2nd Event: Jack (Bagian 5)

12 Agustus 2025

Istirahat makan siang di mulai setelah mata pelajaran kedua, tepatnya pukul 13.00, sedikit lebih telat menurtuku. Aku tidak terlalu tahu juga mengenai jam istirahat di sekolah lain, tetapi sepertinya lebih cepat daripada SMA Amemayu. Ya, itu bisa dimaklumi karena kami sudah isitirahat dari jam 10 sampai 11.

Karena sekolah ini bukanlah sekolah nasional aku bisa memakluminya. Sayangnya, SMA Amemayu juga tidak bisa disebut sebagai sekolah elite pada umumnya. Aku dengar dari Ms. Oktavia saat di kurungan dulu kalau SMA ini juga dibantu oleh pemerintah. Padahal dana Amemayu saja rasanya sangat cukup.

Dari informasi yang aku dengar juga, lebih dari separuh murid yang diterima di sini adalah orang-orang pilihan dari sekolah yang tersebar di Indonesia. Dengan kata lain, seperti David yang seharusnya tidak pernah mungkin bisa masuk sekolah elite bisa berada di sini.

"Yo, gue boleh gabung makan sama lo , 'kan?"

Ujar David yang langsung datang ke mejaku sambil mengangkat sedikit tangannya ke atas. Seperti biasa, seringai mengerikannya itu tampak jelas di wajahnya. Pasti bagi orang lain ini adalah saat-saat terakhir mereka, sebab didatangi oleh monster bertopeng manusia.

Suasana ini terasa aneh. Semua orang menatap kemari. Aku bisa sedikit menduga kalau mereka tidak pernah melihat David yang berinteraksi dengan orang lain, kecuali dua idiot yang sedang merayu gadis-gadis di sebelah sana. Tatapan heran, bingung, dan penasaran aku rasakan. Semakin membuatku tidak nyaman.

"Yah, karena gue juga udah janji sama Yurina."

Ekspresi David berubah, lebih seperti seorang anak laki-laki yang ingin mengolok-olok temannya ketika mengetahui kalau temannya itu bilang dirinya menyukai lawan jenis. Dia kini menampilkan senyuman jahil, dengan dagu yang terus-menerus diusap oleh jari jemarinya.

Dia terus menggoda, bahkan sesekali menyikut lenganku. Memang sebaiknya aku harus meluruskan kesalahpahaman dari pemikirannya yang sederhana tersebut.

"Gue cuman ada urusan sama Kelas C. Wajar, dong minta bantuan Yurina." Aku melihat antusiasmenya hilang, entah kenapa dia seperti berharap kalau diriku punya ketertarikan pada Yurina Parlina. Harus kuakui, gadis itu memang imut.

"Jadi, lo ada urusan apa sama Kelas C. Jangan-jangan ada cewek yang lo taksir, ya?"

Oi, oi, oi, hentikan itu! Aku serius, dia benar-benar kehilangan sisi seramnya jika membicarakan hal seperti ini. Maksudku, apakah isi kepala remaja hanya dipenuhi oleh bunga? Bahkan seorang berandal sepertinya pun terdengar seperti gadis-gadis yang suka bergosip.

Tidak, sepertinya berbeda dengan anak perempuan. Laki-laki ingin mengetahui hal itu karena ingin mengejeknya, ya pasti begitu, tidak salah lagi.

"Enggak juga, gue ada urusan sama orang yang namanya Jordan."

Hening, itulah kesan yang aku dapatkan setelah mengucapkan nama orang tadi. David kelihatan kaget, bahkan sempat membatu beberapa saat. Dia langsung menampilkan wajah geram sambil mendekatiku, tidak lebih tepatnya mendekati kuping kanan ini dan berbisik.

"Lo enggak tau siapa dia, ya?"

Muka David terlihat lebih serius daripada yang biasanya. Aku tidak tahu dengan pemilik nama Jordan ini, tetapi kelihatannya reputasi Jordan lumayan juga. Entah itu mengenai hal baik atau buruk tentu saja aku sama sekali tidak tahu. Mungkin aku harus bertanya lebih dulu mengenai orang itu kepada David.

Memang ada sesuatu yang mengganjal, aku bahkan ingat ketika bertanya nama itu pada Yurina. Ia kelihatan tidak nyaman setelah mengatakan nama tersebut. Seakan-akan Jordan adalah nama terlarang yang tidak seharusnya disebut. Aku jadi teringat film seorang penyihir dengan tanda petir di dahinya, film yang cukup lama.

"Emangnya kenapa? Lo takut sama dia, ya?"

Ini hanyalah asumsi, melihat sikapnya sangat mustahil kalau David bisa takut pada orang lain. Bahkan, dia cukup berani untuk menantang Pak Irfan di hari pertama aku datang ke sekolah. Sulit membayangkan kalau preman sekolah sepertinya akan takut dengan murid yang seumuran.

"Mana mungkin gue takut!"

