4th Event: Serigala dan 3 Ekor Babi (Bagian 6)

Setelah menyaksikan kejadian yang tidak terduga, aku berpisah dengan Veronika. Kepalaku masih berusaha untuk memproses kebenaran yang cukup mengerikan dari sekolah ini.

"Di sekolah ini, satu Amemayu Children's bakalan dipilih jadi ketua kelas tertentu dan mereka bakalan mainin game yang manfaatin murid-murid lain. Karena ketua Kelas F belum ditunjuk, aku harus nyingkirin Felly dulu biar semuanya lancar dan aku bakalan bisa ikut game mereka."

Game? Jangan bercanda! Aku sama sekali tidak diberitahu tentang masalah itu! kepalaku rasanya semakin sakit untuk berusaha memahami apa yang Amemayu inginkan. Jika saja ada sesuatu yang bisa ditendang untuk mengusir kegelisahan ini, sudah kulakukan dari tadi.

Fakta yang tidak terelakan atau hanya tipu muslihat lainnya dari Veronika, aku sama sekali tidak bisa berpikir dengan jernih sekarang. Apalagi setelah melihat tangan Ryan yang tertusuk pisau tadi. Apakah mereka benar-benar berumur 15 tahun sampai-sampai berbuat seperti itu?

Angin menerpa lagi, tetapi aku sama sekali tidak bisa merasakan dingin ataupun sejuk. Hanya ada pemikiran yang sedang berkabut yang kini memenuhi kepalaku. Tanpa sadar, diriku kini sudah berada di dekat kursi taman dalam perjalanan menuju asrama.

Sambil memegangi kepala yang mulai terasa sakit aku duduk di sana, aku beristirahat sejenak agar bisa menerima segala informasi dan menaruh sedikit kepercayaan. Aku juga memikirkan kembali kenapa aku bisa berakhir di sekolah yang menjadi taman bermain para kelinci percobaan.

"Fathur?"

Suara lembut nan familiar terdengar memanggil ketika mata ini masih terpejam. Sosok cantik bagaikan malaikat langsung muncul dihadapanku setelah kelopak mata ini terbuka, bagaikan tirai yang menampilkan pemain utama dalam pentas.

Ekspresi bingung yang terkesan manis, tatapan khawatir dan mulut yang sedikit terbuka. Felly sedikit menunduk ketika melakukan hal tersebut. Aku hampir lupa kalau gadis ini masih dalam bahaya kalau benar Veronika ingin mengeluarkannya.

"Kamu lagi ngapain di sini?" dia bertanya padaku. Rambutnya yang panjang itu sesekali diterpa oleh angin.

Aku masih belum memberikan jawaban, pikiran ini masih saja kalut akan kejadian tadi. Ditambah penjelasan Veronika yang membuatku semakin tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh sekolah ini. SMA Amemayu benar-benar membuat kami semua sebagai kelinci percobaan.

Ketika aku pikir akhirnya mendapat sedikit kebebasan, masalah seperti ini malah muncul. Lalu harus bagaimana aku mempertahankan kebebasan semu yang hanya iming-iming manis menyebalkan dari orang itu.

"Apa kamu pernah ngerasa kalau kamu salah memilih?"

Keterkejutan langsung terlihat dari raut wajah Felly. Dia sama sekali tidak menduga kalau pertanyaan seperti itu yang malah keluar dari mulutku.

"Eh, kenapa tiba-tiba nanya begitu?" Felly mendekat kemari dan akhirnya duduk di sampingku.

Sekali lagi aku terdiam. Apa memang bagus kalau membagi hal ini dengan Felly? Aku sudah melibatkan dia cukup jauh dan masih ada bayang-bayang Veronika menginginkan gadis itu keluar dari sekolah. Sebisa mungkin aku tidak mau melibatkannya lagi dengan sisi gelap SMA Amemayu.

"Aku cuman mikir kayaknya aku salah gara-gara milih sekolah ini."

Bodoh! Meski itu tidak sepenuhnya benar, paling tidak jangan mengungkit topik itu lagi. Hah, diriku sangat menyedihkan.

"Kalau kamu bilang salah pilih ... aku udah puluhan kali mikirinnya."

Mendengar perkataan itu barusan langsung membuatku menoleh ke arahnya. Dengan nada sendu tadi, aku bisa merasakan segala tekanan dan kesedihan yang sudah dialami olehnya. Bukan sebuah tipuan kalau sebenarnya Felly Andara adalah gadis yang kuat, selama ini dirinya selalu menderita.

Dia selalu berpura-pura menjadi orang lain agar tidak dibenci oleh siapa pun, tetapi karena hal itu juga kepribadian gadis ini sudah lama hilang sehingga terciptalah dirinya yang sekarang. Sangat rapuh dan tidak stabil. Felly pasti sudah berkali-kali menyesali pilihannya tersebut.

"Maaf kalau pertanyaanku aneh," ungkapku sedikit menyesal karena sudah kelepasan bicara. Memang seharusnya aku tidak mengangkat topik itu.

Seketika ekspresi sendu itu hilang, menjadi datar tanpa arti. Sesaat aku sudah mulai bisa menduga kalau pembicaraan tadi memang bisa mempengaruhi ketenangan Felly sehingga dirinya mungkin akan hilang kendali. Meminta maaf adalah langkah pencegahan, tetapi sepertinya percuma.

Terkadang aura Felly bisa jadi menyeramkan ketika sedikit topengnya retak dan mulai menampilkan makhluk buas di dalamnya. Meski kehilangan jati diri, sifat alami Felly kadang-kadang bisa muncul di saat seperti ini. Namun, dia masih diam, tanpa satu pun kata yang keluar dari mulutnya.

