(Vol. 1) Prolog

Prolog

"Dunia hampir hanya terdiri dari sukarelawan buta, yang membenci dan melarikan diri dari cahaya."

Pierre NicoleDe la Connaissance de soi-même

04 Agustus 2025

Tanpa terasa sudah hampir satu bulan berlalu semenjak aku sekolah di SMA Amemayu. Tidak ada yang spesial di sepanjang hari-hariku. Kecuali hal-hal biasa seperti belajar dan berinteraksi dengan teman-teman sekelas. Meskipun sudah satu bulan aku hanya bisa berteman dengan dua orang saja jika termasuk Tiara.

Teman pertamaku di kelas adalah ketua kelas sendiri, Felly Andara. Dia adalah gadis baik yang selalu mementingkan kebutuhan orang lain dan selalu menolong siapa pun yang membutuhkan.

Tidak salah kalau mereka menunjuknya sebagai ketua. Felly juga mudah akrab dengan orang lain. Kalau saja dia tidak mengajakku bicara saat di kantin waktu itu, mungkin aku dan dia tidak pernah berteman?

Ngomong-ngomong, namaku Aila Permata Putri. Aku hanyalah gadis biasa, dengan rambut panjang yang tergerai ke belakang. Mataku sedikit agak lebar. Aku tidak tinggi, tapi juga tidak terlalu pendek. Mungkin hanya sekitar 150 senti, bahkan bisa kurang.

Aku kurang bisa menampilkan ekspresi, jadi orang lain biasanya merasa canggung jika mereka berbicara denganku. Selain itu, aku kurang pandai bersosialisasi. Itulah sebabnya aku hanya memiliki dua orang teman selama sebulan ini.

Aku hanya duduk sambil mengingat kejadian tersebut. Masih menunggu wali kelas kami masuk. Pak Irfan memang sering terlambat jika dia mengajar di jam pagi. Mungkin dia adalah tipe laki-laki yang suka bergadang semalaman.

"Kalian udah liat aplikasi Amemayu?"

"Emangnya ada apa?"

"Gawat nih, popularitas aku jadi nol."

"Eh, masa?"

Pembicaraan mereka yang ada di belakang tidak sengaja terdengar. Mereka mulai mengecek aplikasi pada smartphone masing-masing. Karena penasaran, lebih baik aku ikut memeriksanya.

Semua orang kelihatannya kaget, tak terkecuali diriku. Popularitas milikku juga menunjukkan angka nol. Dalam sekejap suasana kelas menjadi gaduh.

"Tenang semuanya." Pak Irfan menarik perhatian dengan memukul papan digital di depan, membuat seisi kelas hening. Aku tidak menyadari sejak kapan dia masuk.

Dia menguap, lalu bertanya "Apa kalian sudah lihat popularitas kalian hari ini?"

Semuanya mengangguk. Bahkan ada yang bertanya kenapa sampai nol.

"Popularitas nol itu gara-gara kalian tidak mengikuti kegiatan klub apa pun. Padahal OSIS sudah memberikan formulirnya di hari pertama. Kalian ini tidak memperhatikan, ya?" Dengan suara lemasnya dia tertawa ringan.

"Apa maksudnya, Pak!?" Murid berpenampilan layaknya preman sekolah yang di belakang langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Popularitas kalian itu diibaratkan seberapa menarik kalian. Hal yang kalian kuasai, hal yang membuat kalian menonjol. Semuanya berpengaruh pada popularitas. Kalau kalian tidak menonjol, siapa yang mau memperhatikan kalian? Seorang seniman tidak akan terkenal kalau tidak menonjol. Ditambah lagi kalian melakukan pelanggaran tidak tertulis yang cukup serius."

"Pelanggaran tidak tertulis?"

"Tidak mengikuti ekskul, minus 5.000 popularitas. Yah, maunya sih bilang begitu. Tapi karena kalian Kelas F, setiap bulannya popularitas kalian di-reset jadi nol, dan kalian tidak menonjol dengan tidak mengikuti klub apa pun, makanya tetap nol."

Semua terkejut, karena kebanyakan dari mereka tidak mengikuti klub. Aku bahkan baru tahu kalau ada peraturan tidak tertulis di sekolah ini. Sepertinya firasatku mengatakan kalau sekolah ini bukan hanya sekolah seni biasa yang memanjakan muridnya.

"Yah, mau bagaimana lagi. Jadi untuk bulan ini kalian tidak akan mendapatkan uang saku. Tapi tenang saja, masih ada roti gratis untuk makan siang. Oh dan untuk kebutuhan lain kalian bisa menghubungi layanan kamar di asrama. Walau kualitasnya tidak bisa dibilang bagus."

Kekhawatiran terlihat jelas di wajah mereka. Bagaimana tidak, uang sepuluh juta bulan lalu sepertinya sudah mereka habiskan untuk berfoya-foya. Uangku mungkin hanya tersisa separuhnya saja lagi, tapi kurasa akan cukup untuk bulan ini meskipun kelihatannya aku harus lebih hemat lagi.

Ada seorang murid yang komplain dan marah, karena hal ini tidak diberitahukan dari awal. Akan tetapi, Pak Irfan dengan santai menanggapinya kalau ini adalah pelajaran yang bagus untuk murid baru.

"Kalau kalian tidak mau selamanya popularitas ada di angka nol, lebih baik kalian mulailah ikut klub," ujarnya masih dengan nada malas. Kemudian, "Ya, itu kalau kalian memang mempunyai kemampuan cukup untuk mengikuti kegiatan klub."

Kalimat terakhirnya sedikit menusuk, tetapi karena gayanya yang tidak bersemangat itu kebanyakan dari orang-orang di kelas seperti menahan kemarahnya.

"Pak, saya ingin bertanya. Bagaimana cara menaikan popularitas selain mengikuti klub?" kali ini Felly yang bertanya.

"Karena ini sekolah yang menerapkan seni, maka segala tindakan kalian yang berhubungan dengan seni akan menaikkan popularitas. Tapi biasanya yang paling berpengaruh adalah pentas saat event," jelas Pak Irfan lagi-lagi menguap. Dia memang sering mengantuk, ya?

"Pentas saat event?"

"Jika kalian ingin tahu, cari tahulah sendiri."

Wajah mereka tampak tegang. Tidak ada yang pernah menduga hal ini terjadi. Sekolah yang benar-benar aneh, selain akses publik yang dibatasi. Akses dengan pihak keluarga juga dilarang. Segala sesuatunya masih kurang aku pahami. Segala hal tentang informasi dan pengetahuan mengenai sistem sekolah ini benar-benar baru bagiku.

"Ya, intinya selamat datang di SMA Amemayu. Di tempat ini, popularitas adalah segalanya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top