(Vol. 1) 5th Event: Kancil (Bagian 14)

09 Agustus 2025

Setelah dari kamar Sherly, aku memilih untuk pergi keluar. Menemui seseorang yang tadi berlari menuju minimarket setelah gagal melayangkan pukulan pada gadis pemalu sebelumnya. Untung dia masih ada di sana, kedatanganku bahkan membuatnya terkejut.

"Kamu mau apa?!" tanyanya sedikit kesal.

Saat ini kami duduk berhadapan di depan mini market yang sepi. Tidak ada pengunjung selain kami. Empat meja di lantai bawah sudah kosong, sementara aku mengisi salah satu yang ada di teras.

Mau bagaimanapun cara dia menatapku sudah jelas sekali kalau Anjas masih kesal. Wajahnya itu benar-benar menyeramkan, seperti anjing yang sudah siap untuk menggigit orang yang mengulurkan tangan padanya. Ayolah, jika diibaratkan seperti itu aku adalah manusia yang bisa menjadi sahabat baik dengan hewan.

"Kamu sebenarnya enggak pengen kena dropout, 'kan?"

Sekilas aku dapat melihat matanya yang melebar, tapi Anjas segera membuang muka. Tebakanku benar, karena dia sudah mengatakannya sendiri saat bertengkar dengan Sherly sebelumnya. lebih baik aku sedikit menggali informasi darinya.

Memberikan tekanan pada orang yang sedang tidak stabil akan berdampak buruk, itu akan sangat merepotkan. Ditambah lagi aku tak mengetahui persis orang seperti apa Anjas ini. Namun, memberikan ancaman adalah tindakan yang tepat. Aku mengeluarkan ponsel yang tadi aku gunakan untuk merekam perbuatannya terhadap Sherly.

"Aku bisa saja memberi tahu pihak sekolah kalau kamu mau mukul Sherly." Aku memaerkan senyuman tipis, mengisyaratkan kalau aku juga bisa bertindak kejam.

Awalnya Anjas tampak sangat kesal, dia mengepalkan tangannya. Akan tetapi, dalam sekejap wajahnya berubah menjadi pasrah. Baik dilaporkan ataupun tidak, Ryan pasti akan membuatnya keluar dari sekolah. Hal itulah yang diyakini oleh siswa berbadan besar dihadapanku.

Sebenarnya aku membenci orang yang tidak mau berjuang dan merelakan apapun yang terjadi. Tidak ada semangat apapun di matanya, Anjas sudah sangat yakin kalau dirinya pasti akan menerima sanksi dropout. Aku jadi penasaran, aku ingin tahu di sisi mana dirinya berada.

"Apa kamu pengen di DO sama Ryan, gara-gara kamu di pihak Kelas A?" selidikku sambil menajamkan mata. Berkhayal menjadi detektif hebat seperti Sherlock Holmes.

Sekali lagi aku melihat keterkejutan dari ekspresinya. Karena aku tidak ingin kehilangan momentom yang sempurna ini, maka aku akan mengeluarkan kata-kata andalan yang dapat membuatnya menjadi bidak yang sempurna agar semuanya bisa berjalan lancar tanpa meninggalkan jejak bagiku.

"Aku bahkalan bantu kamu biar enggak di dropout. Tentu aja enggak bakalan gratis, tapi aku akan jamin keselamatan kamu," rayuku dengan wajah yang berusaha meyakinkan.

"Emangnya kamu pikir kamu siapa, mana mungkin bisa nandingin Ryan!"

"Terus kamu pikir aku siapa? Sampai-sampai Ryan ngincar Kelas F dan pengen ngeluarin aku?"

***

17 Agustus 2025

Tigapuluh menit lagi sebelum kelompok Veronika Devita tampil di atas panggung besar di alun-alun kota. Tempat ini semakin ramai semenjak pentas dimulai lagi, mengingat para murid SMA Amemayu yang baru saja datang langsung menampilkan permainan musik mereka.