"Enggak apa-apa. Kamu juga pasti pernah mikir gitu bikin aku ngerasa kalau yang aneh itu bukan cuman aku," ucapnya tersenyum simpul. Perasaan lega dan kesenangan yang bercampur satu darinya sama sekali tidak bisa dimengerti.

"Bukannya jahat banget kalau kamu bilang diri sendiri itu aneh," balasku sambil tertawa sedikit.

Dia ikut menertawakan kata-katanya tadi. Bukan dalam artian mengejek, melainkan tawa senang seperti mendengar hal-hal sederhana yang lucu. Wajahnya terlihat lebih hidup sekarang, benar-benar seperti malaikat yang suka menebar kebaikan.

"Semua orang pasti pernah ada dititik terendah, 'kan? Dan itu enggak cuman sekali." Felly mengadahkan kepalanya ke atas, menatap langit sore yang semakin gelap.

Aku kembali terdiam, memikirkan ucapan gadis itu. Dia benar, mungkin ini adalah titik terendah dalam kehidupanku. Bukan tidak mungkin hal seperti ini akan terjadi lagi nanti.

Aku hanya sedikit shock saat melihat satu murid yang menusuk murid lain dengan pisau. Walaupun sepertinya hal ini harus dibiasakan, mengingat Amemayu Children's selalu bertindak di atas akal sehat. Jika memang ingin menjalankan tugas orang itu, aku harus memahami mereka.

Dan untuk bisa mengimbangi mereka, aku harus mengikuti cara bermain mereka.

"Makasih," lirihku yang hampir tidak terdengar oleh lawan bicara di sebelah.

"Eh, aku enggak ngelakuin apa-apa, kok. Malah harusnya aku yang bilang makasih sama kamu. Soalnya, Fathur selalu nolong dan bakalan terus ada pas aku lagi butuh, 'kan?" Felly berusaha mencari kepastian. Matanya yang bersinar dan penuh keyakinan itu benar-benar kuat.

Aku menggeleng. Dia melakukan banyak hal, membuatku sedikit berubah. Andai saja kami tidak bertemu sejak awal, mungkin aku tidak bisa berkembang, lebih tepatnya berusaha berkembang. Kalau boleh dibilang, interaksi pertama kamilah yang membuatku bergerak maju.

"Kalau gitu, apa aku boleh minta tolong?"

***

"Mau apa lagi lo ngumpilin kita semua?"

Aku langsung disambut pertanyaan dari Radit ketika baru saja masuk ke dalam ruangan kecil yang digunakan untuk tidur. Ini adalah kamar asrama yang berada di lantai 7, kamar milik David berada. Setelah berpisah dengan Felly tadi aku meminta seluruh kelompok untuk berkumpul.

Meski aku tidak tahu kenapa malah kamar David yang dipilih daripada pergi ke kafe di bawah sana. Kelihatannya aku yang datang terakhir, sebab semua orang berada di sini.

Yurina yang duduk di atas kasur melambaikan tangannya, ia bersikap ramah seakan lupa dengan kejadian tadi siang, sementara Radit masih menampilkan ekspresi kesalnya padaku. Dari semuanya, dialah orang yang paling tidak suka dengan solusi yang kuberikan.

David hanya diam, ia duduk di lantai bersama Kelvin yang kini memperlihatkan wajah serius mereka berdua. Sepertinya Kelvin belum mengatakan kata-kata Ryan pada yang lain. Lebih baik begitu, karena suasana di sini akan bertambah keruh kalau mengatakan Yurina adalah dalang kekacauan dari semuanya.

Namun, sepertinya Kelvin sudah memberi tahu David sehingga ekspresi mereka bisa seperti itu. Aku memang mengira kalau David hanyalah ketua preman yang berkepala panas, mungkin aku harus mengubah perspektifku tentangnya lebih jauh.

"Gue enggak peduli kalian mau setuju atau enggak. Kita tetap bakalan nurutin apa yang dipinta bocah Kelas D itu, lo juga bakalan setuju, 'kan?"

Yang pertama kali membuka pembicaraan itu bukanlah aku, melainkan David yang memberikan tatapan penuh keyakinan. Dia sudah membulatkan tekadnya, atau mungkin karena tidak ada pilihan. Aku bisa membayangkan beberapa skenario kalimat yang akan diucapkannya.

"Oi, bukannya gue bilang kalau gue enggak setuju!" sanggah Radit yang kini mendelik ke arah David.

Radit hampir saja melompat ke sana kalau saja Kelvin tidak berinisiatif untuk mengungkapkan apa yang ada dipikirannya.

"Lo diem dulu, dengerin apa yang bakalan dia omongin."

Seperti mendapat perintah dari seseorang yang statusnya lebih tinggi, Radit menurut dan kembali bersandar pada dinding kamar yang berwarna putih disana. Aku melihat kilatan di mata laki-laki itu, sebuah ketidaksukaan yang terpancar jelas.

"Kita emang nurutin rencana itu, tapi di antara kita enggak bakalan ada yang keluar dari sekolah ini." David mengukir senyum optimis, begitu yakin dengan apa yang dikatakannya.

Tentu saja aku terkejut mendengar hal naif yang mustahil terwujud begitu. Tidak, sepertinya ada rencana yang sudah dirancang. Dengan kaat lain, Amemayu Children's yang dikatakan oleh Ms. Oktavia akhirnya bertindak. Aku hanya harus mengamati dan mengikuti alur yang sudah dia buat.

Di antara mereka berempat, ada seseorang yang ternyata adalah serigala.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top