(Vol. 2) 2nd Event: Si Kecil Hans (Bagian 7)

09 September 2025

Setelah itu Tiara memberi tahu kalau semua informasi yang dia dapatkan baik tentang Damar maupun tentangku dari Riri Arfiani. Itulah kenapa aku berpikir hubungan mereka rumit.

Akan tetapi, hal yang membuatku sedikit penasaran adalah dari mana Riri mengetahuinya. Kemungkinan kalau dirinya itu Amemayu Children’s bertambah beberapa persen di kepalaku.

“Jadi gitulah. Aku mau minta bantuan Kelas B buat ngambil alih panggung dari Kelas A.”

Riri telah selesai menjelaskan maksud tujuannya kepada Tiara, ia bahkan menampilkan sikap kuat saat mengajukan tawaran. Benar-benar gadis yang gigih dan berani.

“Intinya kamu nyuruh Kelas B buat nantang Kelas A di panggung, ‘kan? Habis itu kalian naruh kartu merah di sana,” Tiara berpikir sejenak, “terus, apa keuntungan buat aku kalau gitu?”

“Aku bakalan nambah poin buat kamu.”

Jawaban Riri tadi malah membuat Tiara tertawa. Aku mengerti kenapa ia begitu. Mengingat kondisi Kelas F yang kurang bagus dan Riri juga jarang melakukan event. Dia juga dalam kesulitan berpartisipasi karena poinnya kurang. Namun, kenapa malah menawarkan poin kepada orang lain?

“Kamu serius? Bukannya kalau gitu kamu yang enggak bisa ikutan event entar?”

Ya, Tiara benar. Kalau memberikan tawaran seperti itu, Riri tidak akan bisa berpartisipasi dalam event utama nantinya. Sebenarnya apa yang sedang dipikirkan oleh gadis ini?

“Aku serius. Tapi aku juga bakalan minta kondisi khusus.” Matanya memancarkan tekad kuat ketika mengatakan itu.

Tiara yang awalnya tampak meremehkan, mulai memasang sikap serius. Dia menajamkan telinganya, bahkan mempersilakan Riri untuk mengatakan kondisi khusus seperti apa yang ia inginkan.

Ketika mereka berbicara berdua seperti ini, aku jadi berpikir. Kenapa Riri malah membawaku ke dalam diskusi mereka?

“Aku minta buat ngambil alih panggung yang poinnya paling gede. Kalau enggak salah ada di daerah dekat Situs Warungbuto.”

“Kamu ngincer panggung yang cukup sulit.” Tiara menyentuh bibirnya dengan telunjuk, tampak ada sedikit keraguan di sana.

“Makanya aku berani ngasih bayaran yang sesuai, ‘kan?”

“Bayaran mahal, kerjanya juga susah, ya?”

Tawaran yang diberikan Riri memang mahal, jika Tiara memiliki lebih banyak poin pasti akan sangat menguntungkan ketika pelaksanaan event utama nanti. Namun, apa yang diperlukan Tiara tidaklah semudah membalik tangan.

Merebut panggung yang memiliki poin tertinggi, itu adalah kondisi khusus yang ditawarkan oleh Riri Arfiani. Dengan kata lain, hal ini cukup sulit dilakukan. Sebab, dipikirkan bagaimanapun Kelas A pasti menaruh orang terbaik untuk mempertahankan panggung tersebut.

Kelas B memang memiliki kemampuan yang berimbang dengan Kelas A, tetapi kalau Kelas A benar-benar menempatkan yang terbaik di panggung itu maka merebutnya cukup sulit.

Keinginan Riri cukup logis dan juga bagus bagi Kelas F. Mengingat waktu free event yang sudah semakin sempit, mendapatkan panggung dengan poin tertinggi adalah cara mudah mengisi poin kami sampai 10.000 sambil melakukan pentas secukupnya.

“Bukannya itu gampang buat kamu?”

