1. Pertemuan Pertama

Happy reading :)

***

Wahyudi mengeringkan rambutnya dengan handuk biru tua. Wajahnya terlihat segar sehabis mandi. Ia masuk ke kamarnya, kamar tamu di rumah keluarga Antariksa. Dilihatnya jam dinding kayu di atas pintu. 20.21.

Handuk setengah basah disampirkan pada sandaran kursi, lalu Wahyudi merebahkan diri. Ia tersenyum. Itu hari pertamanya magang dan dia merasa sangat gembira. Bayangan profesi di masa depan menari-nari di kepala. Ikrar yang baru sehari lalu ia ucapkan di depan sahabatnya, Angkasa Andromeda, turut terngiang di telinga.

Lebih serius kuliah dan tidak akan memikirkan urusan perempuan dulu!

Keyakinannya menguat. Perempuan yang pas akan datang sendiri, nanti, setelah ia memantaskan diri.

Wajah ibu bapaknya melintas berikutnya, melintas pula cita-cita untuk membahagiakan keduanya. Ia tersenyum sekali lagi, bersamaan gawai di samping bantalnya berbunyi.

"Assalamualaikum, Ndro. Piye?"

"Waalaikumsalam. Wis nak omah, Yud?"

"Alhamdulillah, udah tadi sebelum isya. Gimana, Ndro?" respon Wahyudi terdengar lebih sopan dari biasanya. Rasa hutang budi menyelinap, berkat sahabatnya ia bisa magang di perusahaan milik Antariksa.

"Metu yo. Ngeronde (Keluar yuk. Neli ronde)."

"Wedang ronde maksudmu?"

"Iyo, lah. Lha kon kesel gak? (Lha kamu capek nggak?)"

"Aman, Bro."

"Ya udah, tunggu di depan ya."

"Siap."

Diurungkannya niat untuk melepas lelah. Lagipula lelahnya sudah terkikis oleh rasa gembira. Memenuhi ajakan sahabatnya lebih penting dari sekadar memejamkan mata.

Wahyudi bangkit dan membuka lemari. Pilihan bajunya tak banyak. Ia memilih jeans abu-abu tua dan kaus oblong putih yang ia beli di Malaysia. Kausnya beli sendiri, ke Malaysianya tentu digratisi. Oleh siapa lagi kalau bukan sahabat yang mengajaknya pergi malam ini. Seulas senyum merekah sekali lagi.

"Bu, izin keluar sebentar. Diajak Andro. Ngeronde katanya. Bu Jani mau dibungkusin?" Di ruang tamu ia bertemu Bu Jani. Sekalian pamit.

"Ronde dibungkus yo adem, Mas. Gak enak ta lah. Pean ki onok-onok ae. (Ronde dibungkus ya dingin, Mas. Nggak enak, lah. Kamu itu ada-ada saja)." Bu Jani tertawa. Wahyudi ikut tertawa.

"Lha Mas Andro bukannya lagi menyambut keluarga Mbak Salma yang dari Eropa ya, Mas?" tanya Bu Jani kemudian.

"Tadi pagi sih ceritanya juga begitu, Bu. Tapi nggak tahu ya, barusan telpon ngajakin keluar. Saya disuruh nunggu di depan."

"Oh, ya udah, buruan sana. Mas Andro ki lak gak sabaran areke. (Mas Andro kan nggak sabaran orangnya)." Keduanya kembali tertawa, hafal pada kelakuan si tuan muda.

Di teras Wahyudi belum melihat penampakan mobil sahabatnya. Dia menuju ke pos satpam, mengobrol dengan Pak Surip, penjaga sekaligus tukang kebun di rumah keluarga Antariksa.

"Kate nak ngendi, Mas? (Mau ke mana, Mas?)" Pak Surip melempar pertanyaan standar.

"Diajakin keluar sama Andro, Pak."

"Pean gak kesel ta? (Kamu nggak capek to?)"

"Nggak, Pak. Anak muda." Wahyudi jemawa. Keduanya terkekeh bersama.

"Pean rokokan tah gak? (Kamu ngerokok apa nggak?)" Pak Surip menyodorkan bungkus kretek yang terbuka. Wahyudi menggeleng, mengucapkan terima kasih, dan menjelaskan bahwa dia tidak merokok.

"Wah, pean jos tenan. Arek enom jaman saiki, pinter, bagus, tapi gak rokokan. Mantu idaman (Wah, kamu hebat banget. Anak muda zaman sekarang, pintar, ganteng, tapi nggak merokok)," puji Pak Surip sembari mengacungkan jempol tangan kanan.

"Kuliah aja dibayarin pemerintah, Pak. Ya kali beasiswanya dipakai buat beli rokok. Beli kertas aja kadang ngutang anak bos." Tawa kembali berderai.

