11. Positif!
Sungguh! Leony tidak pernah berniat untuk menumpahkan isi perutnya pada Eros. Sekalipun tidak pernah. Leony berani bersumpah. Tapi, dengan bukti nyata seperti itu, bagaimana lagi dirinya bisa mengelak?
Eros menatap pada dadanya. Tampak diam untuk beberapa saat. Seperti tengah merenungkan baik-baik kejadian yang sedang menimpanya pagi itu. Ketika baru keluar dari kamar mandi? Hanya berjarak dua langkah yang tak berarti? Yang benar saja. Bahkan aroma sabun dan sampo yang wangi pun masih menguar terlalu kuat dari tubuhnya. Tapi, dengan muntahan Leony di sana?
Pelan-pelan, Eros mengangkat wajahnya. Melihat pada Leony yang tampak meringis. Ekspresi wajah cewek itu benar-benar tampak salah tingkah. Membuat Eros memejamkan matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan ketika matanya kembali membuka, ia pun turut mengembuskannya pelan-pelan.
"Sorry, Ros, sorry," kata Leony berusaha minta maaf. Namun, sejurus kemudian, sebelum ia bisa melanjutkan kembali perkataannya, ia merasakan gejolak yang kembali mengacaukan isi perutnya. Membuat ia buru-buru menutup mulutnya lagi. Berusaha untuk menahan desakan itu hingga pundaknya tampak berguncang berulang kali.
Eros pun melotot. "Eh eh eh? Kamu mau muntah lagi?"
Mengabaikan Eros, Leony langsung bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Menuju ke wastafel dan menuruti desakan tubuhnya yang ingin menguras isi perutnya.
"Hueeek! Hueeek! Hueeek!"
Pun dengan keadaannya, Eros memang harus kembali lagi masuk ke kamar mandi. Melepas handuknya, ia langsung membersihkan dirinya. Memastikan bahwa tidak ada aroma menjijikkan yang tertinggal di tubuhnya. Dan ketika ia selesai membersihkan diri untuk yang kedua kalinya, ia mendapati Leony yang masih berjuang di wastafel.
Eros mengembuskan napas panjang. Mendekati Leony dan lalu mengusap tekuk cewek itu. Mencoba membantu agar Leony bisa lancar mengeluarkan isi perutnya.
"Kamu makan apa sih sampe muntah-muntah kayak gini?" tanya Eros ketika pada akhirnya Leony selesai muntah. Ia sedikit menarik diri. Melihat bagaimana Leony yang tampak membasuh mulutnya berulang kali. Dan ia pun teringat sesuatu. "Ini pasti gara-gara kamu kebanyakan makan tempe dan tahu goreng. Kamu kebanyakan makan minyak. Tuh kan. Udah aku bilangin juga. Masih ngeyel. Ini nih akibatnya bisa cerewetin orang, tapi diri sendiri nggak bisa dicerewetin balik."
Tampak kepayahan, Leony lantas membasuh wajahnya pula. Ia melihat Eros melalui pantulan cermin di wastafel itu.
"Please, Ros. Jangan ajak aku ribut dulu pagi ini. Badan aku rasanya lemes banget."
Eros mendengkus. Tampak acuh tak acuh dengan perkataan Leony. Walau jelas sih, cowok itu bisa melihat betapa tersiksanya Leony. Wajah cewek itu tampak pucat sekarang. Mungkin karena isi perutnya sudah terkuras habis.
Namun, terlepas dari itu, Eros pun kemudian melihat bagaimana ada beberapa bulir keringat besar-besar yang mengalir di sisi wajah Leony. Tidak sedikit. Bahkan terkesan banyak. Seperti tengah membanjiri cewek itu. Dan ketika itulah, Eros lantas kepikiran sesuatu.
"Kamu sakit?" tanyanya. "Masa sih masuk angin sampe segininya? Kemaren kamu ada makan apa? Beli jajanan di luar?"
