40

"Sudah merasa lebih baik?"

"Uh tentu ... bagaimana keadaannya?"

"Ryn? Kau yakin mau mendengarnya?"

Tiffany mengangguk mantap walau hatinya mengatakan hal yang sebaliknya. Ia tidak ingin melihat sahabatnya itu dalam keadaan yang kacau tapi mau bagaimana lagi? Hanya ini yang bisa ia lakukan sebagai seorang teman.

"Biar aku saja yang mengantarnya ... lebih baik kau mengurus Irene sekarang. Entah apa yang ada di pikirannya, kondisinya begitu mengkhawatirkan," sela Dave tiba-tiba sebelum Netta meraih tangan Tiffany untuk membantunya bangkit.

"Baiklah ... kalau begitu sampai nanti, ucapkan juga salamku pada Jack ya," jawabnya sambil melambaikan tangan ke arah Tiffany dan Dave.

Dave mengangguk sekilas dan membantu Tiffany untuk berdiri.

"Jack masih menunggu?"

"Kemarin ia meminta berduel dengan Mr. Rolfy dalam adu pedang. Kondisinya lumayan mengkhawatirkan tapi ... kau pasti tahu benar sifatnya, aku bahkan tak berhasil saat membujuknya untuk beristirahat sejenak."

"Dia memang keras kepala," cibir Tiffany saat mendengar penjelasan singkat dari Dave.

"Aku setuju. Tidak ada yang bisa mematahkan keinginannya kau tahu? Mungkin ia masih merasakan pahitnya kehidupan setelah beberapa hal yang dia alami selama ini. Jujur, aku sangat prihatin padanya."

"Kau benar. Bisa kita membahas hal yang lain saja? Dan sejak kapan kau tidak menggunakan kekuatanmu?"

"Ah ya juga, aku hanya ingin berjalan bers--"

"Kau ingin memperlambat waktu agar aku tidak bertemu Catherine atau bagaimana?"

"Baik baik, jangan mengomel atau aku tidak akan melakukannya sama sekali."

Tiffany hanya menghela napas pasrah saat dirinya ikut berteleportasi bersama Dave.

"Kenapa tidak daritadi saja?" batinnya dongkol.

Ia hampir mengomeli Dave kalau saja ia tidak disuguhkan oleh pemandangan yang begitu menyesakkan hati seperti ini.

Tubuh gadis itu terbujur kaku dengan beberapa bekas luka gores di sana. Tiffany menahan napasnya dan menguatkan hatinya untuk berjalan mendekat ke arah gadis itu. Ia mulai menggerakkan kakinya yang terasa berat sampai seorang pemuda yang amat dikenalinya menoleh ke arahnya.

"Dave? Tiffany? Apa yang kalian lakukan di sini?"

"Aku hanya ... hanya itu--"

"Dia ingin berkunjung," jawab Dave memotong perkataan Tiffany.

"Oh ya! Malam ini, Mr. Rolfy ingin melatihmu. Apa kau sanggup berlatih dengannya malam ini?"

"Ya," jawabnya singkat masih dengan ekspresi datar yang sama.

Tiffany hanya bisa memperhatikan percakapan kedua pemuda itu sambil terus melihat ke arah sesosok gadis yang sedang tertidur pulas di depannya.

Pandangannya mulai mengabur dan sedetik kemudian, cairan bening tersebut turun, membuat suatu garis yang melintasi pipinya.

Tiffany memalingkan wajahnya dan berjalan ke luar ruangan tanpa berkata apa-apa lagi. Ia tidak kuat ... melihat sahabatnya harus merasakan penderitaan dan rasa sakit yang amat sangat.

***
"Seharusnya kau lebih perhatian dan tidak menyerang dengan sembarangan seperti kemarin."

Lagi-lagi Ryn hanya bisa diam mendengar celotehan penuh kekesalah dari Igna.

"Sehabis ini aku tidak akan mengijinkanmu untuk berkelana lagi, sepertinya kau harus menjalani latihan rutin bersama ibumu dan oh ya! Kau harus berterimakasih dengan Nicholas, dia yang membantumu kemarin."

"Ya, aku tahu. Aku memang berencana untuk berterimakasih padanya yang sudah mau repot membantuku. Ngomong-ngomong, berapa banyak kristal yang kudapatkan dari hasil berkelana kemarin?"

"Sekitar tiga puluh batu kristal. Kau bisa menggunakannya sekarang jika kau mau. Satu batu kristal berlaku selama satu menit untuk melihat saja, kalau kau mau berkomunikasi, dibutuhkan sekitar sepuluh batu kristal per menitnya,"
jelas Igna.

Ryn mengernyit bingung. Dia hanya memiliki tiga puluh batu kristal saja, itu artinya, ia hanya memiliki waktu sekitar tiga menit untuk menyampaikan keadaanya. Seandainya ia berhasil, itu sudah mengurangi bebannya, karena ia akan segera kembali.