"Yo wis, iki wae. (Ya sudah, ini saja)." Toples kacang berpindah ke sebelah Wahyudi.

"Kakean kacang ngko jerawatan njuk baguse berkurang piye, Pak? (Kebanyakan kacang nanti jerawatan terus berkurang gantengnya gimana, Pak?)" Tentu saja Wahyudi cuma bercanda. Tangannya tetap saja terulur, meraup segenggam kacang goreng dan memindahkan sedikit demi sedikit ke mulutnya.

Obrolan ringan diselingi tawa riang mengalir akrab diantara keduanya. Mungkin sebab perasaan senasib, sama-sama berbos Antariksa dan bertuan muda Angkasa Andromeda.

Sebuah MPV abu-abu tua berhenti di depan pos satpam. Kaca di sisi driver terbuka, seraut wajah tampan hadir di sana. Siapa lagi kalau bukan si tuan muda?

Pak Surip menyambut dengan anggukan hormat. Wahyudi mengakhiri perbincangan dan bersegera menghampiri sahabatnya.

"Aku wae sing nyupir, Ndro. (Aku saja yang nyetir, Ndro)"

"Gak ah, kon mesti kesel bar kerja keras bagai quda. (Nggak ah, kamu pasti capek habis kerja keras bagai quda)"

"Insya Allah aman. Aku seneng kok, Ndro. Gak kesel. Serius. (Aku senang kok, Ndro. Nggak capek)"

"Gak gak. Wis ndang munggah ae. (Nggak nggak. Udah buruan naik aja)"

"Nek gak oleh nyupiri yo aku gak sido melok ae wis. (Kalau nggak boleh nyetir ya aku nggak jadi ikut aja deh)."

"Asem, malah mutung. (Sial, malah ngambek)." Andro misuh-misuh, tapi tetap saja dia turun untuk berpindah ke seat sebelah kiri. Membiarkan Wahyudi memegang kemudi.

Pintu belakang sebelah kanan turut terbuka, Salma turun dari sana. Seperti biasa, dia harus berpindah tempat menyesuaikan posisi suaminya. Andro memang agak berlebihan soal kepemilikannya terhadap Salma.

Wahyudi menganggukan kepala kepada Salma, perempuan cantik dan anggun yang menyandang status sebagai istri sahabatnya. Seperti yang sudah-sudah, ia membatinkan hal yang sama, bahwa Andro sangat beruntung memiliki istri yang sabar dan penyayang seperti Salma.

"Acara keluarganya dah kelar to, Ndro?" Mobil mulai melaju.

"Belum lah, masih panjang, wong keluarganya masih di sini agak lama."

"Yo maksudku sing bengi iki. Ojok bodo-bodo nemen, lah. (Ya maksudku yang malam ini. Jangan bego-bego amat, lah)."

"Lambemu, Yud!" Tangan Andro melayang sembarangan, menepuk mulut Wahyudi yang disambut dengan umpatan.

"Kenalan udah selesai. Orang-orang tua kayak ibunya Salma, tantenya, dan omanya pengen ngobrol bertiga aja. Makanya aku keluar."

"Kenopo malah metu? Gak mulih ae terus turu? (Kenapa malah keluar? Nggam pulang aja terus tidur?)"

"Lha sepupue Salma pengen ronde."

"Sepupune Salma?" Wahyudi tak menyadari ada orang lain lagi selain mereka bertiga.

"Matamu lho dinggo. Genah mburimu ono arek wedok ayu ngono. (Matamu lho dipakai. Jelas-jelas di belakangmu ada cewek cantik gitu)"

Wahyudi melihat melalui rear wiev mirror. Benar, ada seseorang duduk di belakangnya. Tak begitu jelas wajahnya, hanya rambut panjang keriting yang tertangkap oleh mata. Mau menyalakan lampu tapi ia tahan demi menjaga kesopanan. Ia kembali fokus pada jalanan di depannya.

Sepanjang perjalanan menuju warung ronde, obrolan berlangsung seru di deret terdepan dan second row. Salma bertukar cerita dengan sepupunya tentang negeri mereka masing-masing. Wahyudi membagi pengalaman magang hari pertamanya kepada Andro. Ucapan terima kasih berkali-kali tersemat di tengah cerita, entah sudah berapa belas kali sepanjang perjalanan dari rumah hingga tiba di tujuan.

Usai parkir, Wahyudi keluar dari mobil berbarengan dengan sepupu Salma. Lampu jalanan yang tepat berada di atas mereka membuat Wahyudi dapat melihat jelas sosok yang tadi duduk di belakangnya.

