(Vol. 1) 1st Event: Dr. Jekyll & Mr. Hyde (Bagian 2)

Pukul 10 tepat bel istirahat berbunyi. Guru yang tengah asik menjelaskan di depan kelas akhirnya berhenti dan mengatakan kalau pelajarannya hari ini sudah selesai.

Teman-teman lain sudah bersiap untuk pergi beristirahat. Sementara aku ditahan oleh gadis yang berada di depanku. Sepertinya dia ingin melanjutkan obrolan tadi pagi.

"Aila, temenin aku ya," pintanya sambil memegang tanganku dengan kedua tangannya.

Aku sedikit terkejut, permintaan secara tiba-tiba itu tidak bisa kumengerti. Dia memintaku untuk menemaninya, ke mana? Hanya pertanyaan itu saja yang ada di kepalaku.

Aku sama sekali tidak mengetahui maksudnnya. Aku menunggu dia menjelaskan, tetapi belum ada juga balasan. Jadi aku memilih untuk bertanya.

"Maksudnya?"

"Temenin aku buat ngambil formulir ekskul," balas Felly sambil tersenyum. "Aku malu kalau sendirian."

Sekarang aku paham. Kemarin Pak Irfan menyuruh kami untuk segera memasuki ekskul. Jadi hari ini Felly selaku ketua kelas akan menuju ruang OSIS dan meminta lembaran yang tidak kami isi bulan lalu.

Memalukan memang jika harus mengambil kertas kosong itu lagi. Pasti anggota OSIS akan menertawakan Kelas F.

"Ok, aku temenin deh."

Aku memang senggang, jadi tidak ada salahnya untuk menemani Felly. Selain itu aku, juga ingin melihat-lihat ruang OSIS. Karena aku cuma sekali ke sana, aku penasaran seperti apa orang-orang di dalamnya. Saat itu aku hanya bertemu orang itu.

Dari yang aku dengar, mereka kebanyakan adalah kelas 3 dan sebagian dari kelas 2. Terlebih lagi Kelas A mendominasi. Aku ingin tahu apa ada anak Kelas F yang menjabat sebagai anggota OSIS.

Kami berjalan melewati lorong. Topik pembicaraan hari ini masih sama, popularitas dan cara meningkatkannya. Aku rasa topik ini menjadi hangat dan akan terus dibicarakan sampai beberapa hari ke depan jika tidak ada isu baru yang lebih besar. Maksudku apakah ada isu yang lebih besar daripada ancaman dropout?

"Aila, kamu emang sebenarnya pendiam, ya?" Felly suka sekali mengeluarkan pertanyaan secara tiba-tiba.

"Eh, kenapa kamu nanya tiba-tiba gitu?" aku balik bertanya.

Felly yang berjalan di samping kiriku diam sebentar. Terlihat sedikit keraguan di wajahnya. Wajar menurutku dia bertanya, sebagai ketua kelas yang disukai semua orang, Felly pasti penasaran mengenai sosokku yang penyendiri dan tidak pernah bicara dengan teman sekelas lain.

"Habisnya, Aila jarang banget sama yang lain. Aku merhatiin kamu sering sendiri. Pas di kantin juga, kamu biasanya sama anak Kelas B. Kalau enggak salah namanya Tiara, ya?"

Wow Felly, impresiku padamu sedikit berubah. Kamu cukup bisa memperhatikan detail-detail kecil yang ada di kelas. bahkan juga bisa melihat teman-teman lain saat di luar kelas. Aku rasa kemampuan observasimu lumayan bagus.

"Sebenarnya, aku ini sulit dapat temen aja sih. Habisnya waktu aku mau ikut nimbrung, mereka malah enggak dengar dan habis itu ninggalin aku. Haha, mungkin aku enggak cocok gabung sama kelompok anak-anak gaul, ya?"

"Maksud kamu kelompoknya Vero? Mereka padahal baik lo. Kamu bilang pengen ikut nimbrung, kapan?"

Yah, itu karena memang diriku tidak pandai bergaul sih. Saat pertengahan Juli lalu, aku mendengar siswi-siswi yang ingin pergi berbelanja setelah pulang sekolah, dan ketika aku mendengarnya aku berkata ingin ikut.