Berusaha untuk menggeleng, Leony tampak terengah-engah. Seolah dirinya yang teramat payah. Layaknya atlet lari yang baru saja melalui lintasan beratus kilometer jauhnya.
"Nggak. Aku nggak ada jajan di luar. Kemaren aku cuma makan tempe dan tahu goreng aja. Sama kayak biasanya."
Eros geleng-geleng kepala. Membiarkan Leony untuk beranjak lebih dulu keluar dari kamar mandi itu, barulah kemudian ia menyusul. Seringai cemoohan tampak terukir di wajahnya yang tampak.
"Makanya aku bilang. Kamu kebanyakan makan minyak. Akhirnya perut kamu mual-mual. Muntah deh pagi ini."
Mengabaikan Eros dan memutuskan untuk tidak meladeni cemoohan itu, Leony beranjak ke dapur. Membiarkan Eros yang berlalu dalam tujuannya ingin ke kamar, ia meraih satu gelas. Mengisinya dengan air.
Berniat untuk membasuh tenggorokannya yang terasa kering kerontang, Leony justru mendapati bagaimana tangannya bergetar. Jarinya terasa tak kuat memegang gelas itu. Lantas, ia pun merasakan bagaimana pemandangannya bergoyang-goyang. Membuat ia mengerjapkan mata berulang kali. Berusaha untuk tetap fokus, namun yang terjadi justru sebaliknya. Gaya tarik bumi berhasil menang. Menarik tubuh Leony yang tak berdaya untuk ambruk tak berdaya di lantai.
Gelas terlepas. Jatuh. Bunyinya ketika pecah diikuti oleh suara gedebuk yang teramat kuat. Hingga ampuh untuk membuat langkah kaki Eros berhenti.
Mengerjapkan mata, Eros memutar tubuhnya. Dengan dahi yang berkerut, setelah menimbang untuk beberapa saat, ia pun memutuskan untuk mengecek suara apakah itu. Dan ketika ia tiba di dapur, ia sontak terkesiap kaget.
"Leony!"
Tubuh Leony tampak terbaring di lantai. Tak bergerak. Di antara pecahan gelas kaca yang berhamburan.
*
Panik? Tentu saja Eros panik. Karena sumpah, seumur hubungan mereka, Eros tidak pernah mendapati Leony pingsan. Cewek itu kuat. Bahkan saking kuatnya Leony pernah bertanya rasa magh itu seperti apa. Jadi, melihat Leony tergeletak di lantai dalam keadaan tidak sadarkan diri, tentu saja Eros tak mampu menahan keliaran pikiran buruknya untuk melanglang buana ke mana-mana.
"Ny .... Leony ...."
Eros menghampiri Leony. Memanggil nama cewek itu dengan harapan Leony akan menyahut. Namun, jangankan sahutan, bahkan lirihan pelan pun tak Eros dapatkan.
Menyingkirkan pecahan gelas itu dengan hati-hati, Eros memastikan bahwa tubuh Leony tidak mengalami luka. Untuk kemudian barulah ia meraih tubuh cewek itu. Membawanya ke dalam gendongannya dan lantas membaringkannya di tempat tidur mereka.
"Ny .... Ny ...."
Berulang kali Eros mencoba menyadarkan Leony, berulang kali pula ia mendapati bahwa Leony masih tidak menjawab panggilannya. Maka rasa takut pun langsung menjalari tubuhnya. Dan dibutuhkan kekuatan besar untuk seorang Eros bisa menekan kekhawatirannya itu sejenak demi mencari minyak kayu putih.
Mengabaikan kenyataan bahwa dirinya masih belum berpakaian, Eros lantas memberikan dua tetes minyak kayu putih di pucuk hidung Leony. Pun juga di pelipisnya. Hingga kemudian ia meneteskan pula di ujung jari telunjuknya. Demi membawa aromanya di depan hidung Leony, agar terhirup oleh cewek itu.
