23

Aku mulai berpikir keras.

Salah satu Guardians?
Orang berpengaruh? Siapa?
Satu nama tiba-tiba melintas di benakku. Keringat dingin mulai menetes dan jantungku semakin berdebar.

Mungkinkah?

"Siapa?"

"Sepertinya kau sendiri sudah tahu? Apakah kau benar-benar siap?" tanya Leonore dengan tatapan yang ... terlihat khawatir?

"Siapa? Katakan saja."

"Samantha."

"Maaf?"

"Aku yakin kau mendengarnya."

Oh dunia. Bisakah kau mengurangi beban yang ada padaku? Tidak bisakah kau membunuhku dan melahirkanku kembali sebagai manusia biasa?

Air mata ... air mata lagi yang akan menjadi endingnya hari ini.
Sudah kuduga, kenapa apa yang kubayangkan selalu benar?
Kenapa harus aku yang menjadi anaknya?
Bagaimana dengan legenda itu? Bukankah dia memiliki anak yang merupakan half blood?
Half blood antara penyihir dan malaikat?
Dan half blood itu, aku!?

***

"Ryn ... aku minta maaf karena aku tidak memberi tahumu dari awal. Aku benar-benar minta maaf."

Aku tidak ingin berbicara dengan siapa pun hari ini dan aku tidak tahu bagaimana caranya aku harus mengusir Tiffany yang sedari tadi mengucapkan hal yang sama.

Aku benci, kenapa ia tahu sejak awal dan tidak memberitahunya padaku? Bukankah dia sendiri yang menyaksikanku saat membaca legenda tentang ibuku sendiri?
Jadi itukah alasannya saat dia menyuruhku untuk menanyakan tentang samantha lebih jauh pada magic ballku?
Atau jangan-jangan dia sengaja meninggalkanku di dalam perpustakaan karena ingin merahasiakan ini!?

"Baiklah. Aku akan menunggumu sampai kau mau berbicara padaku. Aku paham bagaimana perasaanmu. Kau masih butuh sendiri. Maafkan aku."

Aku menoleh ke arahnya, memastikan apakah dia sudah pergi dari sini. apa dia merasa sangat bersalah padaku? Atau aku yang terlalu jahat padanya?

"Ryn ... tidakkah kau ingin berbicara sesuatu? Aku yakin kau mengoceh dalam hati."

"Diamlah Rara. Aku perlu sendiri."

"Aku paham. Baiklah, Aku tidur saja. Semoga cepat sembuh ya. Aku tahu, sakit hati susah sekali menyembuhkannya. Jadi, semangat Ryn!"

Aku memutar bola mata kesal. Masih ada juga hewan yang berisiknya minta ampun seperti Rara.

Aku beranjak berdiri dari tempat tidur dan mengambil sandal tidur yang sering kupakai keluar saat malam hari. Kemungkinan Irene sudah tidur jadi hal itu cukup memudahkanku untuk merasa lebih tenang.

"Kau mau ke mana Ryn?"

"Lanjutkan saja acara tidurmu Rara. Aku tidak ke mana-mana."

"Ampun Ryn. Baiklah, Aku tidur sekarang. Hati-hati ya."

***

Tidakkah ada orang atau makhluk yang ingin membunuhku?
Apa hidupku sempurna?
Apa hidupku sangat berguna?
Hidupku ini seperti apa?

Bagaimana proses penggantian takdir?
Bisakah kita menggantinya?
Bisakah aku dibunuh lalu dilahirkan kembali menjadi manusia biasa yang tidak tahu apa-apa tentang dunia empat dimensi ini?

"Jangan mengeluh."

"Apa?"

"Siapa?" ulangku lagi dengan suara yang lebih jelas.

Aku memberanikan diri untuk menoleh ke belakang dan mencari sumber suara tersebut.

"Kenapa jadi seperti ini? Apa ini karena permintaanku sendiri? Dibunuh oleh makhluk halus?"

"Berhentilah berimajinasi terlalu tinggi. Dengarkan saja, waktuku tidak banyak."

