1. Waktu Demi Waktu
Urutan novel seri 'Satu Kata':
1. POSITIF! (tamat)
2. SAH! (otw)
3. CROT! (otw)
4. Harta, Takhta, dan Perjaka! (otw)
************
Pradipta Erosandy melihat pada jam yang melingkari pergelangan tangannya. Sembari tetap mondar-mandir, tentunya. Tapi, ketika retina matanya fokus pada angka berapa kedua jarum jam itu menunjuk, maka langkah kaki cowok itu pun berhenti.
Mata Eros lantas berpindah pada pintu kamar yang tampak sedikit terbuka. Dari raut wajahnya, terlihat jelas sekali. Cowok itu sudah berada di ambang batas kesabarannya.
Ya Tuhan.
Ini bukan kayak dia yang mau menghadiri penghargaan Oscar kan?
Eros berdecak sekilas.
Dia nggak tau udah berapa lama dia dandan?
Mengembuskan napas panjang, Eros lantas mengambil keputusannya. Ia akan masuk ke kamar, tidak peduli larangan istrinya yang tidak menginginkan kehadirannya di kamar kalau ia sedang berdandan.
Tapi, baru selangkah Eros berjalan, ia langsung berhenti. Adalah kehadiran seseorang yang keluar dari kamar itu yang menghentikan langkah kakinya.
Terpisah jarak yang tak seberapa, ada Leony Rosalie berdiri. Tampak memandang Eros dengan ekspresi yang tak yakin. Kedua bahunya yang polos, terangkat sekilas. Bertanya dengan nada lirih pada suaminya.
"Gimana, Ros? Cantik nggak?"
Namun, pertanyaan itu seperti tidak menjamah indra pendengaran Eros. Alih-alih, sepertinya cowok itu justru layaknya yang sedang tidak sadar diri. Ehm ... tatapan mata hitam Eros, jelas, tidak tertuju pada mata Leony. Tapi, pada hal lainnya. Yaitu ... kilasan masa lalu mereka.
Tidak terlalu masa lalu mungkin. Tepatnya sekitar enam bulan yang lewat. Kala itu, mereka berdua sedang mampir ke satu pasar malam sehabis menikmati film terbaru yang menghabiskan nyaris dua jam waktu mereka.
"Aku udah lama banget loh nggak mampir ke pasar malam," kata Leony malam itu. "Dan ... tumben kamu ngajakin aku ke sini." Mata Leony tampak mengerjap sekali melihat Eros yang tersenyum simpul. "Kayak bukan tipe kamu aja."
Eros mengulurkan tangannya. Merengkuh pinggang Leony. Menjaga gadis itu untuk tetap berada di dekatnya kala keramaian di pasar malam semakin memadat. Eros memastikan bahwa tak akan ada tangan nakal nan jahil yang menyentuh kekasihnya itu. Hal yang tentu saja membuat Leony mau tak mau tersenyum karenanya.
"Ehm ...," dehem Eros kemudian. "Tipe aku? Emangnya aku tipe yang kayak gimana?"
Leony mengangkat sedikit wajahnya. "Kamu itu tipe ... cowok yang nggak suka keramaian kayak gini."
"Benarkah?"
Eros bertanya seraya menundukkan kepalanya. Melihat pada Leony dan lantas merasakan tangan gadis itu balas memeluk perutnya. Di sana, kepala Leony terasa mengangguk berulang kali.
"Aku tau ...," kata Leony kemudian. "Kamu nggak suka keramaian. Nggak suka irisan bawang. Nggak suka irisan cabe. Nggak suka irisan bawang daun. Tapi, kamu justru suka irisan bawang bombay."
"Hahahahaha."
Tak mau, tapi Eros sontak tertawa karena perkataan Leony. Merasa geli, tapi di lain sisi ia justru merasa tersanjung. Bahkan untuk hal sekecil irisan bawang pun ternyata Leony sudah mengenal dirinya.
"Ternyata kamu udah beneran tau tentang aku ya?" tanya Eros dengan nada menggoda. "Bahkan sampe yang aku nggak suka pun kamu tau."
Mata Leony tampak melirik pedagang kerak telor. Sempat terbersit di benaknya untuk membeli jajanan khas Betawi itu. Tapi, ia urungkan langsung niatannya itu. Bukannya apa, soalnya Leony mendadak ingat kalau seminggu yang lalu ia baru saja sembuh dari batuk berdahaknya. Mungkin lain waktu.
