30
"Kau?!"
"Kau berbohong Catherine. Kau tampak sangat terkejut sekali."
Aku melesat maju ke hadapannya agar dapat melihatnya lebih jelas.
Bentuk wajahnya, warna matanya, wajahnya, kecuali warna rambutnya, semuanya sama. Dari kepala hingga ujung kakinya, semuanya sama dengan kriteria orang yang kukenal. Sungguh aku mengenalnya.
"Haruskah aku meminta maaf?" katanya sambil tersenyum mengejek.
Salju mulai turun dan mataku masih melihat ke arah yang sama. Mengapa ia melakukan ini semua padaku?
"Catherine! Tahan emosimu."
Aku bisa mendengar bisikan kecil Tiffany di telinga kiriku, tapi sepertinya aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak akan melepaskannya.
"Kita tunggu perintah Leonore Ryn."
Kali ini bisikan Netta yang mencoba menghentikanku.
Pandanganku masih terkunci, melihat seorang gadis hina di depanku. Bisa-bisanya dia bermain-main denganku.
"Catherine ... sudah lama aku tidak melihatmu. Maafkan aku karena aku harus tampil seperti ini di depanmu."
"Lalu, kenapa kau begitu terburu-buru? Apakah kau masih belum bisa mengendalikannya?"
Kata-katanya itu membuatku melepas serangan pertama. Aku tidak peduli dengan suara ricuh White Witch lainnya yang meributkan serangan pertamaku. Aku sudah terlanjur melepaskannya, maka secara tidak langsung perang ini resmi dimulai.
"Hah! Serangan pertama yang bodoh! Karena dia sudah memulainya, aku perintahkan kalian semua untuk menyerang mereka!"
Dia berteriak keras diikuti pergerakan dari pasukan Dark Knight yang menyerang kami tanpa ampun.
Dalam hati aku merutuki diriku sendiri, bisa-bisanya aku membuat suasana makin buruk.
"Mau maju ice controller?"
"Kau tidak punya hak untuk mengancamku," balasku sambil menatapnya sengit.
Aku benci senyuman itu. Apalagi dia menantangku dengan nada bicara yang sungguh memuakkan.
"Baiklah kalau itu maumu."
Aku kembali membuat panah es dan menghujamkannya ke arah Luna. Ia terus menghindari panahku yang terus melesat kearahnya. Aku harus bergerak lebih cepat kalau panahku ini berhasil mengecoh konsentrasinya.
Aku memusatkan perhatian unuk menciptakan ledakan salju tepat di belakangnya. Mataku terus mengawasinya agar aku bisa membaca gerakannya. sesekali aku melihat kearah White Witch lainnya yang mulai berduel dengan lawannya masing-masing.
Aku ingin sekali membuat badai salju untuk memudahkanku menyerang Luna. Tapi kalau sampai itu terjadi, aku akan merugikan White Witch lainnya. mereka tak akan bisa melihat dengan jelas saat badai tiba termasuk aku sendiri. Tapi ini kekuatanku, jadi tidak masalah dengan badai besar yang bisa kuciptakan.
Tanpa pikir panjang, aku segera merapalkan mantra agar sayapku bisa segera terpasang. Setelah memastikan aku sudah bisa mengepakkan sayap dan terbang seimbang, aku melesat kearah hutan sambil berusaha memancing Luna untuk mengejarku. Disana, aku akan lebih leluasa melepas serangan, membuat badai, atau apapun semauku tanpa merugikan White witch lainnya.
"Berniat kabur?"
Mendengar reaksinya yang seperti itu membuatku makin menyeringai lebar.
"Kita lanjutkan di sini."
"Jadi itu maumu."
Segera kubuat badai besar, seperti yang pernah kulakukan pada saat aku menyerang Mr. Rolfy dulu. Aku kembali mengirim panah es kearahnya sambil terus mengawasi pergerakannya. Beberapa panahku berhasil mengoyak bajunya. Jubahnya kini juga sudah tidak bisa melindunginya dari hawa dingin yang kubuat.
