17

"Kita lihat, siapa yang terlempar keluar," desisnya sambil tersenyum meremehkan.

Jack tampak tidak terima tapi bagaimana pun juga ia tidak bisa masuk ke dalam arena.

"Jadi ini kah gadis yang digilai para White Witch?" ujarnya sambil tersenyum miring.

"Hentikan ini! Ini pertandingan yang tidak adil. Senior macam apa kau yang ingin mencelakai juniormu sendiri?!" Jack berteriak, masih tak terima dengan keputusan Luna.

"Tenanglah Jack ... gadis bernama Luna ini memang tidak punya hati. Lanjutkan saja perjalanan, aku akan terlempar keluar sebentar lagi," jawabnya pasrah.

"Tentu saja kau akan keluar dari dunia ini. Andai saja dunia ini adalah dunia nyata, sudah habis kau!" jawab Luna murka lalu mulai menyerang Ryn dengan kekuatannya, controller.

Ia melayangkan berbagai benda tajam ke arah Ryn yang dengan sigap ia bekukan sehingga benda itu hancur berkeping-keping.

"Permulaan yang bagus anak baru ... lihat saja meskipun kekuatanmu langka aku tetap bisa mengendalikan kekuatanmu!"

Selama sepuluh detik lamanya tidak ada penyerangan yang terjadi, sehingga Ryn yang tak ingin menyia-nyiakan kesempatannya memilih untuk menyerang balik.

"Itukah penyeranganmu?" ucapnya menantang.

Ryn segera membekukan tangan dan kakinya, hanya untuk melumpuhkannya sejenak.

"Tidak berani menyerang? Dasar gadis pengecut."

"Asal kau tahu, kau pengecutnya. Kenapa menyerang adik kelas? Takut terkalahkan?" jawabnya datar hingga membuat wajah Luna memerah karena marah.

"kau gadis paling menyebalkan yang selalu sok pintar!" teriaknya marah.

Ryn menaikkan alis, "Aku tak pernah bermaksud untuk sok pintar atau apa pun pada siapa saja apa lagi dengan senior? Atas dasar apa kau menuduhku?"

"Ya itu karena kau tidak tahu kebiasaan burukmu. Kau orang terburuk yang pernah kutemui. Kau bahkan tidak memiliki teman. Bisakah kau lihat dari situ saja semua orang tidak menyukaimu?"

Perkataannya membuat Ryn sedikit limbung, berusaha mencerna perkataan Luna barusan.

"Apa itu benar? Alasan kenapa aku tidak disukai orang banyak?"

"Jangan dengarkan dia Ryn. Mulut busuknya itu selalu bisa memengaruhi orang," teriak Jack.

"Kau tidak punya hak untuk membelanya," jawab Luna sinis sambil melempar barang kepada Ryn sebelum ia sendiri menyadarinya.

Ryn terlempar beberapa meter jauhnya karena terhantam sebuah benda. Darah segar mengalir dari pelipisnya. Salju mulai turun dan ini pertanda bahaya. Ryn bangkit dan menyerang Luna langsung dengan panah es tajam.

"Karena kau tidak bisa mengontrolku di sini dan aku sendiri membenci kekuatanku, tidak susah untuk melawanmu. Kau sendiri yang membuatku marah dan lebih baik kau tunggu saja takdirmu untuk terlempar keluar dari sini!" teriak Ryn emosi.

"Keluarkan saja apa yang kamu punya! Percaya diri sekali kau sampai berani mengatakan kau akan melemparku keluar?" jawabnya dengan senyum miring dan kembali menghujamkan banyak benda ke arah Ryn dan mengendalikan cuaca menjadi badai.

"Ini 'kan yang kau takutkan?"
tanyanya menyeringai lagi.

"Tak perlu melakukan hal yang tak penting seperti itu!" teriak Ryn marah.

"Jangan mempermainkanku Luna. Jangan bawa-bawa memori itu!" desisnya penuh penekanan.

"Kenapa tidak? Ini kelemahanmu 'kan? Ketika kau mengingat acaramu kecelakaan bersama orang tuamu?"

"HENTIKAN LUNA!" teriaknya lagi sambil berusaha mengontrol kekuatannya karena ia merasakan emosinya yang menguasainya dirinya.

Sebuah cahaya putih dan salju datang beruntun dan memenuhi arena duel secara tiba-tiba.

Arena duel hancur akibat kekuatan Ryn yang dikeluarkannya.
Salju dan es berada dimana-mana menghancurkan area sekitar tempatnya berduel.

"Ryn! Bertahanlah!" seru Jack keras sambil berlari mendekati Ryn. Namun ia terlambat, Ryn dan Luna, sama-sama terlempar keluar dari arena permainan.

