25

Author pov

"Sialan!"

Luna kembali melempar barang yang ada di sekitarnya hingga pecah dan hancur berkeping-keping.

"GADIS SIALAN!"

"Kekuatannya semakin lama semakin bertambah saja. Ia sudah berani melawan dan dia membawa pergi korbanku! Kenapa aku jadi begitu bodoh? kenapa aku harus kalah darinya?!" teriaknya lagi sambil melempar barang ke segala arah.

"Betapa bodohnya aku! Bukankah kalian saksi bisu? Hah! Maka kalian harus hancur karena menyaksikan kebodohanku hari ini!"
Ia mulai menghancurkan segalanya dengan segenap kekuatannya.

Kekuatannya memang tidak bisa dianggap remeh. Tapi bagaimana perasaannya saat ada penyihir yang mampu membuatnya terlihat sangat bodoh?

"Aku harus berlatih lebih. Tidak ada yang bisa ... mengalahkanku."

***

"Siapa dan untuk apa dia mengirim surat untukku?" gumam Ryn penuh tanda tanya.

Ia mulai membuka surat itu dan membacanya perlahan.

Catherine Anastasya

Bagaimana kabarmu? Aku sungguh menunggu kehadiranmu di sini karena kau memang membutuhkan bantuan bukan?

Kau bisa datang ke rumahku kapan saja dan panggilah namaku cukup sekali saja. Aku pasti mengenali suaramu atau jika kau tak mau, kau bisa membuat hujan salju, maka aku sudah tahu bahwa tamuku sudah datang.

Selain menawarkan bantuan dan beberapa jamuan khas rumahku, aku perlu berbicara padamu. Kuharap kau bisa menemuiku tidak lama setelah kau membaca surat ini.

Aku sangat berterima kasih dan maaf bila aku merepotkanmu.

Jessica

"Fanny? Apa aku bisa mendengar penjelasanmu lain waktu?"

"Tentu saja. Dia pasti sangat membutuhkanmu."

"Baiklah. Terima kasih atas penjelasannya. Aku akan kembali ke sini untuk mendengarkan lanjutan penjelasanmu."

***

Catherine berjalan masuk kedalam hutan menggunakan sapunya.

"Di mana letak rumahmu, Jessica?" gumamnya sambil membuat hujan salju di sekitarnya.

Beberapa menit kemudian, ia dapat melihat sebuah rumah dan seorang wanita paruh baya yang sedang menantikan kehadirannya di depan rumahnya.

"Terima kasih sudah mau datang Catherine. Silakan masuk."

Ryn mengangguk dan bergegas masuk ke dalam rumah dan menghilangkan bekas salju yang ada di hutan.

"Duduklah. Ada sesuatu yang harus kujelaskan padamu," kata Jessica sambil menyodorkan secangkir teh hangat pada Ryn.

"Terima kasih."

"Tentu saja, apa pun untukmu."

"Apa ini tentang Samantha?"

"Benar sekali. Sepertinya kau berbakat menjadi seorang peramal," jawabnya sambil terkekeh pelan.

Ryn ikut tertawa kecil lalu menjawab, "Tentu saja tidak. Aku hanya memperkirakannya saja."

"Jadi, seperti yang sudah pernah kukatakan, kau akan mengetahui tentang keluargamu tidak lama setelah pertemuan pertama kita. Ramalanku benar. Ia menyebutkan bahwa kau memang anak dari Samantha."

"Lalu apa yang kau ketahui tentang Samantha?" tanya Ryn sambil menyesap tehnya.

"Samantha memang belum meninggal Ryn."

Matanya membulat sempurna.
"Jadi benar?"

"Maaf? Apa yang benar, Ryn?"

"Tidak. Tidak ada apa-apa. Jadi Samantha ada di mana saat ini?"

"Rohnya dibawa ke alam lain. Dia ada di sana. Tapi aku masih belum tahu bagaimana wujud alam itu. Bagaimana wujudnya dan apakah alam itu masuk dalam dimensi kelima dunia ini. Aku masih menyelidikinya."

"Jadi ia hidup di sebuah dimensi yang tidak kita ketahui?"

"Kau benar. Sayang sekali hanya sebatas itu pengetahuanku. Memang belum ada yang tahu mengenai dimensi itu. Kecelakaan itu hanya untuk mengelabui kita saja. Samantha pasti dikira telah meninggal dan jasadnya yang telah dikebumikan membuat kita mengira bahwa dia sudah tidak hidup lagi. Padahal ia masih hidup di suatu tempat yang tidak kita ketahui asal usulnya."

"Jadi ... benar-benar ada?" tanya Ryn terdengar memastikan.

