(Vol. 1) 3rd Event: Cinderella (Bagian 12)

"Kamu lama banget, sih," keluh Tiara ketika melihat aku yang baru saja sampai di depan gedung musik.

"Maaf, tadi aku ketemu temen dulu." Aku sedikit tertawa untuk mencairkan suasana.

Gedung musik terlihat sangat sepi, seperti hanya ada kami yang berada di tempat tersebut. Bahkan dari balik dinding kaca, tidak ada orang lain yang berkeliaran.

Dari pemberitahuan yang aku dengar dari Tiara, untuk mendaftarkan lagu harus bertemu dengan anggota OSIS di gedung musik. Namun, tidak ada pemberitahuan lebih lanjut di mana ruangannya.

Ketika berhenti dekat Tiara, dia hanya diam, tidak membahas keterlambatanku. Sepertinya kami memang di buru waktu, sehingga pembicaraan sia-sia tidak diperlukan. Kadang-kadang dia bisa jadi orang serius yang berbeda dengan biasanya.

"Kamu, enggak marah, 'kan?" tanyaku hendak memastikan.

Kami jalan bersama masuk ke dalam gedung musik. Suara sepatu yang beriringan memecah sunyinya tempat itu saking terlalu sepi. Koridor panjang harus kami lewati, melalui beberapa ruangan dengan nama interval nada.

Entah kenapa rasanya hari ini Tiara sedikit aneh, dia sama sekali tidak banyak bicara. Aku sedikit penasaran, karena gadis itu berubah setelah anak-anak Kelas D semakin dekat dengan kami.

Tidak mungkin kalau dirinya cemburu, karena Tiara adalah tipe orang yang mudah bergaul dengan siapa saja. Kalau di kelasku dia bisa menjadi salah satu pemimpin faksi gadis-gadis.

Tiba-tiba langkahnya berhenti, setelah beberapa detik tadi aku menanyakan sesuatu. Aku juga terdiam karenanya, sehiangga kami sama-sama mematung di lorong yang tidak ada apa-apa.

Keheningan ini sangat mencekam, ayolah Tiara katakan sesuatu kalau kamu tidak mau aku tinggal karena lari ketakutan.

"Emang kenapa aku harus marah?" tanya Tiara yang berbalik dengan heran.

"Ya, habisnya kamu jadi jarang ngomong gitu, jadi aku pikir kamu marah." Aku menggaruk kepala untuk menyembunyikan perasaan canggung. Tiara mana mungkin marah kalau aku dan Daniel lebih dekat dengan anak-anak kelas D.

"Oh itu, aku cuman enggak mau kenalan sama anak-anak Kelas D aja, sih," gerutu Tiara dengan bibir cemberut sambil menyilangkan tangan.

Aku tidak habis pikir, ternyata dia memang tidak menyukai Sherly dan Anjas. Meskipun sudah sangat jelas dari sikapnya, masih saja itu mengejutkan.

Tidak ada hak untukku menanyakan alasannya, jadi lebih baik diam saja dan bersikap seolah-olah obrolan ini tidak pernah terjadi sepertinya adalah hal yang baik untuk perkembangan kelompok.

"Kamu enggak bakalan bilang ke mereka soal ini 'kan?"

"Aku bakal tutup mulut, kok," balasku sembari menutupi mulut memakai kedua telapak tanganku.

Tiara memang suka blak-blakan, namun sepertinya untuk kali ini saja dia tidak ingin mereka mengetahui apa yang sebenarnya dia rasakan. Menjaga kekompakan kelompok adalah yang terpenting sekarang, karena itu Tiara sebisa mungkin tidak akan metampakan ketidaksukaannya pada anak-anak Kelas D.

Sampai akhirnya kami tiba di depan ruangan yang bernama Oktaf. Didekat pintu ada kertas pemberitahuan kalau ruangan inilah yang menjadi tempat pendaftaran lagu orisinil tiap kelompok. Karena kedap suara, kami sama sekali tidak bisa mendengarkan apapun dari balik pintu.

