(Vol. 1) 5th Event: Kancil (Bagian 8)
10 Agustus 2025
Aku mengambil sweeter yang tergantung di dekat pintu. Cuaca pasti akan sangat dingin malam ini, lebih baik menggunakannya agar tidak terkena flu. Perjanjian dengannya hanya tinggal beberapa menit lagi, aku harus bergegas.
Tepat ketika aku membuka pintu, sudah ada orang berdiri di hadapanku. Dia adalah sosok yang aku pinta untuk bertemu, seseorang yang bisa aku mintai pertanyaan dan mungkin mengetahui jawabannya, Ryan Pratama.
"Wow, kamu orangnya emang suka tepat waktu ya. Untung aku datang duluan ke sini, kalau enggak kasian kamu nungguin," ujarnya sambil tersenyum lembut.
Aku tidak langsung membalas kata-katanya, aku lebih memilih untuk bungkam dan berjalan keluar sambil mengunci kembali pintu kamar. Sama halnya dengan Ryan, dia tidak bersuara lagi dan berjalan mengikutiku menuju elevator. Asrama bukanlah tempat yang tepat untuk pembicaraan kami.
Kami memilih sebuah cafe yang berada paling jauh dengan asrama, di mana hanya dikunjungi oleh murid-murid kelas dua dan tiga. Hampir tidak ada anak kelas satu yang datang kemari, tempat yang sangat cocok agar kami bisa membicarakan tentang rahasia kecil dan kerjasama yang terkesan misterius.
Cafe ini cukup berbeda dengan cafe yang berada di dekat asrama, karena tempatnya yang berada di indoor dan juga cafe ini memiliki dua lantai. Kami pun memilih lantai satu, karena lumayan sepi. Tempat duduknya adalah sofa panjang yang empuk, tengahnya ada meja kaca lonjong dengan beberapa majalah di bawahnya.
Interior cafe ini juga menarik, karena sangat menggambarkan semangat muda. Warna yang di cat dengan warna pastel dan juga beberapa origami bangau yang bergelantungan di seluruh tempat memberi kesan indah tersendiri. Hal itu mengingatkanku pada mitos melipat seribu origami bangau.
"Bagus banget, 'kan?" tanya Ryan yang menghampiriku setelah tadi memesan minuman.
Hanya anggukan pelan yang aku berikan, sebab diriku masih ingin menghitung seberapa banyak bangau yang sudah dibuat. Aku menyerah pada hitungan ke seratus. Benar-benar melelahkan, tapi aku yakin jumlahnya tidak sampai seribu. Pandanganku tiba-tiba bertemu dengan Ryan, dia sedikit tersenyum. Jangan-jangan dirinya sadar kalau tadi aku menghitung origami?
Tidak ada seorangpun di antara kami yang memulai pembicaraan, sehingga menyebabkan kesan kaku dan sepi yang berkepanjangan. Sampai akhirnya pelayan cafe datang membawa pesanan kami, secangkir kopi dengan coklat panas.
"Coklatnya tadi extra gula ya?" tanya si pelayan sedikit ragu.
Aku mengangguk, memang benar itu pesananku. Ia menaruhnya di atas meja lalu kembali ke tempatnya. Ryan terus melihat ke arahku, hal itu membuatku sedikit kurang nyaman.
Aku memang menyukai minuman atau makanan manis, lebih banyak gula artinya semakin aku menyukainya.
"Apa enggak kemanisan?" Ryan heran, dia memang benar rasanya pasti akan sangat manis di lidah orang lain. Tetapi, bagiku ini sudah biasa.
"Enggak kok, kamu pengen nyoba?"
"No, aku anti makanan sama minuman yang manis-manis."
Sebenarnya aku juga tidak ingin berbagi, lebih baik menghabiskannya sendirian. Yang tadi adalah bentuk formalitas saja, aku pun langsung menikmati minumanku.
"Jadi, kamu mau ngomongin apa?"
