(Vol. 1) 1st Event: Dr. Jekyll & Mr. Hyde (Bagian 11)

"Tiara!" panggilku ketika memasuki Kelas B.

Gadis dengan rambut pendek itu tersenyum dan membalas sapaanku. Ia sedang duduk dengan seorang anak laki-laki bermata sipit dan rambut yang disisir ke arah kiri depan. Aku duduk di dekat Tiara dan bertanya siapa yang ada disebelahnya. Ternyata dia adalah orang yang bernama Daniel Andrawesa.

Kami bertiga menunggu dua anggota yang tersisa dari Kelas D. Sudah lima menit berlalu semenjak pesan tadi dikirimkan, namun belum ada tanda-tanda kemunculan mereka. Apakah mereka sangat sibuk sampai tidak bisa meluangkan waktunya?

"Kayanya cuma kita bertiga aja, deh." Tiara menggaruk kepalanya dengan telunjuk, tertawa kecil setelahnya.

"Yah, kayaknya aku gagal ngumpulin orang." Daniel menghembuskan napas kecewa.

Kukira dia orang yang juga akan berbicara formal. Ternyata cara bicaranya sama saja dengan anak SMA kebanyakan. Entah kenapa aku merasa dia kelihatan aneh, bukan seperti orang yang akan menyenangkan.

Atau mungkin ini hanyalah perasaanku saja. Daniel melirik ke arahku dengan tatapan yang tajam, aku segera mengalihkan pandangan. Ini memalukan, lebih baik aku tidak kemari seperti anak Kelas D saja.

"Ngomong-ngomong, kamu yang namanya Aila, 'kan? Kami sebenarnya pengen jujur sama kamu."

Entah kenapa dia berbicara dengan nada rendah, seperti tidak ingin membuatku kecewa. Tiara yang hanya diam malah menambah suasana aneh di sini. udaranya terasa panas meskipun AC masih menyala.

"Kami berdua sama sekali enggak bisa main instrumen atau nyanyi. Jadi menurut kamu, kami harus apa?"

Aku tidak lagi terkejut, Pak Irfan sudah mengatakan kalau kelompokku hanya terdiri dari anak-anak yang sama sekali tidak berguna pada event musik. Tetapi, mereka juga salah jika bertanya padaku, si anak Kelas F, yang dicap sebagai kelas orang-orang tidak berbakat.

Jika kalian yang Kelas B saja tidak bisa bermain musik, bagaimana denganku?

"Tiara, kamu juga enggak bisa main alat musik satu pun?" Aku menatapnya dengan mata penasaran, mengingat saat menginap di rumahnya ada drum yang terbengkalai.

"Aku belum ngomong ya sama kamu? Kita sekarang jarang ketemu ya, soalnya kamu udah ada temen di kelas."

Eh, responnya aneh. Aku bertanya apa ia benar-benar tidak bisa bermain musik. Akan tetapi, Tiara malah mengatakan sesuatu yang tidak berhubungan sama sekali.

Memang benar kalau sekarang aku jarang berbicara dengannya, lagipula aku pikir dia pasti memiliki banyak waktu dengan anak-anak lain di kelasnya. Apalagi dia disibukkan ekskul sekarang.

Apa mungkin Tiara cemburu karena aku lebih sering bersama Felly ketimbang dirinya? Mustahi. Aku menertawakan pikiran itu dalam hati.

"Kalau dibilang enggak bisa sih mungkin enggak juga. Maksudku, aku pernah main drum pas masih SMP kelas 1, tapi enggak lama habis itu aku berhenti."

Ia menjawab pertanyaan tadi setelah selang beberapa detik. Dari jawaban Tiara tadi bisa dikatakan kalau dirinya mungkin bisa saja bermain drum kalau berlatih sedikit sambil mengingat-ingatnya. Kalau begitu masalah berikutnya adalah anggota lain.

"Kalau kamu sendiri, gimana?" aku menatap ke arah Daniel yang serius dengan pembicaraan ini.

"Aku enggak pernah main alat musik. Tapi aku punya satu kelebihan, kok."

Oh, mari dengarkan. Siapa tahu kelebihannya ini bisa dimanfaatkan dengan baik. Karena Daniel bilang dia tidak pernah bermain alat musik, maka posisi vokal bisa diserahkan kepadanya.

Suara miliknya juga tidak terlalu buruk, dan juga alasannya bisa masuk ke sekolah ini dan berada di Kelas B pasti karena dia memiliki bakat yang hebat.

Dia langsung berdiri dari tempat duduknya sambil menjulurkan tangan ke depan. Aku kaget akan hal itu, sementara Tiara seperti sudah biasa melihatnya. Selembar kartu muncul dari balik telapak tangan, sebuah kartu AS yang kemudian dilempar Daniel keluar jendela. Lalu tangan kirinya diperlihatkan, mengeluarkan kartu AS yang sama. Senyuman bangga terukir di bibirnya. Dia lalu berkata.

"Aku berbakat dalam sulap."

Aku menghitung setiap detik yang berlalu. Keheningan tercipta setelah dia mengatakannya. Tiara hanya bisa menunduk sambil memegangi kepalanya. Aku juga tidak bisa berkata apa-apa kalau begini.