Tangan kecil Tiara mengetuk pintu itu beberapa kali. Namun belum ada juga respon dari dalam. Kami mulai bingung apakah benar ada orang didalamnya? Karena belum juga mendapat jawaban, Tiara kembali mengetuknya, tapi kali ini lebih kuat.

"Kayaknya enggak ada siapa-siapa di sini, deh," ujarku memperhatikan Tiara yang terus mengetuk tanpa henti.

"Aduh, gimana, sih. Bikin ribet aja," oceh Tiara dengan wajah kesal.

Tidak lama kemudian suara pintu dibuka terdengar, membuat Tiara berhenti dan mundur beberapa langkah. Dari balik pintu terlihat aggota OSIS yang kalau tidak salah bernama Rendra Nurfadillah.

Mukanya tampak kaget melihat ada kami berdua sedang berdiri di sini. Kelihatannya ia langsung tahu alasan kami dan segera menyuruh masuk.

Ruangan Oktaf benar-benar berbeda dengan yang lain. Di dalamnya ada ruangan lain yang berguna sebagai perekaman musik. Sementara bagian sini lebih seperti ruang yang digunakan untuk mengatur volume dan merekam apa yang ada di balik dinding kaca tersebut.

"Harusnya kalian tadi langsung masuk aja. Soalnya ngetuk pintu itu ga bakalan ke dengeran lo," ucap Rendra yang menuntun kami menuju alat-alat elektronik dipojok ruangan.

"Ngomong-ngomong, Kak. Kalau udah registrasi berarti boleh pentas dong." Tiara mengajaknya basa-basi.

"Bisa kok, emang gitu aturannya sih. Oh ya, kalian bawa flashdisk atau kalau mau kirim aja filenya ke akun Amemayu OSIS. Aku bakalan cek entar, kalian duduk aja nunggu di sana," saran Kak Rendra sambil mengeluarkan ponsel dari saku blazernya.

Kami mengikuti perkataan Kak Rendra dan berjalan ke arah sofa yang dekat dengan pintu masuk. Di sana juga ada meja bundar yang terbuat dari kaca, bersama mangkuk berisi permen dan minuman dingin di sampingnya.

Aku langsung menjatuhkan diri ke bangku empuk tersebut, sangat nyaman sampai rasanya tidak ingin berdiri kembali.

Orang di sebelahku mengambil minuman dingin, meneguknya langsung untuk menghilangkan dahaga. Energinya mungkin habis gara-gara tadi terus menggerutu.

Dia juga mengambil beberapa permen yang langsung di masukan ke dalam mulut. Kadang Tiara memang tidak mempedulikan penampilannya yang sebebas ini.

Aku memandang langit-langit yang hanya berjarak sekitar dua setengah meter, berwarna hitam sama dengan dinding. Lalu melihat ke arah Kak Rendra yang masih menyetel alat dekat dengan ruangan dalam kaca.

Meskipun terlihat repot, dirinya sama sekali tidak tampak kesusahan dan malah senang. Ia seperti sangat menikmati pekerjaan tersebut.

"Akhirnya kita bakalan ngadain show, ya," kata Tiara senang.

Anggukan pelan kuberikan, sambil sedikit tersenyum karena memang benar sebentar lagi kami bisa mengadakan pentas. Satu-satunya hal yang aku khawatirkan adalah bagaimana sifat Anjas atau Sherly nantinya. Fakta kalau mereka berasal dari Kelas D sama sekali belum berubah.

Mereka bisa saja berpura-pura mulai mendekati kami dan nanti akan memberitahu Ryan tentang siapa yang mengaktifkan A-Box. Anjas adalah yang paling berbahaya, karena perubahannya terlalu mendadak menurutku.

Sedangkan Sherly kelihatannya memang tidak mau menuruti perintah Ryan. Aku harus tetap mengawasi Anjas agar bisa lulus dari event.

"Tapi serius, deh. Kalau tiap panggung segede gitu sekolah ini uangnya banyak banget," canda Tiara sambil memainkan ponselnya.