Akhirnya Ryan membuka percakapan yang menjadi alasan kenapa kami berdua ada di sini. Pembicaraan serius yang tidak boleh didengar oleh orang yang kenal dengan kami atau lebih tepatnya anak kelas satu yang lain, sebab kita tidak tahu mata dan telinga mereka untuk siapa jika benar apa yang dikatakan Ryan tentang kubu Kelas A membawa pengaruh pada kelas bawah.
"Ini soal event, apa bener kalau kita harus bikin aransemen sendiri dan kita gak boleh ketebak kalau mau ngehasilin popularitas?"
Pertanyaan itu langsung dijawab oleh Ryan dengan kebeneran, persis seperti kata Sherly. SMA Amemayu menginginkan murid-muridnya berbakat, dengan membuat aransemen sendiri akan mengasah kemampaun setiap orang dan melihat siapa yang unggul.
Sebaliknya, mereka yang tidak bisa menciptakan aransemen dalam satu kelompok berarti sudah dipastikan mereka adalah sekelompok orang-orang yang hanya mengikuti arus di masyarakat tanpa ada kemauan sendiri. Sistem Amemayu adalah untuk menyaring orang-orang yang bisa membawa arus baru bagi umat manusia kelak.
Meskipun tidak terlihat jelas, SMA Amemayu memaksa kami menjalani kehidupan seperti di masyarakat nanti. Siapa yang berjuang dan memiliki kemampuan, dia akan bertahan dan bagi yang tidak, mereka berakhir menjadi sampah dan seorang pecundang.
"Jadi maksud kamu, kita ini simulasi masyarakat buat SMA Amemayu?"
"Kurang lebih emang gitu sih, terus poin yang kita dapat itu cerminan bagaimana kamu dapat mencapai tujuan nanti. Mereka yang berada di Kelas A itu levelnya beda banget loh, mereka sudah gak nganggep ini sebagai sekolah lagi. Tapi ini masih sekolah normal kok, buat mereka yang mau bener-bener sekolah."
Aku sedikit paham dengan apa yang disampaikan oleh Ryan. Kalau disederhanakan, SMA Amemayu adalah sebuah wilayah dan mereka melakukan percobaan pada murid-muridanya. Tetapi, ada beberapa keping puzzle yang belum lengkap. Maksudku, kenapa harus popularitas? Juga kenapa harus di sekolah seni?
Pertanyaan-pertanyaan itu sama sekali tidak bisa terjawab sekarang karena baik aku ataupun Ryan mungkin tidak mengetahui apa-apa. Namun, daripada memikirkannya aku akan menganggap sekolah ini adalah sekolah biasa. Lagipula, aku tidak perlu berurusan dengan hal yang berkaitan dengan Amemayu karena aku juga tidak terlalu mengerti.
"Oh iya! Aku hampir lupa, sebenarnya bukan cuman itu yang mau aku bicarakan."
"Hah? terus kamu mau membicarakan masalah apa lagi?"
Aku ingin membahas mengenai permintaanku yang kemarin padanya.
"Aku enggak pernah duga kalau Amemayu Children's yang kamu jebak itu ternyata dia, kamu sengaja ya?"
Tawa Ryan seketika pecah, entah bagian mana yang lucu sampai membatnya tertawa puas seperti itu. Entahlah, mungkin memang dia yang aneh. Aku mengeluarkan ponselku, hendak meminta file penting yang hanya dimiliki olehnya.
"Kamu enggak bilang syarat-syarat buat korbannya, jadinya aku ambil acak aja deh. Kamu hebat juga ya, bisa kenal sama semua orang di kelas," ucap Ryan yang juga mengeluarkan smartphone miliknya.
Menurutku aku sama sekali tidak hebat. Aku memang hampir mengenal semua orang di kelas. Sayangnya mereka yang tidak mengenaliku menjadi fakta pahit. Hanya sedikit orang yang tahu namaku, apakah aku benar-benar tidak terlihat oleh sebagian orang ya?
Dengan begini aku hanya tinggal menjalankan langkah selanjutnya. Pengorbanan itu sangat diperlukan, bahkan di kehidupan dewasa nantinya pasti tidak akan lepas dari yang namanya pengorbanan. Hanya diri sendirilah nantinya yang akan menentukan, kau akan dikorbankan atau mengorbankan orang lain.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top