"Siapa kau?!"

"Di mana wujudmu?"

"Kau roh jahat atau baik?"

"Kau kenal denganku atau tidak?"

"Apa kau yang ditugaskan untuk mengabulkan doaku?"

"Ryn ... Jangan buang-buang waktuku untuk pertanyaanmu yang tak berguna itu. Tenanglah dulu."

"Tapi-- oke baiklah aku akan tenang. Jadi, kau siapa?"

"Ryn. Jangan pernah mengeluh dan berbicara seperti itu lagi. Aku tahu kau sendiri kecewa. Tapi itulah yang terbaik dan memang inilah takdirmu.
Banyak yang mendukungmu jadi jangan menutup diri pada mereka yang ingin membantumu. Aku sedikit kecewa denganmu melihat perlakuanmu pada Tiffany tadi."

"Maaf? Apakah kau sebagian dari imajinasiku?"

"Tidak."

"Jadi kau siapa?"

"Aku? Aku ibumu Catherine."

"Tidak mungkin! Aku tahu ini imajinasiku. Terima kasih sudah membuatku senang bisa berbicara dengan ibuku hari ini, walaupun hanya dalam imajinasi fana yang tak mungkin nyata."

"Jangan membuang waktu! Aku tahu kau memang tak bisa melihatku. Waktuku sebentar lagi habis. Energinya sudah menipis dan aku harus menghematnya lagi untuk bisa berbicara denganmu Ryn."

"Apa?"

"Aku tahu benar sifatmu. Maaf baru kali ini aku bisa datang menjengukmu."

"Jadi kalau ini ibu, bagaimana bisa?"

"Ryn ... ibu belum sepenuhnya mati. Hanya-"

"Ibu?"

"Ibu?"

"Apa waktumu sudah habis?"

"Bu?"

Lagi-lagi, aku harus menghapus kasar air mata yang sudah turun tanpa izin dariku

"Ryn ... ibu belum mati. Hanya?"

"Hanya apa?"

"Tidakkah kau bisa menambah waktumu? Bisakah kau kembali dan menjelaskan semuanya?"

"Baiklah kalau itu kemauan ibu, aku akan minta maaf ke Tiffany sekarang. Aku janji bu. Ibu di mana? Jangan buat aku kehilanganmu lagi bu. Baru saja aku memercayai bahwa ibu ada di sini. Tapi sekarang aku sendiri bingung, apa itu benar-benar ibu?

"Samantha!"

"Kalau kau ibuku, tambahlah waktumu untukku. Kalau ibu tidak mati, ibu ada di mana sekarang? Di mana bu?"

"Bodoh Ryn bodoh! Kau kehilangan kesempatanmu untuk bisa berbicara dengan ibumu sendiri." rutukku dalam hati.

Aku sungguh kecewa karena pembicaraan kami terputus di tengah jalan. Jadi sebenarnya itu, ibu ada di mana? Berapa lama ibu harus mengisi energi itu?

***

"Apa menurutmu Samantha sudah meninggal?"

"Tidak ada yang tahu pasti. Samantha dirumorkan telah meninggal saat kecelakaan di dimensi manusia bersama anaknya."

"Maksudku, adakah informasi lain?"

"Sejauh ini tidak ada."

"Bukankah magic ball bisa menjawab semua pertanyaan?"

"Memang. Tapi hanya pertanyaan umum saja. Kalau ingin bertanya tentang Samantha lebih lanjut, kau bisa bertanya pada anaknya yang merupakan Half Blood. Baru-baru ini, ada kabar bahwa anak Samantha berada di dimensi sihir. Kau bisa mencarinya."

"Bodoh! Baiklah. Terima kasih atas informasinya!"

Aku segera melafalkan mantra dan meninggalkan Magic ballku di atas meja belajar. Kupikir magic ballku tahu bahwa pemiliknya ini anak Samantha.
Tapi ternyata dia menyarankanku untuk bertanya pada anak Samantha. Lalu apa aku harus bertanya pada diriku sendiri?

"Ryn?"

"Ya?"