Gadis itu tinggi menjulang, nyaris sama tingginya dengan Wahyudi yang 174cm. Rambutnya coklat, panjang bergelombang. Mengenakan celana bahan longgar dan tanktop yang dua-duanya berwarna hitam. Kemeja putih oversize membuat penampilannya jauh lebih sopan meski tak dikancingkan.

Wahyudi mengangguk sekilas, menyertainya dengan senyum.

"Thank you," ucap gadis bule itu.

"You're welcome," sahut Wahyudi tanpa tahu gadis bule itu berterima kasih untuk hal apa.

"Kamu driver yang baik. Cara mengemudimu bagus dan berhati-hati. I feel comfort. Andro dan Salma beruntung sekali punya driver like you. Sekali lagi, thank you."

Wahyudi kembali mengangguk. Senyumnya agak kecut. Ya kali ganteng dan berwibawa gini disangkain sopirnya Andro. Asem banget! Ia mengumpat dalam hati karena disangka sopir pribadinya Andro dan Salma.

Keempatnya berjalan beriringan. Salma dan sepupunya di depan, Andro dan Wahyudi mengekori para perempuan.

Seperti biasa, kedai ronde langganan keluarga Andro selalu dipenuhi pelanggan. Mereka terpaksa harus duduk terpisah. Andro dengan Wahyudi, Salma dengan sepupunya.

"Saudaranya Salma cantik lho, Yud."

"Nggak usah dikasih tahu juga udah paham, Ndro. Mataku masih normal."

"Tapi?"

"Yo gak nganggo tapi, memang ayu wae. (Ya nggak pakai tapi, memang cantik aja)"

"Nggak pengen pedekate?"

"Kan kemarin aku udah bilang, sementara nggak ngurus cewek dulu, Ndro."

"Gayamu!" seru Andro, telunjuknya mendorong kepala Wahyudi sembarangan. Kedua pemuda itu terkekeh gembira.

"Tuh, Ndro, ada yang udah kelar. Kita pindah situ aja, biar bisa rame-rame sama istrimu dan sepupunya," usul Yudi ketika melihat sekelompok pelanggan di bangku di seberang beranjak pergi.

"Namanya Leticia, Yud." Andro memberitahu, lalu beringsut menghampiri istrinya untuk mengajak duduk bersama.

"Mas Wahyudi, kenalin ini Leticia, sepupu saya yang dari Spanyol." Kedua perempuan muda yang sama-sama cantik itu masih berdiri. Wahyudi turut pula berdiri, menunjukkan kalau dia menghargai.

"Hi. Aku Leti. Leticia Gomez." Leti mengulurkan tangan, Wahyudi membalasnya.

"Hola, Leticia. Como estas? (Halo, Leticia. Apa kabar?)"

"Ah, muy bien. (Oh, kabarku baik)" Leticia terkejut. Wajahnya berbinar mendengar Wahyudi bicara dalam bahasanya.

Wahyudi memang tak pernah canggung bicara bahasa asing. Biarpun tak pernah belajar secara formal, dia cukup jago dan memiliki kepercayaan diri tinggi. Over confidence malah, sampai sok-sokan menyapa dengan bahasa Spanyol segala begitu mengetahui dari mana Leticia berasal.

"Me llamas Yudi. I griega-U-D-I. Yes, with i griega, not double elle. (Namaku Yudi. Y-U-D-I. Ya, dengan Y, bukan dobel L)."
*penjelasan tentang i griega dan double elle ada di catatan di bawah

Tawa lepas meluncur dari bibir Leticia. Matanya menatap Wahyudi dengan takjub. Laki-laki itu masih berbicara menggunakan bahasa ibunya, pengucapannya pun sempurna.

"Boso Indonesia ae, Yud. Leti iki areke pinter ngomong Indonesia. Kon gak usah keminggris ngono iku. Nggaya (Bahasa Indonesia aja, Yud. Leti ini anaknya pintar ngomong Indonesia. Kamu nggak usah keinggris-inggrisan kayak gitu)," nyinyir Andro.

"Aku ngomong Spanyol ya, bukan Inggris." Kedua sahabat saling mencibir. Leti tertawa makin keras.

"Hola, Judi. Gracias. Aku senang sekali bertemu kamu. Ditambah lagi kamu bisa bicara bahasa negaraku. But, iya, Andro benar. Aku Indonesian, not Española. Passport aku Indonesia. Aku sering bicara Indonesia. Aku sering makan makanan Indonesia. Dan aku suka ronda."

"Ronde, Leti." Salma mengingatkan. Keempatnya tertawa.

"Dan namaku Yudi, with i griega. Y, Yudi. Not Judi." Wahyudi mengoreksi pengucapan Leti atas namanya.