Tapi peperangan ini cukup menjengkelkan. Kenapa ia tak kunjung menyerangku balik?
"Heran kenapa aku tak menyerangmu huh?" tambahnya lagi.
"Ah ... kau memang gadis bodoh. Kau bahkan tidak menghemat tenagamu."
"Jadi kau ingin bermain dulu ya?" responku sambil membuat badai ini lebih keras.
Kali ini aku tidak akan main-main. Aku segera membuat pedang dari es dan melesat maju mendekatinya. Aku tidak akan menyerang dari jarak jauh, lebih baik aku memancingnya untuk ikut menyerangku jika aku menyerangnya dari jarak dekat.
Aku berhasil membuat goresan di lengannya.
Satu goresan yang cukup membuatku bangga.
Dia hanya tersenyum. Senyum yang sama lagi. Emosiku semakin naik, mengingat perlakuannya padaku selama ini. Itu senyum yang sama saat aku bersamanya dulu.
"Nah ... awal yang bagus untuk pemula."
"Aku tidak bodoh asal kau tahu itu."
"Hah? Kau pikir aku tidak tahu tentangmu? Kau memang tidak bodoh, tapi kurang berpengalaman."
"Sudah cukup basa-basinya!"
Aku kembali menyerangnya dan ia berhasil menghindar.
Aku melihatnya mulai melempar pohon kearahku. Aku menangkis serangannya dengan pedangku. Serangannya cukup membuatku kewalahan karena adanya ketidakmungkinan pedangku ini dapat menangkis pohon-pohon yang dilemparnya.
Aku Juga tidak bisa terbang menyeimbangi pergerakannya. Dan sepertinya, menggunakan sayap adalah cara terburuk bagiku untuk terbang.
Ia terus melempar pohon-pohon besar itu padaku. Sejenak aku sempat memikirkan apa yang akan terjadi kalau hutan ini sampai rusak karena ulah kami?
"Melamun hmm?"
Satu ranting pohon itu berhasil menggores lenganku yang masih tertutup seragam dan jubah.
Tapi tetap saja, ranting itu seolah ditujukan untuk membalaskan dendamnya karena aku berhasil menggores lengannya terlebih dahulu.
"Bukankah seperti itu permulaanmu?" katanya sambil tersenyum meremehkan.
"Kali ini kita masuk ke ronde kedua, tepat di mana kau membuat badai es ini dan memunculkan pedang esmu itu," lanjutnya tetap dengan senyuman yang sama.
Aku hanya bisa menatapnya datar sambil mengawasi pergerakannya. Kali ini, dia akan melakukan apa?
Dia mengambil ranting pohon itu, dan ranting itu berubah menjadi sebilah pedang yang terbuat dari logam.
Aku tetap menatapnya datar sambil menahan rasa keterkejutanku.
"Jadi begini caranya kau meniru wajah itu untuk menaikkan emosiku," jawabku sedatar mungkin.
"Sepertinya pernyataanmu benar tapi itu kurang tepat. Aku tidak meniru wajahnya. Ini wajahku."
"Aku tahu kau sengaja membuatku emosi agar aku melepaskan lebih banyak kekuatan."
"Sayangnya kali ini aku tidak sedang berakting."
"Kau bahkan tak bisa membuktikannya," jawabku sambil mendecih kesal. Tidak akan kubiarkan duel ini terhenti hanya karena omongan busuknya itu.
Aku segera melesat maju menyerangnya dengan serangan dekat. Ia berhasil menangkis seranganku dan terdengar suara pedang kami beradu.
Aku berhasil memukulnya mundur tapi ia juga berhasil menghancurkan pedang es ku menjadi kepingan-kepingan kecil.
Aku segera membuatnya lagi. Aku sudah mengira kalau sebenarnya senjataku ini tidak seimbang. Mana ada pedang yang terbuat dari logam berhasil dirusak oleh pedang es?
Aku membuat dua bilah pedang yang terbuat dari es. Aku membuatnya lebih kuat kali ini, agar ia tak lagi menghancurkannya.