"Belakangan ini kau jadi aneh?"

"Tidak?"

"Tapi Ryn jarang berkumpul di kantin setelah pertemuan rahasia itu. Ada apa?"

"Tidak usah dipikirkan, Rene. Aku hanya ingin mengorek beberapa informasi yang tidak penting. Jadi tidak apa-apa
"

"Baiklah, nanti malam nonton televisi mau?"

"Terserah."

***

"Claresta. Aku sedang ada masalah. Apa yang sebaiknya kulakukan?" tanyaku pasrah. Hanya ini satu-satunya jalan. Meminta saran dari anak pintar.

"Masalah? apa karena Luna lagi?"

"Iya ... tapi ada masalah lain yang lebih sensitif."

"Apa kamu bertengkar dengan Tiffany?"

"Ya."

"Sebabnya?"

"Kami salah paham. Dia sudah meminta maaf padaku, tapi aku tak pernah menjawabnya. Jadi sebaiknya bagaimana?"

"Tentu saja kau harus meminta maaf padanya. Bagaimana pun juga dia sudah mengakui kesalahannya dan berani meminta maaf duluan. Kalian harus saling memaafkan untuk menyelesaikan masalah kalian. Bisa dibicarakan dengan baik-baik jadi jangan pernah menghindar seperti apa yang kau lakukan sebelumnya."

"Begitu ya? Terima kasih atas sarannya, Resta. Bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Tentu. Kau bebas bertanya apa saja."

"Apa kamu tahu siapa yang memprogram magic ball?"

"Huh? Magic ball tidak terprogram Ryn. Mereka mencari informasi yang beredar dengan sendirinya dengan sihir yang ada pada mereka. Jadi kita tidak bisa memprogramnya sendiri."

"Seperti itu ya? Kalau begitu, apakah kau tahu siapa itu Samantha?"

"Samantha? Kenapa kau bertanya tentang dia padaku?" tanyanya bingung.

"Aku hanya ingin tahu pendapatmu," jawabku berusaha tenang. Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan Resta. Tapi aku tidak bisa menebaknya dengan pasti.

"Dia tokoh legendaris. Beberapa kabar menyatakan bahwa Samantha sudah meninggal karena kecelakaan tapi itu hanya rumor saja. Menurutku, orang sekuat dia tidak mungkin meninggal hanya karena kecelakaan saja sedangkan anaknya sendiri yang masih kecil dikabarkan telah selamat dari kecelakaan itu."

"Tapi bukankah ada jasadnya?"

Claresta sempat terkejut mendengar pertanyaanku. Aku penasaran, apa yang ia pikirkan?

"Aku tidak tahu masalah itu. Dari mana kau tahu kalau ada jasadnya?"

"Kenapa tidak kau jawab dulu pertanyaanku?"

"Itu ... karena--"

"Karena apa?"

"Aku tidak tahu bagaimana aku bisa tahu teori ini. Mungkin hanya rumor saja. kenapa kau begitu ingin tahu?"

"Resta. Jangan menyembunyikan sesuatu dariku. Jika aku bertanya, maka jawablah tidak usah bertanya balik," tegasku.

Ekspresi wajahnya berubah. Benar-benar berubah. Wajahnya memucat dan aku sempat mendengarnya mulai mengatakan sesuatu dengan mulut bergetar.

"Tenanglah Resta. Kau kenapa?"

"Seseorang mengontrolku," jawabnya lalu tubuhnya mulai limbung dan jatuh ke lantai, tepat di depanku.


************************************
Published : 17 Januari 2018
Revisioned : 25 Agustus 2018

Hai hai^^

Bonus bonus!!

Btw ini bonus karena aku senang dengan kalian yang masih setia membaca ceritaku selama ini hingga readers Magic World yang meningkat jadi 2.4 k^^

Terimakasih ya, sudah mau setia dan vote cerita ini.

Btw maafkan karena chapter ini sangat drama sekali.-.

Tapi tenang saje, aku tetap update Jumat besok jadi gak akan gantung lama-lama^^

Oke sekian dan terimakasih ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top