“Apa maksudmu?”

“Kamu punya banyak kenalan orang-orang hebat, ‘kan? Kenapa kamu enggak minta tolong sama mereka? Salah satunya, Aila yang kebutalan ada di sini.”

Mata mereka tiba-tiba teralih kepadaku. Memberikan rasa dingin yang tiba-tiba menusuk punggung. Menegakkan kembali posisi duduk, aku juga memasang ekspresi rumit.

Kenapa arus pembicaraan ini malah menyerangku? Tidak, sekarang aku paham kenapa Riri membawaku kemari. Melakukan pengambilan alih panggung kurang lebih mirip dengan melakukan pentas.

Kau boleh melakukannya sendirian, duo, ataupun berkelompok. Maksud Riri mungkin mustahil kalau hanya menampilkan permainan satu instrumen untuk merebut panggung, jadi dirinya menyuruh Tiara untuk berkelompok dengan orang lain agar bisa menghadapi Kelas A.

“Musathil,” sanggah Tiara sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Kenapa kamu bilang gitu?”

“Kamu pikir dia mau ngelakuin hal itu? Lagian, kalau dia mau, kayaknya ngambil alih panggung sendirian dia juga bisa,” sindirnya membuang muka.

Tidak, tidak. Mustahil kalau aku sendirian saja cukup untuk merebut panggung. Kalau bisa, sudah sejak hari pertama aku melakukannya. Sehebat apa pun seseorang, ketika berurusan dalam hal seperti ini akan kesulitan jika hanya sendirian.

“Makanya aku bawa dia ke sini. Dan kamu udah tau sama kemampuan dia, ‘kan?” Riri masih mengejar topik tadi, ia memang tidak gampang menyerah dalam situasi begini, ya?

Ia melanjutkan, “Tapi, panggung poin paling tinggi yang dijaga Kelas A itu enggak dijaga sama yang terbaik, kok. Malah, mereka naruh orang yang nilainya paling rendah di sana. Persentase kita buat ngambil panggung itu cukup tinggi.”

Sepertinya Kelas A juga memikirkan hal sepeti itu. Mereka menempatkan orang berbakat dengan nilai terendah di panggung poin tertinggi, dan kemungkinan orang dengan nilai tinggi di panggung poin rendah.

Bukan tanpa alasan, hal itu pasti dilakukan agar kelas lain tidak mendapatkan apa pun. Maksudnya, orang-orang akan berpikir pasti sulit mendapatkan panggung poin tinggi, karena yang menjaganya pasti orang berbakat. Sehingga mereka akan berpikir dua kali ‘tuk menyerangnya.

Dan ketika kelas lain ingin mengambil panggung poin rendah, murid berkemampuan tinggi dari Kelas A lah yang menjaganya. Mereka memasang perangkap yang mudah dibaca. Namun, dari mana Riri mengetahui informasi itu?

“Emangnya apa yang harus aku lakuin?”

Seperti baru saja menangkap umpan, Tiara menampilkan ketertarikan setelah mendengarkan kata-kata Riri barusan. Dengan cepat ia menjelaskan apa yang sebenarnya direncanakan, dan dari mana dirinya mendapatkan informasi tersebut.

Tiga puluh menit berlalu semenjak awal pertemuan kami. Setelah mencapai kesepakatan, kami akhirnya berpisah dan bermaksud untuk kembali ke gedung pembelajaran.

Tiara sudah keluar lebih dulu, menyisakan diriku dan Riri dalam ruangan yang dingin. Ketika ia juga ingin menuju pintu, aku menangkap lengannya. Riri tampak terkejut, ia memandangku dengan tatapan penasaran.

“Apa?”

“Bisa kita ngobrol bentar?” pintaku sama datarnya dengan suara yang diberikan Riri.

“Mau ngobrolin apa?”

“Kamu itu ... Amemayu Children’s, ‘kan?”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top