Panggung besar itu bergetar, tepat disebelah kiri beringin kembar. Warga sekitar yang datang tentu saja berwajah gembira, seperti jarang mendapatkan hiburan secara gratis. Tentu saja mereka yang datang harus tetap membayar, yaitu dengan vote mereka pada salah seorang murid yang tampil dalam kelompok.

Begitulah cara kerja SMA Amemayu untuk memfasilitasi hiburan di Kota Yogyakarta. Muridnya dibayar dengan popularitas yang tergantung pada masyarakat, sebuah sistem simbiosis yang saling menguntungkan.

Aku baru saja datang, tepat setelah Vero mengatakan kalau kelompoknya akan tampil malam ini. Ternyata di belakang panggung ada tenda khusus, sepertinya digunakan untuk kelompok yang menunggu giliran tampil. Aku sedikit ragu untuk masuk, tapi biarlah.

Ternyata di dalamnya cukup luas, bahkan sudah ada dua buah meja yang digabung dan kursi yang dibuat mengelilinginya. Aku bisa melihat Vero bersama dengan kelompok lain. Gadis itu akhirnya melihatku dan melambaikan tangan agar aku segera ke sana.

Aku merasa sedikit canggung, sebab terus dipelototi oleh orang-orang. Apakah aku salah mengenakan blazer? Aku rasa bukan itu masalahnya. Siapapun akan curiga jika seseorang yang bukan anggota datang dengan bebas ke teritori mereka. Resiko tertebak menjadi semakin besar apalagi jika orang itu adalah mata-mata kelompok lain.

Entah kenapa, aku bisa mengerti perasaan mereka. Namun, ditatap seperti ini memang tidak nyaman sama sekali.

"Dia Aila, temen sekelasku. Tenang aja, dia enggak bakal ngapa-ngapain kok," ujar Vero dengan wajah apatisnya.

Terima kasih atas kata-katanya, wajah anggota Vero yang lain kelihatan lebih tenang sekarang. Mungkinkah Vero juga memiliki kemampuan pemimpin yang bijak dan mudah didengar orang-orang? Kalau begitu tolong ajari aku walaupun hanya sedikit.

"Ah, aku hampir lupa. Ini minuman buat kalian," ucapku sambil menyodorkan kantong plastik yang sudah ku bawa daritadi.

Syukurlah mereka mau menerimanya. Aku cukup senang karena semuanya bisa melihat kebaikanku. Yah, meskipun aku tidak bermaksud demikian. Tapi akan terasa semakin canggung jika berada di sini tanpa membawa apa-apa. Tujuanku hanyalah ingin melihat pentas kelompok Vero, tetapi malah mendapat undangan kemari.

Tanpa terasa sudah 20 menit berlalu semenjak aku masuk. Aku masih kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain, mereka bahkan tidak ada yang mengajakku bicara. Tentunya Vero seperti biasa, hanya diam dan mengeluarkan sedikit kata-kata yang bahkan sulit aku pahami.

Anak Kelas D yang satu kelompok dengan Vero mengatakan kalau dia ingin pergi ke toilet. Dia melepaskan blazernya dan menitipkannya pada mereka. Sepertinya rencanaku akan berjalan dengan mulus. Aku juga akan pergi ke toilet sebentar.

Aku sudah sampai di toilet umum yang sepi. Tidak ada orang di sini, kecuali anak Kelas D yang tadi baru saja masuk ke sana. Seharusnya aku tidak datang ke sini, karena ini adalah toilet laki-laki. Tentu saja tujuanku bukan untuk hal yang aneh-aneh.

Melihat tidak ada seorangpun di sekitar aku bergegas bergerak ke depan pintu itu. Sungguh ceroboh, kuncinya dibiarkan bergelantungan sementara ada orang di dalam. Aku langsung memutarnya dan mengunci orang tersebut, kemudian pergi kembali ke tenda di belakang panggung.

***

28 Agustus 2025

"Kamu ngunci teman sekelasku cuman buat bisa jadi Guest Performance, terus kamu juga nyuruh Anjas buat ngirim rekaman suara Felly ke teman kamu yang namanya Veronika itu. Aku benar-benar enggak percaya kamu bahkalan ngelakuin sesuatu sampai sejauh itu," ucap Ryan masih belum yakin dengan apa yang dia dengar.

