° One °
Populer, ya?
Dalam kehidupan seorang Mei yang selalu dipenuhi dengan buku, sains, dan ilmu-ilmu kimia-popularitas adalah suatu hal yang sangat mustahil untuk terjadi padanya.
Sebab-hal-hal yang menjadi favorit baginya adalah sesuatu yang membosankan, setidaknya begitu menurut pemikiran banyak orang.
Mei tidak tertarik dengan popularitas, atau siapapun yang termasuk dalam jajaran orang populer, karena ia tidak menginginkannya.
Namun, siapa yang menyangka-
"Hei, namamu Mei, 'kan? Aku suka padamu!"
-hari itu, saat istirahat makan siang, di kursi paling belakang tempat Mei duduk seorang diri. Seorang laki-laki dengan helaian rambut sewarna salju menghampirinya, menggebrak meja dengan penuh semangat dan mengutarakan suatu pernyataan cinta.
Butuh waktu tiga detik untuk Mei mencerna kalimat itu, sebelum netranya membulat sempurna ketika sepasang netranya bertatapan. "... Hah?"
***
Sudah tiga hari berlalu sejak insiden pernyataan cinta si murid pindahan pada anak paling tidak menarik di Thousand Feathers Academy-yang berakhir dengan penolakan, tentunya. Sebagian besar kalimat yang terkesan 'menyudutkan' selalu didengar oleh Mei.
Katanya, dia sok jual mahal.
Padahal, sesungguhnya Mei memang tidak tertarik padanya. Dibanding menghabiskan waktu untuk 'berpacaran' selayaknya remaja di usia SMA, Mei lebih berminat pada proyek penelitiannya.
Namun, karena kejadian kecil itu, kehidupannya yang selama ini tak begitu diperhatikan orang lain berubah drastis. Semua pandangan seringkali tertuju pada Mei, yang jelas-jelas tidak salah apa-apa tetapi malah menjadi pihak yang dipojokkan.
"Mei!"
Saat itu, si gadis berambut ungu tua sedang duduk sendirian di taman belakang, ia memakan bekalnya dan membaca buku. Suara yang familier menyapa indera pendengarannya, membuat sang gadis menutup bukunya dan menggeser posisi ia duduk.
Senyuman tipis muncul di wajahnya yang selalu kaku itu. "Ah, rupanya Sherry."
"Kenapa kau menyusulku sampai ke sini?" Mei terkekeh geli ketika melihat sahabatnya datang, membawa sekotak susu favoritnya.
Gadis yang dipanggil dengan nama Sherry itu pun langsung mengambil posisi duduk di samping Mei tanpa aba-aba. "Justru harusnya aku yang bertanya, kenapa kau meninggalkanku?"
"Bukan hanya itu ... sudah tiga hari juga kau mengacuhkanku." Ia meminum susu vanilla dari sedotannya, kemudian sepasang netra hitamnya memicing tajam ke arah Mei. "Memangnya aku salah apa? Kenapa kau menjauh begitu?"
"Kau tidak salah apa-apa, Sherry. Hanya saja-aku memang sengaja menjauh supaya kau tidak ikut dikucilkan karena dekat denganku." Mei menjawab sekenanya, ia kembali memakan bekalnya dengan malas. "Setidaknya-kalau kehebohan sudah mereda, aku akan kembali dekat denganmu seperti biasa."
"Dasar-ini semua karena si anak pindahan itu!" Sherry menggerutu kesal mengingat-ingat kejadian beberapa hari yang lalu. "Bisa-bisanya dia tiba-tiba bilang begitu ... kalau jadi kau, aku juga pasti akan memberikan reaksi yang sama."
"Benar, 'kan?" Mei menimpali perkataan Sherry, seraya mengeluarkan helaan napas panjang. "Aku tak habis pikir. Kenapa anak itu menyatakan cintanya padaku? Aku ini anak yang tidak menarik."
"Apa aku coba jodohkan si anak baru itu denganmu saja, Sherry? Rasanya dia lebih cocok denganmu."
Sherry tersedak mendengar pertanyaan Mei, yang spontan membuat gadis itu mengusap-usap punggung Sherry, membiarkannya mengatur pernapasan sejenak. Sang gadis berambut hitam memandang Mei dengan tatapan ngeri. "Jangan bercanda yang aneh-aneh, Mei! Aku sama sekali tak tertarik dengan anak itu, tahu."
"Memang sih, ia cukup ... tampan? Tapi, dia bukanlah tipeku."
Seringai tipis terulas di wajah Mei, ia menyenggol pinggang sahabatnya dan berkata dengan nada menggoda, "Tentu saja. Soalnya, kau sudah menaruh hati pada Su, 'kan?"
"Heh, Mei! Bukankah kau sudah janji untuk tidak bahas itu lagi?!" Si gadis dengan rambut hitam mendecak kesal, ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
Melihat reaksi kekanakan yang diberikan sahabatnya, Mei hanya terkekeh kecil dan menatapnya tanpa dosa. "Maafkan aku, ya."
"Dimaafkan, asal kau memberiku sepotong sosis itu."
"Ambil saja, Sherry."
"Terima kasih~"
"Katanya sepotong? Tiga sosisku kau ambil semua ...."
"Ups-aku lapar, sih."
Mei dan Sherry pun tertawa lepas, kemudian mereka melanjutkan perbincangan sampai waktu istirahat habis.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top