6
"Baik anak-anak ... Saya harap kalian mendengarkan penjelasan miss kali ini."
"Kali ini miss akan menjelaskan tentang kekuatan kalian juga pembagian kekuatan berdasarkan cahaya kalian."
Aku melihat sekeliling kelasku. Sebagian besar murid di kelas menguap, tampak bosan dengan penjelasan panjang yang akan diterangkannya tapi sebagian kecilnya tampak antusias karena penasaran.
"Bagi kalian yang memiliki cahaya putih, kalian bisa memiliki dua kekuatan atau lebih yang umumnya dua kekuatan atau lebih itu terdiri dari kekuatan penyerang dan pelindung sehingga para penyihir yang memiliki cahaya putih, merekalah yang akan menjadi pasukan utama. Contohnya seperti senior kalian, ada yang memiliki tiga kekuatan dan ada pula yang memiliki dua kekuatan. Kalian bisa berkenalan dengan mereka nanti saat kalian semua sudah lulus dari tingkat enam.
Lalu ada cahaya yang berwarna biru. Bagi penyihir yang memiliki cahaya biru ini kalian hanya memiliki dua kekuatan yang terdiri dari satu kekuatan pelindung dan satu kekuatan penyerang. Cahaya ini hampir sama dengan cahaya putih sehingga kalian yang memiliki cahaya ini akan masuk ke dalam pasukan utama.
Kemudian, untuk cahaya yang berwarna kuning, kalian hanya memiliki satu kekuatan saja, yaitu kekuatan penyerang.
Dan yang terakhir, bagi yang memiliki cahaya berwarna merah, kalian hanya memiliki satu kekuatan, yaitu pelindung.
Sampai di sini apa ada yang belum jelas?" tanya miss Sheila memastikan.
aku ikut menggeleng saat semua anak tampak menggeleng pelan tanda sudah paham. Miss Sheila tersenyum lalu ia membubarkan kelas.
***
Aku terbang menggunakan sapu terbangku menuju perpustakaan.
Aku memutuskan untuk belajar mengenai kekuatanku yang sama sekali jauh dari ekspetasiku sebelumnya. Setelah dipikir-pikir lagi, seharian di dalam perpustakaan juga tidak buruk. Rasanya sudah lama sekali aku tidak mengunjungi perpustakaan. Sesampainya di depan perpustakaan, aku mendorong pintu dan menuliskan namaku di atas sebuah buku kunjungan.
Catherine Anastasya dari kamar nomor 17 lantai 3.
"Ryn? Akhirnya kau ke perpustakaan juga. Mau cari buku apa?" ujar Tiffany riang.
Aku tersenyum lalu mengatakan, "Buku tentang Guardians."
Tiffany mengangguk sekilas lalu berjalan ke arah rak buku di sebelah kiri sambil memberiku isyarat untuk mengikutinya. Aku duduk di kursi paling pojok ruangan dengan sengaja untuk menghindari keramaian.
Aku mulai membaca buku tentang sejarah Guardians dan informasi tentang kekuatan yang dimiliki penyihir yang terpilih sebagai Guardians.
***
Guardians sudah ada sejak dahulu kala dan memiliki kekuatan spesial yang hanya didapat oleh penyihir-penyihir bercahaya putih terpilih saja.
Pada dasarnya, kekuatan ini menemukan pemiliknya sendiri, tanpa syarat dan tanpa diminta atau pun disuruh oleh siapa pun, bahkan penyihir terkuat sekali pun.
Lima kekuatan berbeda yang akan dimiliki para Guardians akan datang dengan sendirinya dan memilih penyihir bercahaya putih mana yang berpotensi untuk melindungi rakyat tanpa menyalah gunakannya dan tentunya untuk menjaga keseimbangan dunia.
Guardians memiliki lima kekuatan yang saling membantu dan dapat disatukan demi melindungi kehidupan penyihir yang juga sangat mempengaruhi keseimbangan antar dimensi.
Ketika seorang Guardians mati atau mereka yang hidup tetapi ingin mewariskan kekuatan mereka melalui beberapa persyaratan khusus, kekuatan itu akan muncul lagi pada penyihir Guardians berikutnya dengan proses yang sama.
Daftar kekuatan 5 Guardians :
Ice controller : Seorang penyihir pengontrol es yang dapat membekukan lawan beserta kekuatannya, merubah musim termasuk mengendalikan cuaca menjadi musim salju ketika penyihir tersebut mencapai level maksimalnya.