Menarik napas dalam-dalam, Leony lantas memindahkan tatapannya ke depan sana. Pada komedi putar yang sedang beroperasi.
"Jangankan untuk yang kamu nggak suka ...," kata Leony kemudian. "Untuk yang kamu suka aja aku udah hapal banget."
Eros kembali menundukkan kepalanya. "Oh ya?" goda cowok itu. "Contohnya apa coba yang aku suka?"
Dan Leony menjawab pertanyaan itu dengan penuh percaya dirinya. Seraya memulas seuntai senyum di wajahnya yang manis.
"Aku."
Eros terkekeh. Tapi, tentu saja tak menyangkal jawaban itu. Alih-alih, ia tampak menarik tubuh Leony untuk semakin merekat padanya. Hanya untuk melabuhkan satu kecupan di puncak kepala cewek itu.
Leony memejamkan matanya sekilas. Pun turut tersenyum di rengkuhan Eros. Merasakan bagaimana tangan Eros yang semula berada di pinggangnya, pelan-pelan bergerak. Pindah dan mendarat di lengan atasnya. Memberikan beberapa kali usapan yang membuat gadis itu merasa teramat dicintai.
"Mau main wahana nggak?" tanya Eros kemudian.
"Kamu mau?" balik bertanya Leony. "Serius?"
Eros mengangguk. "Serius," jawabnya dengan menyorotkan keyakinan. "Kamu mau main apa?" Mata Eros bergerak ke sekeliling. "Rumah hantu?"
Tangan Leony sontak memberikan satu cubitan kecil di perut Eros. "Jangan macam-macam deh, Ros."
Eros tergelak.
"Kamu mau ngeliat aku pingsan gara-gara ketakutan apa?"
"Hahahahaha. Atau mau main tong setan?"
Leony seketika melihat ke sebelah. Di seberang sana terdengar jelas suara motor trail yang bergemuruh. Sontak saja ia geleng-geleng kepala. Dan ketika ia menarik kembali pandangannya dari sana, komedi putar di depan mereka, berhenti bergerak.
"Atau kamu mau naik komedi putar?"
Leony kembali mengangkat wajahnya. Melihat pada Eros dengan sorot yang sanksi. Ia bertanya.
"Kamu mau?"
Tak menjawab dengan kata-kata, Eros lantas meraih tangan Leony. Membawanya untuk menuju ke wahana tersebut. Dan tanpa buang-buang waktu, Eros pun berkata pada petugasnya.
"Dua, Om. Langsung double ya?"
Petugas itu menyipitkan matanya. "Double mainnya?"
"Iya," kata Eros seraya mengeluarkan dompetnya.
Petugas itu memberikan empat karcis pada Eros. Dan menerima uang pembayaran dari cowok itu. Ketika ia bermaksud akan memberikan uang kembalian, Eros menolak.
"Nggak apa-apa, Om. Simpen aja."
Sejurus kemudian, Eros langsung menarik tangan Leony. Masuk ke dalam satu sangkar komedi putar tersebut. Ekspresi antusias, langsung terpancarkan di wajah Leony.
"Jarang banget kamu mau ngajak aku naik ginian, Ros," kata Leony dengan mata yang berbinar-binar. "Makasih."
Eros memandang Leony yang duduk di hadapannya itu, sementara Leony? Jelas sekali. Cewek itu dengan penuh semangat melihat ke bawah ketika pelan-pelan komedi putar mulai bergerak.
Leony tampak begitu senang. Senyum lebar mengembang di wajahnya. Ia pun terlihat sangat semringah. Berseri-seri. Begitu menikmati. Tanpa menyadari bahwa di hadapannya, Eros justru menarik napas dalam-dalam.
Tetap menjaga matanya untuk fokus melihat Leony, tangan Eros kemudian perlahan bergerak. Masuk ke dalam saku celananya. Lalu meremas satu benda di dalam sana.
Astaga!
Satu kontak cincin.
"Leony ...."
Eros menguatkan dirinya ketika pada akhirnya ia memanggil nama kekasihnya itu. Lirih dan terdengar sedikit gemetar. Tapi, tak urung juga berhasil menarik perhatian Leony.
Gadis itu menoleh. Tersenyum walau sedikit heran dengan ekspresi wajah Eros yang tampak berbeda. Sedikit tegang.
"Ya?" tanya Leony ragu. "Kenapa?"
Meneguk ludahnya, Eros lantas menguatkan hatinya. Tak membiarkan sedikit pun pikiran untuk mundur mempengaruhi rencananya semula.