"Sekolah ini emang punya banyak uang. Selain dapat biaya langsung dari Amemayu Group, sekolah ini juga dapat sumbangan dana dari beberapa perusahaan luar yang bekerjasama dengan Amemayu. Ngomong-ngomong ada berita buruk buat kalian."

Rendra sudah berada di dekat kami sambil membawa sebuah tablet. Ia memperlihatkannya kepada kami. Tampak banyak sekali list dari beberapa kata yang kelihatannya adalah lagu orisinil dari setiap kelompok.

Aku dan Tiara segera menoleh dan melihatnya. Mata kami langsung terhenti ketika melihat judul yang familiar.

Tidak mungkin aku salah lihat, itu adalah judul lagu milik kami, dan sudah ada kelompok yang menggunakannya. Tiara langsung berteriak dan menanyakan hal ini pada Rendra.

Dari suaranya ketahuan sekali kalau dia sama sekali tidak mengerti dan merasa kesal. Bagaimana tidak, jika ada kesamaan nama dan lagu maka kami harus mengubahnya.

"Selain judulnya sama, musiknya juga sama. Kalian enggak bisa daftarin lagu ini, lagunya harus di ganti." Rendra menarik kembali tablet itu.

"Tapi gimana mungkin, soalnya itu lagu orisinil kami. Masa ada yang udah daftarin!?" tanya Tiara kebingungan.

Bukan hanya dirinya, aku saja masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Judul sama masih bisa di toleransi, namun musik dan liriknya juga sama. Karena sudah ada yang mendaftarkannya, maka kelompok kami bisa di anggap melakukan plagiasi.

Padahal jelas sekali kalau aransemennya adalah buatan Sherly dan sedikit aku modifikasi, mustahil ada orang yang bisa membuatnya serupa.

"Kalau kalian beneran buat lagu itu, kayaknya ada orang di kelompok kalian yang ngasih lagunya ke kelompok lain," selidik Rendra.

Ekspresi seriusnya baru terlihat sekarang, sangat berbeda dengan ia yang biasanya. Jika dugaannya benar berarti ada seseorang yang telah mengkhianati kelompok dan memberikan lagu itu kepada kelompok lain.

Ini akan menjadi masalah besar bagi kami, karena kalau anggota lain tahu akan terjadi kecurigaan masing-masing.

Tiara setuju dengan pendapat Rendra, kepalanya sudah kembali dingin. Dia memikirkan siapa kemungkinan yang melakukan itu, yang dicurigainya adalah dua anak dari kelas D.

Sebenarnya pemikiranku sama dengan Tiara, karena aku memiliki konflik sendiri dengan Felly dan siswa Kelas D.

"Maaf, Kak. Kalau boleh nanya kelompok siapa yang udah daftarin lagu itu duluan?"

Karena tidak ingin perdebatan ini semakin panjang aku pun angkat suara. Tiara yang juga penasaran ikut menanyakan hal yang sama. Murid laki-laki itu meminta kami menunggu sebentar dan berjalan kembali pada mesin yang ada di pojok sebelah ruangan.

Tidak lama kemudian ia kembali sambil membawa sebuah flashdisk berwarna hijau tua.

"Ini adalah milik orang yang daftarin lagu itu, kalau enggak salah sih dia anak Kelas F." Rendra menyerahkan flashdisk itu kepadaku.

"Apa maksudnya ini, Aila. Kalau dia dari Kelas F, apa kamu yang ngasih lagu itu ke kelompok lain?" tanya Tiara tidak percaya.

Aku terkejut saat ia bilang kalau yang mendaftarkan lagu itu adalah anak yang sekelas denganku. Jika yang mendaftarkannya dari kelas F maka aku bisa dicurigai sebagai orang yang memberikan lagu ini padanya. Padahal aku sama sekali tidak berhubungan dengan mereka.

Permasalahan ini akan menjadi rumit, karena orang yang paling dicurigai adalah orang dari kelas F dan tidak lain itu adalah aku sendiri.

Satu-satunya cara untuk mengetahui ini adalah mencari orang yang meninggalkan flashdisk tersebut. Aku pasti akan mencarinya dan menemukan pencuri yang meninggalkan sepatu kacanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top