26
"Duduklah!" perintah miss Sheila.
Ryn mengikuti perintahnya tanpa berkata apa-apa lagi. Ia terus memikirkan alasan yang tepat kenapa ia bisa dibawa ke ruang hukum seperti ini.
"Kau tahu apa yang kau perbuat?"
"Tidak."
"Perbuatanmu membuat kami semua sempat tak percaya. Hukumanmu akan bertambah berat jika kau tidak ingin mengaku!"
Wajah Ryn mengeras. Ia yakin, wajahnya sudah memucat. Jantungnya berdebar dan pikirannya terus melayang. Apa ... apa yang kulakukan?
"Tapi perbuatan saya yang mana?" tanya Ryn lagi dengan suara kecil.
"Masih tidak mau mengaku?! Catherine ... apa kau sudah gila? Kau hampir saja membunuh temanmu sendiri!"
Ryn tak bisa bersuara walaupun batinnya terus menanyakan hal yang sama.
Siapa? Siapa yang hampir kubunuh?
"Karena kau tidak kunjung mengaku juga maka kita akan menemui korban sekarang. Kau tidak akan bisa berbohong Catherine. Kejahatan tetap kejahatan, tidak peduli siapa kamu dan seberapa berpengaruhnya kamu di sini. Kau tetap akan menerima hukumannya."
"Masuklah!" ujar miss Sheila kepada seseorang yang ada diluar pintu ruang hukum.
Saat gadis itu mulai menampakkan diri di depan pintu ruang hukum, Ryn tersentak dan hampir saja berteriak melihat siapa yang ada di depan pintu.
Mata gadis itu berkilat-kilat, menatap ke arah Ryn dengan tatapan kebencian.
"Claresta?"
"Kenapa kau bertanya lagi? Bukankah kau kemarin ingin membunuhku?"
"Aku ... aku tidak membunuhmu!" Ryn ikut berteriak. Kali ini air matanya ikut mengucur karena perasaannya yang campur aduk.
"Bohong."
"Atas dasar apa kau bisa menuduhku seperti itu? Kau lihat 'kan, aku berbicara padamu kemarin? Kau lihat 'kan, aku ada di depanmu saat kau jatuh pingsan secara tiba-tiba? Bukan aku pelakunya!"
"Kau mencoba untuk membunuhku!"
"Dan kau bukan Claresta yang kukenal!"
"Tentu saja aku bukan Claresta yang kau kenal. Kau pikir aku akan diam saja saat tahu kau mencekikku kemarin? Kau hanya sok kenal lalu tiba-tiba membunuhku dengan memanfaatkan segala kondisi yang menguntungkanmu tetapi merugikanku. Dan kuharap kau tidak menggunakan kekuatanmu untuk berbuat kejahatan!"
"Aku tidak berbuat kejahatan apapun! Kau pasti menipuku. Kau pasti membuat tipuan agar aku yang kau salahkan! Kau tidak bisa menyalahkanku begitu saja."
"Jelas-jelas kau pelakunya dan kau masih tidak mau mengaku juga? Kau pikir aku korban macam apa yang mau melepaskanmu begitu saja?"
"Hentikan drama kalian ini! Kalian sudah membuang-buang waktu. Catherine! Tak kusangka kau berakal licik seperti ini. Masih saja kau mengelak bahwa bukan kau pelakunya. Layla juga berkata bahwa kau yang menciptakan luka di lehernya. Atas dasar apa kau mencekiknya Ryn?"
"Sungguh bukan aku!" lirihnya pelan.
"Kalau kau berbakat akting bukan di sini tempatmu. Ada rekaman cctv yang menggambarkan dirimu sedang memporak-porandakan ruangan dengan saljumu. Kamera tidak bisa melihat dengan jelas, tapi hanya kamu yang ada di sana. Jadi jelas sekali bahwa kau pelakunya."
"Miss Sheila benar. Aku sendiri menyaksikanmu mencekik leherku," jawab Claresta angkuh.
Ryn hanya bisa diam saat menatap layar hologram yang sedang menampilkan serentetan kejadian kemarin. Tampilan itu memang menunjukkan seakan-akan ia pelakunya.
Air matanya terus mengalir bersamaan dengan keringat dingin yang sudah membasahi tubuhnya. Wajahnya pucat, sesekali ia bergeming ditempatnya berdiri sambil terus melihat layar hologram itu.
"Saya mengaku ... saya yang melakukannya," jawabnya dengan suara bergetar dan terbata-bata lalu jatuh tak sadarkan diri.
***
"Menurut saya, Catherine sedang mengalami tekanan mental jadi sepertinya ia akan sadar sebentar lagi."
