Epilogue
.
.
.
"Selamat pagi, Mia! Ah, kakakmu ada di mana?" tanyamu membuka pintu apartemen sembari mengulas senyum. Mia, gadis herambut hitam dengan twintail itu melirik arah dalam, memberi tanda bahwa kakaknya berada di kamarnya. Ia tidak ingin ambil pusing menuntunmu karena tengah sibuk dengan makanannya. Dahimu mengerut, berandai-andai apakah ia belum bangun, tidak seperti biasanya.
Kau pun berjalan masuk, mengetuk pintu kamar Joonghyuk. Tidak ada respon dari sang pemuda. Lantas, kau pun membuka kamar tersebut dengan panik, mendapati sosok Joonghyuk yang tengah fokus pada miniatur dapurnya. Kau menghela napas, "Joonghyuk, bukannya hari ini kita ada janji mau pergi membeli kitchen set yang baru? Kenapa kau belum bersiap juga?"
Wajah tampan yang sebelumnya fokus pada miniatur tersebut lantas mengalihkan perhatiannya. Ia mengerjapkan mata, bergumam pelan lalu membalasmu, "Jadwal kita hari ini itu berkencan. Kalau ada sisa waktu, kita sekaligus mampir untuk membeli kitchen set. Bukannya seperti itu kesepakatan kita kemarin?"
Sontak saja, wajahmu memerah. Kau memalingkan wajah, berniat menutup pintu, namun ia malah menahannya dan mendekatkan diri. Ia terkekeh pelan.
"Heh, kau ini lucu sekali. Sudah dua tahun kita jadian. Perlu aku ingatkan hari dimana aku yang harus menyatakanー"
Kau menutup mulutnya dengan kedua tanganmu, kesal, "Aku paham! Aku paham, Yoo Joonghyuk! Jadi, diamlah sebentar!"
Ia mengendikkan bahu, menutup pintu dan berganti baju. Sementara, kau menunggu di luar.
Rasanya malu dan penuh amarah mengingat selama setahun seluruh teman-temanmu, terutama Dokja, membantu Joonghyuk agar lebih dekat denganmu. Hal ini membuatmu merasa tidak tahu lagi harus menaruh muka di mana. Hari kelulusan adalah hari kalian resmi menjadi sepasang kekasih.
Siapa yang sangka, niat melabrak malah membuahkan hubungan romantis?
Jika kau mengingat seluruh kejadian itu, kau hanya mampu menyembunyikan wajahmu. Joonghyuk menyatakan perasaan di hari ia seharusnya memberikan pidato kelulusan. Belum sempat, kau mengetukkan kepalamu pada dinding dengan kasar. Sebuah tangan yang besar menahan dahimu. Joonghyuk menekuk wajahnya, kesal, "Kau sudah berjanji padaku untuk tidak melakukan hal seperti ini."
"Oh, maaf. Kebiasaan lama sulit hilang."
Joonghyuk mendengkus, lantas berjalan keluar. Tak ada sepatah kata pun yang keluar, kedua kakak adik itu seolah paham tanpa perlu berkomunikasi. Kau berpamitan kepada Mia, lalu menyusul Joonghyuk yang telah keluar dari apartemen. Pandangan pemuda itu gigih dan lurus ke depan. Melihat ekspresinya, kau hanya mampu menghela napas kecil dan mengulas senyum samar.
Tidak, bukannya kau menyesali tingkah kekanakanmu sewaktu sekolah dulu. Namun, kau merasa cukup bodoh. Seperti telah terkena karma yang hebat.
Siapa yang menyangka kalau sosokmu yang dulu sangat menentang kehadirannya sekarang dirinya menjadi pasangan hidupmu? Di saat Joonghyuk berhenti, kau pun ikut menghentikan langkahmu, heran. Bibirmu membuka, "Joonghyuk, ada apa? Ahーjangan bilang, Dokja sedang dalam masalah?"
Kau seketika panik. Pemuda berambut hitam dengan model rambut samping itu mengangkat bahunya, menatap langit siang sejenak, meskipun tidak ada kehadiran bintang. Kebiasaan pemuda itu kau dapatkan setelah menjalin hubungan dengannya, seolah ia tengah mencoba mencari kehadiran yang samar.
Mungkin berkaitan dengan reinkarnasi yang ia katakan dahulu, namun kau tidak ingin ambil pusing. Memutuskan untuk percaya saja padanya karena perasaan familiar itu juga kau rasakan.
Ekspresi seriusnya tersirat kekesalan, lalu ia membalas setelah sibuk sendiri, "Bukan, hanya rasanya angin sedikit dingin. Lagipula, kau dan dia itu tidak terpisahkan, ya."
Senyummu mengembang, merasa telah diakui olehnya sekaligus bangga, "Tentu saja, kami sudah seperti keluarga!"
Meskipun sedikit cemburu, Joonghyuk sangat paham kalau perasaanmu pada Dokja bukanlah romantis, begitu juga sebaliknya. Pemuda itu pun mengulurkan tangannya, membuatmu mengerjapkan mata. Peka akan kodenya, kau pun menerima uluran tersebut.
Kalian berdua berjalan bersama, bergandengan di atas trotoar jalan dengan tawa kecil. Tak ada lagi pertengkaran kekanakan, hanya ada relasi yang menerima masing-masing apa adanya. Joonghyuk menggenggam erat tanganmu, seolah tidak ingin kehilangan sesuatu yang berharga baginya, lagi.
.
.
.
[END]
[ End of the Note ]
Heheh, halo! Makasih pada kalian yang udah mau baca! Semoga ... mereka semua tidak terlalu OOC aku tulisnya. Aku hanya membayangkan bagaimana kalau mereka berada di universe tanpa perlu mati, apalagi Kim Dokja. Sebagai reader dari ORV, rasanya ingin mewujudkan dunia seperti itu untuk mereka semua ;;;
So, yeah! Aku buat fanfiction sekaligus sebagai asupan diri sendiri, karena aku suka Yoo Joonghyuk, hehe. Oh iya, jangan lupa untuk mengecek karya para member sekaligus project Fragments lainnya, ya!
See you next time!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top