Bukannya apa-apa, maksudku apa gunanya sulap ketika kami disuruh untuk menampilkan pertunjukan musik yang menggunakan instrumen dan nyanyian?

Ini adalah akhir kehidupan SMA-ku.

***

Suasana panas ini begitu terasa. Di bawah terik matahari aku berjalan meninggalkan gedung musik bersama dengan Tiara dan Daniel. Setelah mendengar penjelasan tambahan mengenai event, kami berencana untuk pergi ke toko musik yang masih ada di area sekolah SMA Amemayu.

Awalnya aku bingung kenapa di area sekolah ini memiliki toko alat musik, kostum teater, dan beberapa toko yang berhubungan dengan kesenian lainnya. Ternyata hal ini memang sudah direncakan dengan matang.

Untuk event pertama kami, kami diharuskan memiliki instrumen sendiri. Karena kebanyakan anak kelas 1 tidak memilikinya maka pihak sekolah menyuruh kami untuk membelinya.

Bagi siswa yang sudah kehabisan uang atau sisa uangnya sedikit, mereka bisa melakukan kredit, yang setiap bulannya akan diambil uang saku dari saldo nanti. Dan jika mengalami dropout, kau tak perlu membayarnya. Seolah-olah itu adalah kebaikan setelah menendang seseorang dari sekolah.

Sepertinya Kelas B tidak memiliki masalah uang, mereka berdua terlihat santai untuk mengajakku membeli instrumen.

Apa aku memilih posisi vokal saja ya, agar aku tidak perlu mengeluarkan uang? Tidak, aku terlalu malu untuk membayangkannya. Pasti akan menjadi pusat perhatian, jadi lebih baik aku dipojok dan menikmati musik nanti sendirian.

"Aila, apa menurut kamu enggak papa nih kalau kita beli alat musik duluan?"

"Maksudnya?"

Aku sedikit bingung dengan pertanyaan yang diutarakan oleh Tiara. Padahal kalian sendiri yang bilang ingin membeli instrumen setelah pengumuman tadi.

Setelah dipikir-pikir lagi, mungkin ia bermaksud tentang dua anggota lain dalam kelompok. Kami sama sekali tidak tahu apa yang mereka bisa atau instrumen apa yang mereka ingin mainkan.

Tiara memilih drum, sedangkan Daniel menginginkan posisi gitaris. Tidak masalah jika ada dua gitar. Akan tetapi, akan berbeda jika ada dua drum dan tidak ada vokal.

Aku harap dua anak Kelas D itu bisa mengabari kami posisi apa yang mereka inginkan. Sebelumnya Daniel sudah mengirimi pesan ajakan untuk membeli instrumen bersama, tapi tidak ada yang membalas.

"Kamu benar, gimana kalau salah satu diantara mereka ada yang mau drum juga. Terus enggak ada yang mau jadi vokal," ujarku sambil menyentuh dagu.

"Salah mereka karena enggak mau datang pas kita ajak. Mereka harus ngisi posisi kosong dong," sahut Daniel.

Terdengar egois memang. Dia tidak sepenuhnya salah, tapi jika mereka tidak mau dan melakukannya dengan terpaksa maka akan mempengaruhi keterampilan kita sebagai kelompok. Sesuatu yang dipaksakan pada orang lain tidak akan berakhir baik.

"Enggak bisa gitu, dong. Kita ini kan satu kelompok, kita harus dengar pendapat mereka juga," sanggah Tiara memelototi Daniel. Bibirnya bahkan sedikit cemberut menanggapi kata-kata teman sekelasnya.

Kamu benar Tiara, kamu mewakiliku untuk mengatakannya. Sayangnya mereka tak membalas pesan dari tadi, sehingga kita kesulitan untuk memutuskannya. Andai berjalan lancar, mungkin kita bisa bersama-sama membeli instrumen dan berjalan layaknya teman.

Aku sedikit bersyukur. Meskipun aneh, Daniel Andrawesa ternyata mudah diajak bicara. Mungkin dia akan menjadi temanku juga nanti.

Kami akhirnya sampai didepan toko alat musik yang berjarak beberapa ratus meter dari gedung asrama kelas 1. Tokonya lumayan ramai bukan hanya dari murid baru, beberapa kakak kelas juga terlihat berlalu lalang memilih berbagai item di dalam sana. Sebelum kami masuk, ponsel kami masing-masing berbunyi.

[Maaf baru membalas. Aku punya bass di kamarku, jadi aku ambil posisi bassist. Kalau temanku jadi vokalnya, apa kalian tidak keberatan?]

Itu adalah isi pesan grup chat kami. Pengirimnya adalah anak dengan nama akun Anjas. Baiklah kalau begini tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Semua posisi untuk menciptakan musik sudah terisi. Berarti kami hanya perlu berlatih dan melakukan pentas sebelum tenggat event berakhir.

Walaupun hanya beberapa minggu, aku berharap kelompokku bisa mahir meskipun 1 lagu saja. Lalu pesan lain masuk di ponselku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top