Aku melesat kehadapannya lagi dan mengayunkan pedangku kearahnya. Ia bisa menangkis seranganku dengan mudahnya, yang membuatku harus memikirkan cara lain untuk melumpuhkannya.
Tiba-tiba aku merasakan ada yang menghantamku dari belakang. Aku bisa melihat bahwa saat ini aku sedang jatuh masuk ke dalam hutan. aku berusaha mengepakkan sayapku lagi agar wajahku tidak berakhir di atas tanah.
"Ini tidak baik."
Kenapa aku bisa lalai terhadap serangannya? Pohon sebesar itu seharusnya bisa kudengarkan dengan baik sebelum bisa menghantamku seperti ini.
"Aku tidak tahu harus bersosialisasi. Lebih baik sendiri kan?"
Aku merasakan tubuhku menegang karena ucapannya. Aku menatapnya marah. Tahu apa dia dengan kehidupanku!?
"Tidak usah kaget Ryn. Aku tidak berbohong. Ini wujud asliku."
"SIALAN KAU!"
************************************
Published : 3 maret 2018
Revisioned : 02 September 2018
Halo readers ku tercinta^^
Kali ini aku update dengan chapter berisi petarungan... yah menurutku endingnya gantung lagi, tapi ga papa ya? Minggu depan dilanjut hehe~~
Btw judul part ini jelek banget.-. Aku lagi buntu ga bisa buat judul jadi ya beginilah jadinya -_
Terimakasih buat vote dan komennya ...
Oh ya.
Ku sampai lupa.. mungkin kalian ada yang bingung, mungkin ada juga yang sudah menebak kalau Luna itu Silvi karna cerita ini memang gampang ditebak kan ya?
>.<
Ya.. ku akan jelaskan secara singkat kenapa aku pilih Silvi yang merubah wujudnya dan menyamar sebagai tokoh antagonis di sini.. iya, si Luna.
Bukti pertama...
Selama ini firasat Ryn ndak pernah salah kan? Meski ndak selalu benar, beberapa kali aku menuliskan adegan di mana firasat Ryn yang 99% terjadi secara benar.
Di chapter 1 (first day on school) aku sempat memberi kode. Ryn sempat curhat kalau dia merasa pertemanan mereka ada yang tidak tulus. Itu artinya salah satu dari mereka (Ryn dan Silvi) ada yang tidak tulus.
Bukti kedua...
Beberapa kali aku sempet memberi kode juga lewat penyelidikan kelompok rahasia. Tiffany dan Tata pernah mengkhawatirkan Luna. Karena seseorang yang dekat (saat di dunia manusia) sama Ryn itu menyamar sebagai Luna.
Bukti ketiga...
aku juga sudah sempet kasih kode, di chapter Elena's opinion.. kalau ada yang memperhatikan percakapan antara Elena sama Tata, mereka sempet bilang, "sekarang aku percaya kenapa dia bisa menjadi aktris terkenal di dunia manusia."
Dan juga, fakta kalau Luna/Silvi adalah aktris juga sudah kusebutkan di chapter first day on school, Ryn sempet bilang kalau Silvi pintar berakting.
Kesimpulannya, Silvi adalah wujud asli dari Luna, dan Luna adalah wujud samaran Silvi yang menyamar di Academy untuk melihat perkembangan sihir Ryn dan perkembangan White Witch sendiri..
Ada yang maish bingung? Kalau masih silahkan bertanya di sini ya^^
Btw, Rina mau nanya, boleh kan?
Nah... jangan lupa dijawab ya^^
1. Sebelum tahu kalau yang nyamar jadi Luna itu Silvi, menurut kalian, siapa yang nyamar jadi Luna? Sesuaikan dengan tebakan kalian ya^^
2. menurut kalian, cerita ini kayak apa? Bagus, membingungkan, atau gimana? Biar aku bisa intropeksi diri nanti waktu revisi..
3. Karena aku penasaran, jadi aku tanya ini. Kalian bisa nemu cerita ini gimana?
Oke sekian dan terimakasih, jangan lupa dijawab ya pertanyaannya^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top