Oh, tentu saja. Eros mengajak Leony menaiki wahana komedi putar bukan tanpa alasan. Itu jelas adalah bagian dari rencananya. Rencana untuk ....
"Menikahlah denganku, Leony!"
Tiba-tiba, mendadak sekali, bahkan Leony tak ada bayangan sedikit pun. Tapi, Eros mengeluarkan satu kotak cincin dari saku celananya. Tanpa aba-aba langsung menjatuhkan diri. Berlutut pada satu kaki di depannya. Dan memamerkan isi di dalam kotak cincinnya.
Semua terjadi dengan begitu tiba-tiba. Hingga wajar sekali bila dalam beberapa detik lamanya, Leony hanya bisa terdiam. Termangu melihat cowok itu tanpa bisa mengatakan apa-apa.
Dua pasang mata bertemu. Di sana, Leony melihat bagaimana keteguhan itu berkobar di mata Eros. Dan kalau itu belum cukup untuk meyakinkannya, maka ucapan Eros selanjutnya, pasti bisa.
"Aku ingin kamu jadi istri aku, Ny. Karena aku tau, cuma kamu yang paling tepat untuk melengkapi semua kekurangan aku. Karena ... cuma kamu yang aku harapkan."
Kata-kata itu menghadirkan rasa panas di kedua mata Leony. Bahkan lebih dari itu, ampuh sekali dalam menarik butir-butir bening untuk menggenangi kelopak matanya.
"Eros ...."
Eros menarik napas sekilas. "Kamu tau aku cinta kamu. Dan aku juga tau, kamu juga cinta aku, Ny," lanjutnya lagi. "Untuk itu ... menikahlah denganku."
"Eros .... Aku ...."
Leony nyaris tak bisa bersuara. Bahkan gadis itu sebenarnya heran mengingat dirinya yang masih bisa bernapas dengan apa yang sedang ia alami saat itu.
Eros melamarnya!
Dan itu adalah hal yang paling membahagiakan untuk gadis itu.
Tapi, tetap saja. Eros butuh kepastian. Butuh jawaban. Hingga kemudian ia menyebut nama Leony dengan kesan bertanya.
"Leony?"
Leony buru-buru menutup mulutnya. Berusaha untuk menahan isaknya ketika air mata kebahagiaan itu menyeruak pula. Jatuh dan menjadi dua aliran bening di pipinya yang mulus. Lantas, ia pun tak mampu menahan desakan hatinya.
"Iya, Ros, iya. Aku mau nikah dengan kamu," kata Leony seraya berusaha menahan gejolak bahagia di dalam dadanya. "Ya Tuhan. Aku mau, Ros."
Tak hanya menjawab lamaran itu dengan ucapan, Leony lantas menghambur. Memeluk Eros dengan teramat menggebu. Dan di saat itu, ia mendengar suara Eros berbisik di telinganya.
"Aku cinta kamu, Ny. Cinta banget."
Pelukan Leony mengerat. Membalas ucapan cinta itu dengan tak kalah yakinnya.
"Aku juga cinta kamu, Ros. Cinta banget."
Ucapan itu terasa menggema di telinga keduanya. Dan tak hanya sebatas indra pendengaran, tapi ucapan itu teramat ampuh untuk terus melaju. Merayap. Ikut bersama aliran darah. Hingga berlabuh di jantung masing-masing. Seperti terpateri di sana. Untuk memberikan debaran yang seolah tengah berjanji ... untuk menjalani kehidupan yang akan datang dalam kebersamaan.
Eros mengurai pelukan itu. Perlahan menciptakan jarak yang cukup bagi dirinya untuk mengeluarkan cincin itu dari dalam kotaknya.
Eros meraih tangan Leony. Pelan-pelan memasangkan cincin itu di jari manis sang gadis. Setelahnya, bibir Eros melabuh untuk memberikan ciuman di atas cincin itu. Memejamkan matanya.
Hingga beberapa saat kemudian, ketika Eros mengangkat wajahnya, ada mata penuh cinta Leony yang menyambutnya.
Dan Leony, teramat bahagia. Hingga tak memedulikan ada di mana mereka kala itu, kedua tangannya bergerak. Menangkup pipi Eros. Lantas mencium cowok itu dengan segenap perasaannya.
Lantas Eros, layaknya cowok yang telah memberikan semua dunianya pada kekasih hatinya, tentu saja menerima ciuman itu dengan seluruh jiwanya. Bahkan membalas mencium dengan tak kalah menggebunya.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top