Entah berapa lama tepatnya, yang pasti adalah Eros nyaris merasa tangannya pegal saat terus-menerus mencoba menyadarkan Leony dengan bantuan minyak kayu putih itu. Hingga sempat terbersit di benaknya untuk segera membawa Leony ke rumah sakit terdekat. Namun, pada akhirnya terdengar juga suara Leony. Mengerang. Dengan kesan berat. Seperti kepalanya sedang tertimpa benda yang beratnya ratusan kilogram.
Eros buru-buru menyisihkan botol minyak kayu putih di atas nakas. "Ny? Kamu udah sadar?"
Leony meringis. Memegang kepalanya yang terasa berat dan bergoyang-goyang. "Ros ...."
Kedua tangan Eros bergerak. Meraih tubuh Leony dan membantu cewek itu untuk bangkit duduk. Ia tampak menderita.
"Kamu sakit?" tanya Eros. Telapak tangannya naik satu. Mendarat di dahi dan mencoba merasai suhu tubuhnya. "Emang agak hangat sih."
Memejamkan matanya, Leony menarik napas dalam-dalam. Sungguh. Saat itu ia merasa tubuhnya benar-benar lemas. Tak berdaya. Seperti tidak makan selama seminggu penuh.
"Haus," lirih Leony serak. "Aku mau minum, Ros."
Memastikan Leony bersandar dengan tepat di kepala tempat tidur, Eros lantas mengangguk.
"Bentar. Aku ambilin dulu."
Eros pun bergegas ke dapur. Mengambil segelas air putih hangat-hangat kuku dan langsung kembali ke kamar.
Selangkah ia masuk, Eros mendapati Leony yang tampak memijat pangkal hidungnya berulang kali. Hingga memberikan berkas warna kemerahan di sana.
Eros duduk di tepi tempat tidur. "Ini minumnya."
Tak hanya mengatakan itu, Eros pun membantu Leony untuk meneguk air tersebut. Menuntunnya pelan-pelan dengan perasaan yang tidak sepenuhnya tenang.
Ketika Eros menaruh gelas kosong itu ke atas nakas, Leony mendesah lega. Seolah dirinya yang baru saja terbebas dari belenggu kemarau ratusan tahun.
"Apa kamu mau ke rumah sakit?" tanya Eros kemudian. "Kamu nggak pernah pingsan sebelumnya. Jangan-jangan kamu beneran sakit lagi."
Menarik napas dalam-dalam, Leony menggelengkan kepala. "Mungkin aku cuma masuk angin aja. Badan aku rasanya lemes. Perut aku mual-mual." Ia tampak meringis. "Please. Itu handuk kamu buruan dijemur. Bau lembabnya mulai kecium."
Perkataan Leony membuat Eros menundukkan kepalanya. Melihat pada handuk di pinggangnya yang memang sudah mulai mengering di badan. Astaga! Saking khawatirnya Eros tadi dengan keadaan Leony, ia bahkan sampai tidak tau entah sudah berapa lama ia mondar-mandir hanya dengan mengenakan sehelai handuk!
Eros meringis. "Kayaknya kalau kamu masih sempat cerewetin soal handuk basah, itu artinya kamu masih baik-baik aja."
Leony tak menggubris tukasan itu, alih-alih memutuskan untuk kembali memejamkan matanya. Berusaha mencari posisi duduk yang nyaman, berharap bisa menenangkan diri.
Apa iya gara-gara kebanyakan makan minyak?
Tapi, perut aku rasanya mual banget.
Sumpah.
Mana badan aku lemes banget lagi.
Rasanya kayak yang mau mati aja.
Ringisan pelan meluncur dari bibir Leony. Membuat Eros yang baru saja selesai berpakaian jadi geleng-geleng kepala. Tepat sebelum pada akhirnya ia meninggalkan Leony seorang diri di kamar. Entah apa yang merasukinya, tapi kala itu Eros menjemur handuknya. Mungkin ketimbang ribut lagi.
