertanyaan itu, Adi sudah datang menghampirinya. Dengan satu piring yang berisi beraneka ragam buah. Dari jeruk, apel, dan pepaya. Semuanya telah dikupas dan siap disantap.
"Makan buah dulu, Kak?" tawar Adi dengan senyum terkembang. "Biar dedeknya sehat dan cantik kayak Kakak."
Leony melongo. Bengong. Tapi, tak urung juga satu potong pepaya melayang dan masuk ke dalam mulutnya. Adi tampak cengar-cengir.
"Manis kan?"
Namun, Leony hanya memasang ekspresi syok untuk tindakan itu. Dan ia melirik pada Eros. Di wajah suaminya itu, Leony juga mendapati bahwa Eros sama tak berdayanya seperti dirinya yang menghadapi perubahan sikap keluarganya.
Utami meraih Leony. Mengajaknya duduk. "Kami nggak tau kamu mau makan apa. Jadi, ya ... kami masak aja semuanya."
Dan Rizal pun tak ingin kalah, turut bersuara. "Atau kalau kamu ada mau makanan yang lain, bilang ke Papa. Biar Papa beliin. Jangan sampe cucu Papa ntar ileran."
"Bener, kalau kamu pengen yang lain bilang aja," kata Pratiwi seraya mengambil satu piring. Mengisinya dengan nasi. "Cuma coba dilihat dulu, mungkin kamu mau makan yang udah kami masak. Katanya kamu lagi doyan tempe dan tahu goreng kan? Ini kami udah masakin yang banyak buat kamu."
Mata Leony mengerjap-ngerjap. Melihat bagaimana ada dua piring besar yang tersedia di sana hanya demi tempe dan tahu goreng. Dan melihat itu, Leony meneguk ludahnya. Meringis di dalam benaknya.
Walau aku lagi doyan tempe dan tahu goreng, ya kali makan sebanyak itu.
Jangan-jangan yang dibilang Eros ntar kejadian lagi.
Aku malah jadi kebanyakan makan minyak.
Dan membayangkan itu, sontak saja Leony merasakan perutnya bergemuruh. Maka buru-buru ia menutup mulutnya. Namun, tak urung juga gejolak itu membuat tekanan pada Leony.
"Umphhh! Umphhh! Umphhh!"
Leony langsung bangkit. Mengabaikan kepanikan yang seketika timbul, ia pun segera menuju ke kamar mandi. Tanpa sadar bahwa Eros pun menyusul dirinya ke sana. Dan tepat ketika ia memuntahkan isi perutnya di wastafel, jari Eros terasa sudah mendarat di tekuknya.
Eros meringis mendengar suara Leony yang berulang kali memuntahkan isi perutnya. Dan pada saat itu, ia menyadari sesuatu. Baru saja beberapa jam Leony mengisi perutnya dengan bolu yang ibunya bawa. Eh ... sekarang justru makanan itu sudah keluar lagi.
Maka tidak mengherankan sama sekali bila setelah Leony menuntaskan muntahnya, Eros mendapati wajah Leony yang lesu kembali. Bahkan bibir cewek itu nyaris pucat. Seperti tak ada lagi darah yang mengalir di sana.
Tak langsung membawa Leony ke luar hanya untuk berhadapan dengan kepanikan keluarga mereka, Eros justru mendudukkan Leony di kloset. Pun memberikan beberapa helai tisu untuk mengelap mulut dan wajahnya yang basah. Leony tampak tersiksa.
"Perut aku mual banget rasanya," lirih Leony meringis. "Ya ampun, Ros. Aku beneran nggak mau kita pisah sekarang, Ros. Aku nggak mungkin bisa bertahan kayak gini seorang diri. Pokoknya aku nggak mau kita cerai. Kamu nggak boleh lepas tanggung jawab, Ros. Ini anak kamu juga."
Eros mengembuskan napas panjangnya. Tampak mengambil posisi berjongkok di hadapan Leony. Ia berkata.
"Tenang, Ny. Aku juga manusia. Lagi hewan aja nggak mungkin ninggalin anaknya. Masa aku bakal ninggalin anak aku? Apalagi ...."
Mendadak saja, ucapan Pratiwi melintas di benaknya.
"Ini anak pasti mirip sama Eros."
Namun, Eros tak melanjutkan perkataannya. Alih-alih, ia justru membantu Leony untuk mengelap peluh yang membasahi wajah cewek itu.
"Kita lupakan dulu soal perceraian itu," kata Eros. "Karena kalaupun kita tetap bersikeras buat bercerai, ada dua keluarga yang pasti bakal menentang keputusan kita."
Leony mengangkat wajahnya. Menyadari dengan benar apa yang dikatakan oleh Eros. Keluarga mereka pasti akan menentang habis-habisan keputusan mereka untuk bercerai. Bahkan kalau ingin ditambahkan efek dramatis, boro-boro menyetujui, bahkan mereka mengira bahwa Eros dan Leony sedang bercanda ketika membicarakan soal perceraian mereka.
Apalagi sekarang, ketika dua garis merah di test pack itu sudah dilihat dengan mata kepala mereka masing-masing. Tentu saja perceraian menjadi hal keramat untuk diucapkan. Terutama karena Eros mendapati satu hal yang lebih parah lagi. Yaitu, ketika Eros tak sengaja membuka aplikasi Whatsapp dan ia menemukan bahwa Pratiwi, Rizal, dan juga Adi kompak membuat story berupa foto ketiga buah test pack itu. Hebat bukan?
Dan di lain pihak, Leony pun tau bahwa Utami juga sudah mengabarkan berita kehamilannya itu pada Eggy yang tinggal di Bogor demi pekerjaannya. Tak pelak lagi, dalam waktu dekat, kakaknya itu pasti akan langsung meluncur ke kediamannya.
Maka bisa dibayangkan kalau Eros dan Leony tetap dengan keputusan perceraian itu. Alih-alih bisa berpisah dengan baik-baik, keduanya justru yakin bahwa mereka yang akan berpisah dengan nyawa masing-masing. Ck. Berbahaya untuk keselamatan mereka.
"Kita omongin soal itu kapan hari aja, di saat situasinya sudah terkendali. Seenggaknya sekarang kita harus memprioritaskan hal yang lebih penting," lanjut Eros kemudian seraya menarik napas dalam-dalam. Dan ketika itu, entah mengapa satu perasaan yang aneh seperti turut merasuk ke dalam dirinya. Bersama dengan oksigen yang ia hirup. Lalu terbawa oleh aliran darah. Diedarkan ke seluruh pembuluhnya. Hingga tiba ke otaknya. Hanya untuk menyadarkan satu hal di benak Eros. "Kita harus ngejaga kandungan kamu baik-baik."
Karena kalau ada hal yang terduga yang terjadi pada hari itu, Eros yakin ia butuh buku yang tebal untuk mencatat semuanya. Namun, menyingkirkan semuanya, ia menyadari bahwa kehamilan Leony adalah sesuatu yang paling mengejutkan. Walau jelas, ketika ia sedikit merenung, maka bukan itu yang paling penting. Alih-alih satu kenyataan.
Aku akan jadi seorang ayah.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top