Sepertinya suaraku dulu terlalu pelan sebab gugup. Jarak kami juga lumayan jauh. Aku saat itu berda di kursi dan mereka sudah di depan pintu. Apalagi tidak ada yang menoleh ke belakang, membuat mereka meninggalkanku tanpa tahu aku ingin berpartisipasi.

Felly malah tertawa ketika aku menceritakannya. Entah kenapa rasanya kesal. Aku merasa malu kalau mengingat kejadian itu. Dia bilang kalau nanti akan membantuku untuk bisa bergaul bersama teman-teman yang lain.

Kamu benar-benar seperti malaikat, Felly. Jarang sekali di zaman sekarang ini orang akan membantu yang lain. Inilah indahnya masa SMA, kita saling tolong menolong dan melewati masa muda dengan bahagia.

"Akhirnya sampai juga ke ruangan OSIS."

Tepat setelah sampai di lantai tiga, ada papan plakat bertuliskan OSIS terpampang di atas pintu ujung lorong. Kami segera melanjutkan langkah hingga tiba di depan sana. Felly mengetuk pintu yang setengahnya terbuka. Ada balasan kalau kami disuruh langsung masuk.

Di dalam sana, dekorasinya terkesan klasik. Warnanya didominasi oleh cokelat. Bahkan di dekat kami ada meja seperti resepsionis hotel menerima tamu yang check in, mirip asrama kami. Ini terlalu berlebihan hanya untuk ruangan OSIS.

Seorang siswi mengenakan blazer putih duduk di sana. Ia bisa dikatakan pendek, aku seharusnya tidak bilang begitu karena aku memiliki tinggi yang kurang lebih sama.

Rambutnya sebahu, penampilannya lumayan imut. Tidak heran, sih. Soalnya sekolah ini rata-rata murid memiliki penampilan menarik. Aku jadi curiga, apa sekolah ini punya syarat berparas cantik atau tampan untuk bisa diterima.

"Wah, tamu nih. Ada perlu apa ya?" ia bertanya dengan suara yang agak cempreng.

"Permisi, Kak. Kami mau minta kertas formulir buat ekskul. Kami disuruh sama Pak Irfan."

Hebat sekali Felly, kamu tetap tenang dan berwibawa ketika menghadapi orang yang tidak dikenal. Benar-benar ketua kelas terbaik.

Tepat setelah itu, si gadis mungil segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah lemari yang ada di belakang. Ia tampak mencari beberapa berkas dari seluruh arsip di situ.

Beberapa menit kemudian dirinya kembali sambil membawa beberapa lembar kertas.

"Ini dia, kalian kelas terakhir yang ngambil ini lagi lo, hehe."

"Kelas terakhir?" Tanpa sadar kalimat itu keluar dari mulutku.

Ia mengangguk lalu berkata, "Iya. Soalnya menurut data, ada Kelas C, Kelas E sama Kelas F yang murid-muridnya belum ikut ekskul. Kelas kalian itu yang paling banyak lo. Gimana kejutannya, kalian pasti suka, kan?" Kami terdiam. Jelas ia sedang menyindir kelas kami.

Felly segera mengambil formulir. Aku ikut membantunya mengambil sebagian formulir, setidaknya aku ingin berguna daripada hanya menemani. Kami beterima kasih dan bersiap meninggalkan ruangan itu. Namun, suara gadis kecil tadi menghentikan langkah kami.

"Aku bakalan kasih kalian sedikit saran ...."

Aku berbalik menoleh ke arahnya. Sebuah senyuman tipis bagai tanpa dosa terlihat jelas di wajahnya. Jari telunjuk gadis itu memain-mainkan rambut pendeknya. Matanya menyipit sedikit, mengisyaratkan kalau ia serius.

"Pak Irfan itu guru yang suka nyimpan rahasia lo. Kalian jangan asal percaya sama dia ya. Bye-bye anak baru," ujarnya sambil melambaikan tangan.

Dalam kepalaku, teringat lagi kejadian kemarin. Di mana Pak Irfan hampir mengatakan seluruh rahasia yang ada di sekolah ini. Tapi mendengar apa yang dikatakan gadis mungil tadi, aku jadi tidak bisa percaya sepenuhnya kepada Pak Irfan. Aku harus lebih berhati-hati dan sebisa mungkin mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang SMA Amemayu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top