***

"Permainan yang bagus Catherine, kalau saja kau tidak diajak duel, aku yakin kau dan timmu yang akan menenangkan permainan ini."

"Claresta ... aku cukup muak dengan keberadaan anak itu. Dia selalu saja mengangguku," jawab Ryn sambil menatap kosong dinding bercat putih di depannya.

"Dia tidak mengganggumu kawan. itu wajar, ini kan arena permainan, jadi kau sah-sah saja kalau ingin berduel dengan siapapun. Tapi yang penting, kau berhasil melempar keluar Luna. Itu artinya kekuatan kalian seimbang!"

"Seimbang? Tentu saja tidak. Dia jauh lebih kuat."

"Tidak tidak. Dia memang yang terkuat sejauh ini tapi perlawanan terakhirmu cukup keren. Itu seperti level maksimal seorang ice controller. Itu artinya kau lebih hebat darinya!"

"Baiklah ... terima kasih atas pujiannya. Sekarang aku sudah merasa lebih baik. Apa aku boleh melihat tayangan langsung?"

"Tentu saja. Ini seru sekali. Kita bisa melihat anak-anak yang tersisa dalam permainan. Ayo!"

Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di ruang rekaman.
Ryn membaca sebuah tanda di depan ruangan.

Orang yang tidak berkepentingan, dilarang masuk.

"Claresta? Kau yakin aku bisa masuk ke dalam ruangan ini?"

"Tentu saja. Tidak semua orang boleh melihat rekaman ini, tapi aku yakin kau diperbolehkan."

"Dari mana kau tahu itu?"

"Sudahlah ... jangan terlalu dipikirkan. Mau masuk tidak?"

Ryn tampak berpikir sebentar lalu mengangguk cepat.

Claresta membuka pintu dan teknologi maju di dunia sihir ini berhasil membuat Ryn ternganga lagi.
Claresta menyuruh Ryn untuk duduk dan ia mulai memilih-milih ratusan hologram yang tersedia, sejumlah dengan jumlah anak yang masih bertahan di arena permainan.

"Kau ingin melihat timmu 'kan? Ini dia!" kata Claresta sambil mengarahkan salah satu dari ratusan hologram itu dan meletakkannya tepat di depan mereka. Ryn bisa melihat betapa kusutnya wajah Jack dan kedua teman setimnya, Bob dan Tata.

"Rupanya mereka sudah bertemu ya?"
"Kurasa tidak susah bagi Bob dan Tata untuk menemukan Jack. Ledakan yang kau ciptakan cukup besar dan mereka pasti melihat salju yang kau buat," jawab Claresta.

"Bahkan mereka sudah berhasil menemukan petunjuk kedua mereka. Tapi sebenarnya sih, itu tidak berarti apa-apa karena menurutku, sebentar lahi mereka akan bertemu dengan tim lainnya," tambahmya lagi.

Ryn mengangguk setuju, diam-diam mengagumi kepintaran Claresta.

"Euh ... kau melihat tidak? Siapa yang terlempar duluan dari arena? Aku atau Luna?"

"Tentu saja Luna. Kau ikut terlempar karena kondisi tubuhmu yang tidak stabil. Sebenarnya kalau kau bertahan sedikit lagi saja kau tidak akan terlempar tapi yang kubayangkan tidak sesuai dengan kenyataan, buktinya kau sudah ada di sebelahku sekarang, sama sama melihat sisa pemain lainnya."

"Yah ... ini sudah cukup menenangkan bagiku. Setidaknya aku yang melempar keluar Luna 'kan? Bukan dia yang melemparku," ucapnya sedikit bangga.

"Tentu saja. Kalau berada di posisimu aku akan bangga pada diriku sendiri, berkata bahwa aku mampu mengalahkan Luna, senior paling kuat di akademi," serunya sambil tertawa kecil.

Ryn ikut tertawa. Dia tidak menyangka bisa berteman baik dengan ilmuan muda disebelahnya ini.

"Kita seumuran. Aku tidak bisa membayangkan betapa pintarnya kau ini. Kau sudah berperan dalam menciptakan sistem di sini. Aku cukup bangga kau yang terpilih menjadi perawatku."

"Dan aku juga bangga bisa menjadi perawat bagi white witch terbaik di akademi ini."

Mereka tertawa bersama dan melanjutkan acara menonton mereka.

***

"Jack ... yang benar saja! Mana yang benar jalannya?" tanya Tata kesal.

Jack tidak menjawabnya dan terus berjalan, membuat mereka berdua mau tidak mau mengikutinya.