"Kau mau ke mana?"

Ryn menoleh lalu tersenyum dan menampakkan sederet giginya yang rapi. "Aku tidak berusaha kabur di masa-masa pengobatan ini. Tapi ini penting, aku akan kembali."

Setelah berkata seperti itu, Ryn berbalik dan berlari keluar ruangan. Tekadnya sudah bulat. Ia akan ke heaven water dan menggunakan kristal yang dimilikinya untuk menghubungi Rara.

Igna menggelengkan kepalanya sambil tersenyum samar. Catherine memang keras kepala, tapi tekadnya tidak bisa dihalangi oleh sembarang orang apalagi dirinya.

"Berjuanglah Ryn. Kau pasti bisa."

***

Ryn memandangi selembar kertas berisi peta dimensi yang pernah Igna gambar untuknya. Ia harus segera beradaptasi dengan dimensi ini. Letak Heaven water berada di tengah hutan sebelah barat dari tempat berkelana.

Seharusnya perjalanan kali ini aman dan jauh dari gangguan makhluk ciptaan Medusa. Ryn mengambil pedang dan sapu terbangnya dari Magic Bag. Ia menaikinya dan terbang melesat masuk ke dalam hutan setelah memperkirakan di mana Heaven water berada. Ia menggunakan lengan kanannya untuk menebas dedaunan dan semak-semak yang menganggu perjalanan dengan pedangnya.

Tidak butuh waktu yang lama untuk menemukan letak Heaven water, karena ia sudah memperhitungkannya sejak awal. Kini, di depannya sudah terdapat mulut gua tempat Heaven water berada. Menurut informasi yang diberikan Igna dalam catatan dimensinya, seseorang yang ingin menggunakan Heaven water diharuskan untuk membawa penerangan dan menghafal jalan karena gua tempat Heaven water berada ini memiliki banyak cabang dan jalan berliku yang berbeda-beda.

Masing-masing cabang akan berujung di jalan buntu kalau sampai salah memasukinya. Ryn memantapkan hati dan mengambil tongkat sihirnya. Ia mengetuk pelan ujungnya hingga sebuah cahaya berwarna putih kebiruan berpendar membentuk sebuah penerangan.

Ia mulai melangkahkan kakinya dan mengambil jalan sesuai dengan peta yang dibawanya. Perlahan tapi pasti, suara gemericik air mulai terdengar. Ryn tidak bisa menahan senyumannya ketika indera penglihtannya berhasil melihat sebuah pemandangan indah yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Jadi inikah Heaven water? gumamnya penuh takjub.

Airnya jernih dan dari bagian atas aliran air terdapat pancaran cahaya yang masuk lewat celah-celah gua. Tanpa pikir panjang Ryn mengambil seluruh batu kristal yang dimilikinya dan memasukkannya ke dalam Heaven water. Ryn memejamkan mata dan berniat bahwa ia akan menghubungi Rara dan menggunakan waktu tiga menit dengan sebaik-baiknya. Beberapa detik kemudian, Ryn dapat merasakan dirinya menjadi ringan dan merasakan sensasi sejuk di seluruh tubuhnya. Ia membuka mata dan melihat Rara ada di sana.

"Rara!" Serunya sambil berjalan mendekati beruang kecil itu dengan tergesa-gesa.

"Ryn?"

"Iya ini aku Rara. Rara bisakah aku meminta pertolonganmu?"

"Ryn? Ryn di mana?"

"Aku berada di dimensi buatan Luna. Aku sedang mencari cara hntuk keluar dari dimensi ini dengan bantuan Samantha dan makhluk lainnya. Rara, tolong sampaikan hal ini pada Jessica. Aku yakin dia dapat menyimpulkan keberadaan dunia ini dan melakukan persiapan. Percayalah, aku akan segera kembali."

"Apapun akan kulakukan untukmu Ryn. Kamu yang menciptakanku, mustahil bagiku untuk menolak perintahmu."

"Kalau begitu jadilah yang terbaik untukku Rara. Waktuku tidak banyak. Aku sudah bisa merasakan energi batu kristalku yang menipis. Tolong sampaikan informasi penting ini pada Jessica. Aku akan segera kembali." Setelah mengatakan hal tersebut, Ryn dapat merasakan cahaya putih yang menyilaukan penglihatannya, juga dirinya yang ditarik ke arah yang berlawanan.

Ia memejamkan mata, dan setelah membukanya, ia benar-benar kembali ke tempatnya semula. Ryn menghela napas lalu segera membereskan barang-barangnya dan berjalan keluar. Waktu sudah semakin larut, jadi ia harus segera kembali dan menemui Igna secepatnya. Ia berhasil, awal dari perjuangannya di dimensi ini telah berhasil dilakukan dengan baik.

************************************

Published : 18 Mei 2018
Revisioned : 06 September 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top