Fire controller : Seorang penyihir pengontrol api yang dapat membuat api biru dan mengontrolnya untuk menghanguskan penyihir lain di level maksimalnya.
Wind Controller : Seorang penyihir yang dapat mengontrol angin dengan membuat angin topan, badai besar, bahkan mengendalikan barang yang dapat diterbangkan oleh angin ketika mencapai level maksimalnya.
Water controller: Seorang penyihir pengontrol air yang dapat mengontrol air dalam kapasitas besar, mendatangkan tsunami ketika mencapai level maksimalnya.
Earth destroyer : Seorang penyihir yang dapat mengendalikan tanah dan menghancurkan apapun yang ada di sekitarnya dengan catatan benda tersebut memiliki unsur dari tanah.
***
Aku menguap setelah lama membaca dan memahami buku tentang Guardians itu. Aku melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tiga sore.
Sudah waktunya untuk kembali ke kamar jadi aku memutuskan untuk meminjam buku tentang daftar kekuatan dan macam-macam ramuan untuk kupelajari nanti.
Aku berdiri dari tempat dudukku dan menaruh buku tentang Guardians itu di tempatnya. Aku menuju rak di sampingnya dan mencari buku daftar kekuatan dan ramuan.
"Ini dia!"
Aku hendak menarik buku itu keluar namun tanpa sengaja buku di sebelahnya ikut terjatuh. Entah kenapa buku itu membuatku tertarik jadi aku memutuskan untuk meminjamnya juga.
"Buku tentang sejarah para penyihir legendaris? Tidak buruk juga untuk mempelajari tokoh-tokoh pendahulu," gumamku sambil berjalan menuju kamarku setelah aku meminjamnya dengan alat scanner di pinggir tempat pendaftaran.
Sungguh elit sekali dunia sihir, batinku kagum.
***
Sungguh sebuah pagi yang sangat menyebalkan. Aku berusaha membuat telingaku tuli sementara saat mendengar komentar-komentar aneh yang dilontarkan banyak penyihir lain di sepanjang koridor menuju kelas sihir.
"Jadi itu ya? Anak yang bernama Catherine? Si junior yang populer?"
gumam seseorang yang masih dapat terdengar olehku saat berjalan cepat menuju kelas.
Aku menoleh sekilas dan mendapati gadis berambut ungu terang menatapku dengan tatapan meremehkan dan tersenyum miring.
Pikiranku tidak bisa fokus saat ini. Padahal ini hari pertamaku di tingkat dua. Aku tidak bisa mendengarkan penjelasan Mr. Rolfy dengan jelas.
Padahal beliau sudah menjelaskan panjang lebar tentang beberapa ramuan yang harus kita punya untuk menjaga diri dari serangan tiba-tiba.
Aku menghela napas pasrah karena tak sempat mendengarkan penjelasannya tadi. Sekarang, kami disuruh membuat ramuan sendiri sebagai praktek langsung.
Betapa bodohnya aku ini, di saat seperti ini aku malah memikirkan gadis dengan rambut ungu itu bukannya memerhatikan Mr. Rolfy yang sedang menjelaskan tentang cara membuat ramuan.
Padahal, aku sendiri sudah tahu kalau aku paling tidak bisa meracik ramuan.
Jadi beginilah kondisiku saat ini. Menengok ke kanan dan ke kiri berharap ada yang mau membantuku dengan senang hati. aku bahkan tidak bisa mengingat ramuan apa yng kupelajari kemarin.
"Bagaimana ini? Aku tidak tahu sama sekali cara membuat ramuan dengan benar," gumamku panik.
Aku semakin panik saat menyadari perubahan suhu yang menurun drastis. Bahkan aku sendiri melihat butiran salju kecil turun dari langit ruangan. Aku buru-buru mengedarkan pandanganku dan meihat reaksi murid lainnya.
"Fyuh ... Untung saja mereka belum menyadarinya," batinku sedikit lega sambil berusaha mengontrol kekuatanku.
"Namamu Catherine bukan? Apa kau perlu bantuan?" tanya seseorang sambil menepuk bahuku pelan. Aku terperanjat kaget lalu menoleh.
Ada seorang gadis dengan rambut berwarna oranye sebahu menatapku sambil tersenyum manis.
"Apa dia datang untuk membantuku?"
"Ada apa ya? Jangan-jangan kau mind reader yang tidak sengaja membaca pikiranku?" selidikku sambil memperhatikan raut wajahnya.
"Eh ... Iya sih ... Aku memang mind reader tapi--"
"Tidak apa-apa. Aku mengerti. Kita di sini sama sama belajar, kan? Terima kasih sudah mau membantuku."