Suara yang agak keras itu membentakku. Dia kesal, kelihatannya ada kemarahan di sana. Aku sedikit terkejut, apakah mereka pernah bertemu? Tunggu, bukankah ini berarti Jordan sama saja dengan David? Kenapa hidupku selalu berurusan dengan manusia otak otot?

"Trus kenapa lo kayak gelisah gitu?" tanyaku berusaha menekannya, mungkin ini tidak akan berguna. Karena setelah ini David pasti akan mulai memamerkan kehebatan diri sendiri. Wow, sungguh luar biasa, begitulah nanti ekspresiku untuk menanggapinya.

Jika tadi itu permainan tebak-menebak aku sudah pasti benar. David terus menceritakan kalau dirinya bahkan bisa mengalahkan laki-laki bernama Jordan hanya dalam sekali pukulan. Yah, mungkin aku sedikit percaya. Maksudku tendangan David semalam benar-benar keras, aku sudah bisa menduga tinjunya sekuat apa.

David juga memberitahu kalau sebenarnya dia tidak pernah berhadapan langsung dengan Jordan, bahkan dirinya belum melihatnya sama sekali. Namun, dari gosip yang didengar, Jordan adalah berandalan terkenal yang berada di sebelah daerah David.

Rumornya Jordan terlibat dalam aksi-aksi tawuran dan geng motor. Bahkan terjerat beberapa kasus kenakalan lain seperti bertarung di jalan sampai membuat lawannya pergi ke rumah sakit dengan penuh luka dan tulang yang patah. Masa-masa SMP yang suram untuk remaja. Untung aku tidak mengalaminya.

Namun, ada yang ganjil. Bagaimana bisa orang yang seperti itu bisa memimpin Kelas C dengan baik. Apa memang ada kemungkinan kalau Jordan adalah Amemayu Children's? Aku jadi sedikit ragu.

"Gue bukannya takut atau gimana-gimana, ya. Gue cuman hati-hati, katanya dia itu jagoan banget di SMP 3 Jakarta. Temen gue dulu pernah dibuat babak belur sama dia," ungkap David mengepalkan tangannya di depan dada.

"Dan lo takut sama dia?"

Terkekeh kecil, David kemudian menatapku dengan mata yang penuh tekad kuat. "Enggak, gue bakalan bales kekalahan temen gue itu. Gue masih perlu ngumpulin informasi."

Lagi-lagi orang ini membuat kejutan baru bagiku. Sebelumnya aku pikir dia hanyalah otak otot yang sering pamer kehebatan dan suka menindas orang yang lebih lemah darinya. Pandanganku pada David berubah lagi sedikit.

***

Kebanyakan murid akan pergi ke kantin untuk makan siang. Kantin yang berada di dekat ruang guru dan berada diujung bangunan pembelajaran ini. Dari yang aku dengar dari Felly, kantin ada di setiap lantai. Paling dasar adalah untuk kelas 1, di atasnya ada kelas 2 dan paling puncak adalah kelas 3.

Melihat luasnya kantin ini sedikit membuatku takjub, bagaimana mengatakannya, ya? Simpelnya tempat ini mungkin benar-benar cukup untuk berisi sekitar 80% dari 240 siswa. Menu yang banyak, dan juga berbagai tempat didekat tembok.

Meja tersusun rapi, memenuhi ruangan kosong di tengah. Dalam satu meja terdapat setidaknya empat kursi. Bahkan ada meja yang disatukan sehingga bisa muat untuk delapan orang. Namun, sejauh yang aku lihat tidak ada meja yang terisi sampai penuh.

Dagangan yang beraneka ragam tersusun rapi, menempel dengan tembok yang berada di kedua sampingnya saat siswa memasuki area kantin. Di sisi kanan kebanyakan yang dijual adalah roti dan makanan berat lainnya. Sementara sisi satunya menjual makanan ringan dan aneka minuman.

Aku bahkan terkejut ketika tahu mereka juga menyajikan makanan tradisional. Seminggu yang lalu aku tidak pernah mengunjungi kantin, karena tidak terlalu mau membuang uang. Palingan aku hanya membawa roti dari kamar yang sudah kubeli di toserba.

Kantin semakin ramai, murid-murid dari berbagai kelas bertambah banyak yang datang kemari. Meskipun kebanyakan diisi oleh orang-orang populer dan berisik, aku masih bisa menemukan mereka yang sendirian di meja sana, tepatnya di daerah ujung dekat dengan dinding kaca yang memperlihatkan belakang sekolah.

Bagi sebagian orang akan sangat sulit beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Aku sendiri agak sulit berkenalan dengan orang lain, apalagi untuk bisa akrab dengan mereka. Paling tidak untuk menyesuaikan diri, seseorang perlu waktu kurang lebih dua atau tiga bulan. Kasus terlamanya sampai dua atau tiga semester.

Di ujung sana ada sebuah meja dengan empat kursi, duanya sudah diduduki oleh seorang siswa dan siswi yang mengenakan blazer coklat, warna dari Kelas C. Salah satunya adalah orang yang aku kenal, Yurina. Hari ini aku memintanya untuk dapat mempertemukanku dengan Jordan. Aku masih tidak menduga kalau ia akan berinisiatif untuk melakukannya di kantin saat istirahat.