"Begitukah? Baik saya tunggu perkembangannya Elena. Bagaimanapun juga saya benci dia. Dia hampir membunuh saya!"
"Tenanglah. Dia pasti akan menerima hukumannya."
"Terima kasih," jawab Claresta sambil meninggalkan ruang uks.
"Aura kejahatan," gumamnya penuh tanda tanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" gumamnya lagi lalu memanggil hewannya.
"Psst ... Roxie."
"Ya ada apa Elena?"
"Tolong panggilkan Tata."
"Tata? Apa ini terkait misi kalian?"
"Ya! Tapi jangan membahas masalah itu di sini Roxie. Sekarang cepat panggil Tata."
"Baik. Aku akan sampai disini bersama Tata tak lebih dari sepuluh menit," jawab Roxie lalu segera berlari keluar meninggalkan Elena di ruangan itu bersama Catherine.
Sambil menunggu, Elena menyeduh teh panas untuknya dan Catherine, jika ia sudah sadar nanti.
Roxie muncul secara tiba-tiba di depan pintu bersama Tata yang berhasil membuat Elena terperanjat kaget.
"Aku datang! Cepat 'kan?"
"Aku tahu kau selalu cepat," respon Elena sambil menatap Tata dengan ekspresi serius.
"Kau memintaku ke sini untuk apa?"
"Apa kau sudah tahu rumor yang beredar?"
"Yang mana? Banyak macam gosip di sini."
"Tentang Catherine."
Mulutnya membulat sempurna lalu memekik kaget, "Jadi itu benar?!"
"Hei! kecilkan suaramu. Catherine masih pingsan dan kita bisa selesaikan ini tanpa berteriak."
"Aku tahu. Aku hanya kaget saja bagaimana itu bisa terjadi? Aku tak pernah berprasangka buruk dengannya. Dia benar-benar putih dan suci!"
Elena tersenyum mendengar reaksi Tata, "Keistimewaan Half Blood tidak bisa berbohong bukan? Penipu handal sekalipun tidak akan bisa lolos dari kita. Tidakkah kau merasakan sesuatu yang aneh dengan Claresta?"
"Aku belum bertemu dengannya. Apa yang kau rasakan?"
"Aura kejahatan."
"Kalau hal itu benar, itu artinya Claresta yang memutar balikkan fakta agar Ryn yang disalahkan?"
"Tepat sekali. Untuk memastikannya aku meminta bantuanmu. Apa yang kau rasakan saat berada di dekat Claresta. Meski pun Ryn belum sadar, aku tetap yakin bukan dia pelakunya."
"Tentu saja. Aku tidak akan pernah percaya bahwa dia pelakunya."
***
Brak!
Semua perhatian tertuju pada seorang gadis yang kini memandang marah pada keempat anak yang sedang makan. Mereka kembali berbisik-bisik sambil terua menyaksikan Claresta yang terus menerus berteriak di depan Kayla, Tiffany, Irene, dan Netta.
"Kenapa kalian tidak percaya!?"
"Tentu saja tidak. Walaupun semua orang bergosip tentang Caryn, aku tidak percaya jika dia yang melakukannya."
"Tentu saja kau tidak akan percaya! Kalian teman dekatnya. Tapi kalian pasti akan percaya bahwa dia pelakunya."
"Jelas sekali kau sedang menyebarkan gosip di sini. Sudah sana pergi saja," celetuk Irene sambil mengibaskan tangannya sebagai kode agar Claresta menjauh dari tempatnya.
"Kalian harus percaya padaku. Kalian akan dirugikan oleh Catherine. Dia pembohong dan pandai berakting!"
"Apa pembuktianmu?" Kali ini Tiffany ikut bersuara.
"Pembuktianku? Kau mau pembuktianku?! Akulah korbannya! Aku yang hampir dibunuh olehnya! Aku yang merasakan! Seandainya kalian ada di posisiku, apa yang akan kalian rasakan?!" teriaknya kencang hingga seluruh pengunjung kantin menoleh kearah mereka.
"Tidakkah kau punya rasa malu?"
"Tentu saja tidak Netta. Dia sudah pasti tidak punya malu. Mau kamu yang jadi korban atau kau si penyebar fitnah aku tidak peduli. Catherine tidak bersalah!" tegas Kayla lalu meninggalkan meja mereka dengan wajah masam.
"Aku setuju dengan Kayla. Selamat tinggal," tambah Irene.
"Aku juga."
"Aku juga tidak akan percaya padamu dan tetap akan membela Ryn walaupun kaulah korbannya," jawab Tiffany sinis yang mengundang tatapan tajam dari Claresta.
"Awas saja kau!"
************************************
Published : 2 Februari 2018
Revisioned : 28 Agustus 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top