Jessica mengangguk sambil tersenyum dan bersamaan dengan itu, air mata Catherine ikut turun. Catherine menangis dipelukan Jessica. Entah apa yang harus ia katakan, ia bersyukur karena ibunya masih hidup dan ia merasa sangat lega karena percakapan kemarin, adalah kenyataan.

***

"Kau sudah memiliki reflek yang bagus. Setiap ada yang menyerangmu langsung bekukan saja. Jika sudah seperti itu, biasanya musuh akan merasa kaget dan terdiam untuk beberapa saat. Kau bisa menghindar dari mereka atau melakukan persiapan untuk menyerang mereka."

"Jadi itu kemajuan?"

"Tentu. Itu kemajuan yang baik. Dan hewanmu itu, siapa namanya? Rara? Nah, dia juga mengalami kemajuan pesat. Ia menguasai berbagai teknik beladiri dan tentunya itu sangat berguna. Kalian sangat cocok satu sama lain."

"Terima kasih atas pujiannya. Miss, Bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Tentu saja boleh."

"Apa kita sudah melakukan persiapan yang cukup?"

"Saya rasa, kita sudah berusaha semampu kita. White Witch lainnya juga cepat berkembang jauh dari yang kita perkirakan sebelumnya. Saat ini tingkatan yang paling rendah adalah tingkat 4. Itu artinya sebentar lagi kita bisa berlatih perang bersama sebagai bentuk persiapan kita menghadapi Dark Knight. Kita memang kalah jumlah, tapi kekuatan kita cukup untuk melawan mereka semua."

"Saya ikut bangga mendengar berita ini. Semoga kita bisa lebih cepat menyempurnakan kemampuan kita. Bagaimana pun juga, Dark Knight bisa menyerang kita kapan saja dan di mana saja. Jadi, saya merasa khawatir. Bisakah kita mengimbangi kekuatan mereka?"

"Jangan pesimis Ryn. Kita bisa. Tidakkah kau tahu bahwa tekad kuat dan kerja keras bisa mengalahkan segala sesuatu yang berjumlah banyak? Mereka memang banyak, tapi saya rasa, mereka tidak memiliki tekad dan usaha, mereka terlalu meremehkan kita."

"Begitukah? Semoga kita bisa menyeimbangkan dunia ini dengan baik. Jika kita hancur maka dunia ini dalam kuasa kegelapan dan sebaiknya hal itu tidak boleh terjadi dan tidak akan pernah terjadi."

***

Malam itu, Catherine mencari berbagai sumber untuk mengetahui kebenaran tentang dimensi baru, tempat yang Jessica yakini sebagai tempat ibunya berada sekarang.

Sudah berkali-kali ia gagal karena tidak ada berita tentang semua itu dan magic ball nya tidak berguna sama sekali untuk membawanya ke sebuah titik terang tentang apa yang ia cari saat ini.

Beberapa buku yang ia pinjam di perpustakaan pun sama tidak bergunanya dengan magic ball miliknya. Tidak ada yang tahu soal dimensi itu atau dimensi itu hanya karangan peramal itu?

Ia terus menggali informasi, ditemani dengan suara dengkuran pelan dari Rara. Ia menguap beberapa kali sambil terus menatap buku yang ia baca. Sesekali ia menyetel televisi dengan volume kecil sebagai usahanya dalam mengorek informasi terbaru tentang dimesi baru.

Namun sepertinya usaha kerasnya itu tidak kunjung membuahkan hasil, ia melempar buku bacaannya dengan kasar ke segala arah lalu tidur terlentang di atas tempat tidurnya sambil berusaha memejamkan mata.

Ia tahu, ia tidak akan bisa tidur malam ini karena dihantui oleh berbagai macam pertanyaan dan perasaannya yang campur aduk. Kecewa, sedih, bingung, marah, dan berbagai macam perasaan lainnya yang membuatnya muak untuk menyelidikinya lebih lanjut.

Ryn kembali merapikan kamarnya dan menata buku-buku yang sudah dilemparnya itu menjadi tumpukan buku yang rapi. Membenarkan letak meja belajarnya dan mulai duduk tenang menunggu malam berganti pagi.

Tok tok tok!

Suara ketukan itu membuat Ryn menoleh dan dengan berar hari membuka pintu kamarnya.

Ryn sedikit terkejut melihat siapa yang ada di balik pintunya. Ia bahkan tidak sadar bahwa jam sudah menunjukkan pukul lima pagi.

"Ya ada apa, Miss?"

"Kau ikut denganku. Ke ruang hukum," jawabnya dengan nada datar namun terdengar sedikit memerintah.

Ryn meneguk ludah dengan susah payah dan hanya bisa berdiri mematung di depan pintu kamarnya sendiri.

Ada apa ini?

************************************

Published : 26 Januari 2018
Revisioned : 27 Agustus 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top