Aku tidak perduli jika dirinya percaya atau tidak, pada kenyataannya semua itu memang benar.

"Aku juga ngerusak beberapa alat musik temen sekelas kamu, supaya temen-temen sekelasku bisa jadi Guest Performance pas minggu kemaren."

Senyuman Ryan melebar, seperti benar-benar senang mendengar fakta yang aku katakan. Dia akhirnya menampilkan wajah yang berbeda, mungkin ini adalah Ryan yang sebenarnya. Persis seperti orang yang senang melihat orang lain menderita, begitulah ekspresinya sekarang.

"Jangan bilang, yang bikin kerusuhan itu juga kamu?"

Tentu saja bukan. Aku hanya menyabotase alat musik dan itu bukan aku yang benar-benar melakukannya. Melainkan anak Kelas B yang diintruksikan oleh Tiara. Aku tidak bisa bilang kalau diriku sendiri bersih, malahan mungkin akulah yang menjadi dalang utama yang berlindung dibalik tubuh Tiara Pratiwi.

Kerusuhan yang terjadi sebelumnya tidak ada kaitannya denganku, mungkin seseorang sengaja melakukannya. Entahlah aku tidak begitu mengerti, tapi sepertinya konflik yang menarik.

"Aku udah kasih tau kamu semuanya, 'kan?"

"Yah, kamu memang beneran hebat sih. Aku akuin itu. Kamu juga udah bikin beberapa anak Kelas D kena DO," balas Ryan sembari mengangkat kedua bahunya.

Dengan konfirmasi beberapa anak Kelas D terkena sanksi dropout, sudah dipastikan kemenanganku mutlak.

"Rencana kamu benar-benar hebat, aku aja sampai enggak kepikiran. Kalau kamu pengen aku keluar dari sekolah sekarang, aku bahkalan terima dengan senang hati."

"Enggak, aku enggak bahkalan minta kamu keluar dari sekolah."

Menjadi kerugian besar kalau Ryan Pratama aku keluarkan dari sekolah. Aku bisa berhasil melakukan semua ini juga karena mengikuti alur rencana yang dia buat. Mustahil membiarkannya keluar dari SMA Amemayu begitu saja, terlebih lagi dirinya mengetahui beberapa hal yang tidak aku tahu.

Saat aku meminta tentang ingin memiliki beberapa orang teman, aku menyarankan rencana untuk menjebak salah satu Amemayu Children's dengan menyuruh Ryan agar membeli beberapa anak Kelas F dengan popularitas, dan seperti itulah Felly dapat terjebak.

Awalnya aku tidak pernah menduga kalau gadis itu adalah Amemayu Children's. Namun, itu menjadi keuntungan tersendiri. Aku juga sengaja membuat dirinya menyadari diriku saat menguping pembicaraannya dengan Ryan.

Karena pada aplikasi Amemayu aku dan dia saling menyimpan kontak, Felly pasti langsung sadar saat membuka fitur GPS, sebab dirinya sudah memiliki kontak semua orang di Kelas F.

Aku juga menggunakan fitur itu saat Felly menyuruhku bertemu saat dia memperlihatkan sifat aslinya. Untung ia tidak sadar saat itu smartphone yang aku taruh di kantong sedang merekam pembicaraan kami.

Andai aku tidak berkenalan dengan gadis lain di Kelas F, aku akan menyebarkan rekaman itu secara langsung. Untunglah Felly melakukan kesalahan, ia malah membatku berteman dengan Vero, tentu saja aku akan menggunakan dirinya. Akhirnya aku meminta Anjas untuk mengirimkan rekaman tersebut.

"Terus apa permintaan kamu?" tanya Ryan kali ini menatapku dengan serius.

"Kamu harus melindungi aku, supaya aku bisa hidup tenang dan damai di sekolah ini. Oh, satu lagi, kamu harus menuruti semua perintahku, bagaimana? Ryan Pratama?" ucapku sembari menyeringai terhadapnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top