Ditinggal seorang diri di kamar, pikiran Leony semakin liar ke mana-mana. Hingga pada akhirnya, entah mengapa, suara ibunya mendadak terdengar di benaknya. Mengiang kembali.
"Kamu belakangan suka makan tempe dan tahu goreng? Nggak mau makan yang lain?"
"Kamu juga mageran? Maunya di kamar aja? Istirahat aja?"
"Penciuman kamu juga lebih sensitif? Ada bau dikit ngebuat kamu enek?"
"Kamu yakin kamu lagi kesal dengan Eros? Bukannya karena kamu lagi hamil?"
Pada saat itu, Leony menyadari bagaimana lemas tubuhnya tergantikan oleh keremangan yang tak mampu ia ungkapkan dengan kata-kata. Seolah ingin memberikan pertanda padanya. Bahwa ada sesuatu yang tengah terjadi.
Dan nyatanya, kengerian yang menghinggapi Leony tertangkap oleh retina Eros. Ketika cowok itu masuk kembali ke kamar, berencana untuk mengambil kunci mobil di atas nakas dan memberi tau pada Leony rencananya hari itu, ia justru mendapati ekspresi tegang di wajah istrinya.
Pelan-pelan, lalu tatapan keduanya bertemu di udara. Dan ketika itu Eros mendengar suara Leony yang gemetaran.
"Ros, kamu ke apotek bentar ya?"
Eros mengerutkan dahi. "Kenapa? Mau obat? Ada paracetamol kok kalau demam doang."
Namun, Leony menggeleng. "Bukan. Tapi, beliin aku test pack."
Kali ini, bukan hanya Leony yang meremang, alih-alih Eros juga. Membuat cowok itu meneguk ludah.
"Ma-ma-maksud kamu?"
Leony memegang kepala dengan kedua tangannya. "Please, aku juga takut kini, Ros. Tapi, aku mohon banget. Beliin aku test pack. Paling nggak dua atau tiga. Sumpah. Gara-gara omongan Mama semalem ...."
Leony tak mampu meneruskan perkataannya. Ia menggigit bibir bawahnya. Dan Eros pun sepertinya tak sanggup juga untuk mendengarkan kelanjutan perkataan Leony. Hingga ia kemudian beranjak. Keluar dari unit demi menuju pada apotek yang tersedia di kawasan gedung apartemennya. Membeli benda yang dimaksud.
Tak berapa lama kemudian, Leony memegang ketiga test pack tersebut. Dengan dibantu oleh Eros, ia beranjak ke kamar mandi. Masuk ke dalam sementara Eros mencoba untuk bersabar. Maka ia pun memutuskan untuk menunggu di ruang tamu ketimbang memperturutkan hasrat dirinya untuk turut masuk ke sana.
Ya ampun.
Dan menunggu beberapa menit menjadi hal yang menyebalkan bagi cowok itu.
Gimana kalau Leony beneran hamil?
Padahal kami kan mau cerai?
Dan sebenarnya, hal itu juga melintas di benak Leony. Ketika ia melihat pada hasil uji cepat ketiga test pack itu, Leony mendapati pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi kepalanya.
Gimana ini?
Aku dan Eros kan mau cerai?
Langkah kaki Leony gontai. Namun, aneh. Derapnya yang nyaris halus masih tertangkap di telinga Eros. Membuat ia menoleh. Melihat kedatangan Leony yang tampak lesu dengan ketiga test pack di salah satu tangannya.
Eros bangkit. Menghampiri Leony. Bertanya dengan nada harap-harap cemas.
"Gi-gi-gimana, Ny?"
Membeku, Leony mengerjapkan matanya sekali. Lantas, seiring dengan tangannya yang naik, memberikan test pack itu pada Eros, ia berkata.
"Positif!"
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top