"Jadi siapa namamu?"
"Namaku Elena. tentu saja dengan senang hati aku akan membantumu."
Aku hanya mengangguk lalu menyaksikannya yang mulai meracik ramuan. Aku merasa sangat bodoh kali ini. Aku yakin aku tidak akan lulus di tingkat ini.
"Sudah jadi. Aku membuatkanmu ramuan pembuat kabut. Aku harap kau bisa belajar lebih rajin lagi. Kau pasti bisa lulus."
"Wah ... terima kasih ya. Euh ... Siapa tadi namamu? Ela? Ele? Elna?"
"Elena."
"Oh ya Elena. Terima kasih ya atas bantuannya," jawabku sambil nyengir kuda.
"Sama sama," jawabnya lalu berjalan kembali ke bangkunya yang letaknya tak jauh dari tempatku.
"Dia bisa membaca pikiranku."
***
Aku menghirup udara yang segar di malam hari. Kurasa aku memang susah tidur sejak berada di akademi ini. Aku berjalan ke taman belakang yang belakangan ini menjadi tempat favoritku karena di sini memang damai dan sepi. Jarang ada white witch yang mau ke sini padahal tempat ini amat sangat nyaman.
"Kenapa aku meributkannya? Kalau taman ini sepi aku bisa leluasa berbagi cerita di sini sambil menatap bintang," batinku sambil terus berjalan dan duduk di rerumputan.
Aku berniat untuk membekukan rerumputan ini menjadi balok es. Tapi segeraku urungkan niatku itu karena aku sendiri belum bisa mengontrol kekuatanku dengan baik.
Tapi aku ingin sekali melatih mentalku. Bagaimana pun juga aku harus bisa menyukai kekuatanku sendiri karena dia yang akan melindungiku. Sial! Kenapa harus es?
"Jangan suka menyendiri. Musuh bisa datang kapan saja."
Reflek aku menoleh lalu mendapati Jack sedang berjalan ke arahku.
"Buat apa kau ke sini?" tanyaku heran.
"Ini tempat umumkan?" jawabnya datar.
Ah ya juga, batinku sambil memutar bola mata.
Sebagai balasannya, aku hanya mengangguk lalu kembali melihat bintang. Kami duduk bersama dalam keheningan. Aku sedikit bingung untuk memulai topik dengan si triplek. Bagaimana pun juga aku sudah berjanji untuk merubah diri dan inilah saatnya untuk melatih diriku sendiri membuka topik dengan orang lain.
"Jadi ... Kau sering ke sini ya?" tanyaku harap-harap cemas karena si triplek hanya berbicara seperlunya saja dan aku bisa stres kalau usahaku ini diabaikan olehnya.
"Tidak sering. Kau sendiri?" jawabannya itu membuatku lega sekali.
"Baru dua kali. Aku anak baru di sini," jawabku sambil meliriknya yang tampak mengangguk.
"Seharusnya kau berhati-hati. jangan suka menyendiri. Jangan tidur malam-malam juga."
Aku mengernyit bingung.
"Aku tidak bisa tidur," jawabku pada akhirnya.
"Musuh bisa datang kapan saja. Apalagi kau seorang Guardians."
"Kau sendiri juga suka menyendiri, kan? Tidak perlu memberiku nasehat seperti itu."
Ia melirikku lagi laku tersenyum meremehkan. "Beda. Aku bisa mengontrol kekuatanku, kau belum bisa."
Emosiku hampir meledak karenanya. Butiran salju sudah mulai turun di sekitar kami, menbuat senyum meremehkannya kembali terbit.
"Benar, kan?"
Aku hanya mengangguk. Terserah ia ingin berkomentar apa, aku sedang tidak ingin mendebatnya. Hening kembali datang. Aku melirik jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam.
"Kalau begitu sudah dulu ya. Aku mau tidur," pamitku sambil berjalan memunggunginya.
"Selamat malam."
"Malam juga. Hati-hati, mungkin saja ada yang menculikmu," jawabku sedikit mengejek lalu berjalan menjauh, meninggalkannya yang masih duduk tanpa merubah posisinya sedikit pun.
************************************
Published : 20 oktober 2017
revisioned : 9 Agustus 2018
Haii!!
Rina disini..
Sesuai janji, Rina berusaha update tepat waktu di hari Jumat :)
Jadi, Rina minta tolong buat vote dan commentnya ya.
Terimakasih sudah mau baca, vote, dan comment.
See you next week
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top