Wahyudi sedikit tahu mengenai bahasa Spanyol. Ia penggemar sepakbola Eropa, salah satu klub favoritnya adalah klub raksasa asal Spanyol, Barcelona. Bertahun-tahun mengikuti La Liga memunculkan ketertarikannya pada Spanyol, termasuk soal bahasa.

"Oh. Yang benar Yudi, seperti using double elle, right?" Leticia bertanya.

"Yes! You're right. Yudi."

Dua jempol tangan Wahyudi berikan untuk Leticia, ditambah senyum yang mengembang lebar penuh ketulusan.

"Wis gen ae, Cuk. Judi karo Yudi opo bedae se? Meleset sithik wong jenenge ilat Spanyol yo maklum ta, Yud (Udah, biarin aja, Cuk. Judi sama Yudi apa bedanya, sih? Meleset dikit orang namanua lidah Spanyol ya maklum aja, Yud)." Andro menengahi. Perkara salah eja saja pakai diperpanjang segala.

"Yo gak iso, bapak ibuku njenengi aku nganggo mikir suwe, enak wae diganti Judi. Lha emang aku judul lagune Bang Haji po piye? (Ya nggak bisa, bapak ibuku menamai aku pakai mikir lama, enak aja diganti Judi. Lha memangnya aku judul lagunya Bang Haji apa gimana?)"

Wahyudi sewot. Tetap berusaha mempertahankan nama kebanggaannya. Menurutnya, orang yang tidak perhatian dalam menyebut atau mengeja nama orang lain tidak perlu mendapatkan perhatian lebih darinya.

Kedua pemuda itu kembali berdebat yang tak perlu, tertawa-tawa, kadang pula bertukar jotos, lalu kembali menikmati wedang ronde mereka sambil sesekali membicarakan topik kesukaan keduanya.

Leticia juga asyik berbincang dengan Salma. Sesekali mencuri pandang ke arah Wahyudi. Entah, Leti sendiri tak tahu kenapa, tapi senyuman Wahyudi yang selalu penuh ketulusan seperti mengandung magnet. Membuatnya ingin melihatnya lagi, lagi, dan lagi.

"Oh ya, Yudi!" Leticia memekik tiba-tiba, mengagetkan yang lainnya.

"Ada apa, Leticia?" Yang lain ikut terpekik. Kaget sekaligus penasaran.

"Aku minta maaf untuk yang tadi," ujar Leticia tanpa melepas tatapannya dari mata Wahyudi.

"Yang tadi? Apa? Yang mana?" Wahyudi mengernyit bingung. Memangnya Leticia melakukan kesalahan apa sampai harus meminta maaf padanya?

"Maaf, karena tadi aku mengira kamu adalah drivernya Andro dan Salma."

Asem! Malah dibahas meneh!

Wahyudi menjerit dalam hati. Sementara tawa Andro sudah pecah membahana, menarik perhatian pelanggan ronde lainnya untuk memandang ke arah mereka.

***

Sedikit catatan:
- Huruf Y dalam alfabet Spanyol disebut i griega. Jika posisinya di depan biasanya dilafalkan sebagai J. Jika berada di tengah kata dilafalkan sebagai Y. Jika posisinya di belakang dan atau berdiri sendiri dilafalkan sebagai i.

- Double elle (dobel L) atau disebut juga sebagai eye dalam alfabet Spanyol dilafalkan sebagai i atau y.
Misal: Fernando Llorente dilafalkan Fernando iorente. Iker Casillas dilafalkan Iker Casias atau Iker Casiyas.

***

Yeaiy. Part satu udah post. Lega. Walaupun agak deg-degan juga. Secara udah lama banget nggak nulis cerita baru. Terakhir Bin Fulanah, yg itu pun udah tamat di akhir 2021.

Sebagian part ini sudah muncul di Move On, tapi nggak pa-pa lah ya, karena beberapa part awal ini memang kusesuaikan dengan scenes Wahyudi - Leticia yg ada di Move On. So, mohon maaf kalau kurang gregeg atau kurang nendang. Hehe...

Oh iya, tadinya aku mau update sore. Alhamdulillah, ada kakak-kakak ipar pada datang nengokin adiknya yg kakinya sedang sakit. Suamiku memang jarang banget sakit fisik yg parah gitu. Ini jg sebenernya nggak parah-parah amat, cuma payah aja, karena kakinya yg sakit, jadi sampai kesulitan jalan. Hehe...

Baiklah. Segini dulu ya. Belum tau deh mau updatenya hari apa aja. Mungkin disamain kayak Andro-Salma dulu aja yaa. Senin dan Kamis, gitu. InsyaAllah.

Mohon maaf utk segala kesalahan dan kekurangan. Kalau ada bahasa-bahasa atau ada istilah yg salah, dsb, mohon dibantu meluruskan yaa.

See you :)

Semarang, 13022023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top