Kakiku langsung bergerak, mendekati meja tersebut. Di belakangku ada sosok David yang juga punya urusannya sendiri. dia terbiasa makan bersama Yurina di kantin, dan gadis itu bilang kepada David kalau aku ingin bergabung sehingga dia merasa antusias saat di kelas. Akan tetapi, Yurina tidak memberitahunya kalau ia juga mengajak Jordan, alasan utamaku.

Gadis dengan rambut bersemir merah itu melihat ke arah kami, ia tersenyum sambil melambaikan tangannya dengan lembut. Manis sekali. Aku tidak akan berbohong, walau penampilannya begitu sama sekali tidak ada kesan seram padanya. Mungkin aku harus berhati-hati dihadapan Yurina nanti.

"Kalian berdua lama banget, sih." Yurina tertawa kecil. Seharusnya bukan begitu 'kan respon seseorang yang menunggu lama. David dan teman-temannya memang melampaui ekspektasiku mengenai berandalan.

Aku meminta maaf, sementara David sama sekali tidak bersuara. Rasanya jadi sedikit canggung ketika aku berkata demikian. Yurina juga terkejut setelah melihat permintaan maaf tadi, raut wajahnya itu seakan mengatakan kalau dia tak percaya dengan apa yang kulakukan.

"Ah, enggak papa, kok. Enggak perlu minta maaf segala," sahut Yurina dengan suara yang agak gugup. Kedua tangannya bergoyang-goyang di sana, mengisyaratkan tidak perlu mempermasalahkan hal tersebut.

Aku menoleh ke samping, tepat kepada murid laki-laki dari Kelas C yang masih diam daritadi. Dia terlihat seperti siswa kebanyakan, hanya saja sedikit lebih baik dalam berpenampilan. Rambut yang agak panjang disisir ke belakang. Matanya yang agak sipit itu membalas pandanganku.

"Jadi, Yurina. Kenapa lo ngajak gue kemari kalau cuman buat ngobrol sama temen-temen lo yang ngebosenin ini?"

Dia akhirnya angkat suara. Sepertinya kami tidak menarik di matanya. Bahkan terdengar helaan napas bosan yang sengaja dibuat setelah memperhatikan aku dan David. Jika saja tidak aku tahan, mungkin David akan melompat dan menarik kerah baju orang ini.

"Katanya Fathur pengen ketemu sama lo, jadi gue ajak aja sekalian makan bareng. Lo enggak papa 'kan kalau bareng mereka?" Yurina bertanya sambil memamerkan keimutannya. Berbahaya, sungguh ini sangat berbahaya!

Bahkan seorang preman seperti David sempat memerah ketika melihat sikap Yurina dengan wajah seperti seorang gadis polos nan lugu. Aku sedikit takjub dan takut, wanita memang kelemahan laki-laki, ya?

"Kalau lo bilang gitu, enggak papa, deh." Jordan memalingkan wajahnya yang kulihat sedikit malu, apa dia juga memerah? Pesona Yurina memang sangat hebat.

Semuanya berjalan dengan sangat lancar. Yurina sudah pindah ke samping Jordan. Sementara aku dan David duduk diseberangnya. Tidak ada yang memulai, bahkan Jordan hanya menatap kami dengan angkuh. Yurina tersenyum senang, mungki kami bagaikan anak kecil yang akan menjadi teman di matanya.

"Jadi, lo mau apa?" tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulut Jordan, dan tentu saja sepertinya dia sudah tahu kalau akulah yang meminta Yurina untuk mempertemukannya denganku.

"Gue enggak bisa bilang secara gamblang di sini, tapi kalau gue tanya apa itu New Testment apa lo bakal ngerti?"

Ini memang tidak pernah aku duga sebelumnya, akan tetapi situasi sekarang adalah keuntungan yang sangat jarang aku dapatkan. Selain memastikan apakah Jordan salah satu Amemayu Children's, aku bisa mengintip sedikit respon dua orang yang bersama kami. Seperti menangkap tiga ekor kelinci dalam satu kali berburu.

New Testment adalah istilah yang digunakan untuk Amemayu Children's, jika mereka adalah salah satunya pasti akan ada reaksi meski hanya sedikit. Aku harus benar-benar fokus dan memperhatikan keduanya. Terlebih lagi Jordan dan Yurina.

Sekilas aku bisa melihat senyum terukir di bibir Jordan. Namun, dalam sekejap sirna setelah Yurina tiba-tiba bersuara.

"New Testment? Eh, apa bakalan ada kuis dadakan? Gue belum belajar!"

"Entahlah. Lo ini kayaknya orang aneh, ya? New Testment? Lo pikir ini sekolah apa?" Jordan menatapku dengan curiga. Nada pertanyaannya tadi bahkan dibuat-buat seperti sebuah syair.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top