"Hey! Kau ini kenapa? Kita perlu meneruskan perjalanan ini bersama dan berdiskusi bersama!" omel Tata.

Jack terus berjalan dan Tata tak bisa tinggal diam lagi. Ia menghalangi jalan Jack dan menahan lengan Jack agar tidak kabur lagi.

"Jawablah! Kau kenapa!?"

"Diamlah! Kau tidak tahu apa-apa!" teriak Jack frustasi.

"Pasti ini semua karena Ryn. Kau sendiri sudah tahu seberapa mengerikannya Luna. Kenapa masih marah juga? Tidak sepantasnya kau melampiaskan kemarahanmu pada timmu. Kita masih perlu menyelesaikan permainan ini."

"Aku tidak peduli," jawabnya dingin.

"Jangan egois! Yang lain juga tidak mau Ryn keluar dari arena permainan. tidak bisakah kau memahami perasaan anak lainnya!?"

"Kau tidak tahu rasanya! Jangan sok tahu!"

"Dan kau jangan kekanakan! Jangan-jangan kau hanya beralasan saja. Kau masih belum menerimaku 'kan? Kau curiga denganku, aku akan mencelakainya karena aku adalah pesuruh Luna? Kau bahkan tidak setuju aku bekerja sama dengan Tiffany!" jawabnya keras sambil menghapus kasar air mata yang seenaknya saja turun tanpa diminta.

"Hei! Kenapa kalian malah bertengkar. Cepat saling meminta maaf dan kita akan melanjutkan perjalan ini!" teriak Bob berusaha memisahkan pertengkaran mereka.

Jack dan Tata menoleh ke arah Bob lalu mereka mulai berjalan. Bob mencoba membuat suasana menjadi lebih baik. Tapi nihil, suasana makin sepi dan canggung. Apa lagi bagi Jack dan Tata. Setelah saling berteriak melampiaskan emosi dan dilerai oleh anak yang tidak tahu apa-apa tentang masalah mereka, mereka tidak kunjung membuka mulut lagi.

Tidak lama kemudian, mereka bertemu dengan kelompok lainnya dan spontan saja mereka saling menyerang dan melindungi diri sendiri.

"Tata! Buatlah ilusi!" teriak Jack yang mulai kewalahan melawan dua anak.

Tata mengangguk cepat lalu segera membuat ilusi untuk kelompok musuh. Membuat mereka sedikit bingung dan menyerang secara membabi buta. Kesempatan itu tidak di sia-siakan oleh kelompok Jack, mereka segera berlari ke arah yang berlawanan, mengabaikan serangan yang membabi buta itu.

"Kau yakin ini jalannya?" tanya Bob memastikan.

Jack mengangguk. Secarik kertas petunjuk yang ia dapatkan tak jauh dari tempat Ryn terlempar keluar arena sudah ia ikuti petunjuknya.

"Di sini."

"Apanya yang di sini?" tanya Bob bingung.

"Bunganya."

"Bunga? Kau yakin? Di sini 'kan padang rumput dan di sana banyak pohon juga. Kau yakin?"

Jack hanya mengendikan bahu tak peduli dan menjatuhkan diri diatas rerumputan.

"Hei! Di sana sudah ada kelompok lain yang menunggu. Mari kita habiskan mereka. Bunga itu akan mekar tidak lama lagi!" teriak seseorang dari belakang mereka.

Sontak Jack terbangun dan memasang kuda kuda, begitu juga dengan Bob dan Tata. Bob menyiapkan tameng yang besar dan kuat sedangkan Tata sibuk membuat ilusi. Jack? Ia menunggu saat yang tepat untuk melepaskan apinya.

Jack, Tata, dan Bob cukup kewalahan untuk menyerang dan melindungi diri apalagi kelompok lain juga mulai berdatangan.

"Lihat bunganya! Dia mekar!" teriak seseorang yang membuat konsentrasi mereka sedikit teralihkan. Jack segera membuat api besar sehingga beberapa anak terlempar keluar akibat serangan mendadaknya itu.

"Mereka hanya pengecoh," gumam Tata sambil membuat ilusi bunga mawar emas di tempat lain.

"Hei! Di sana juga ada yang tumbuh ... di sana juga! Astaga, yang benar yang mana ini!?" teriak seorang anak dari tim lawan.

Beberapa anak ikut berteriak sambil menoleh kesana kemari, sebagian lainnya tetap berusaha melindungi diri sambil mengamati bunga mawar emas dalam diam.

"Cepat petik yang itu! Yang benar yang itu ... yang lain hanya ilusi!" seru seorang anak yang kembali mengundang keributan.

Kekuatan mereka keluar secara bersamaan, lagi-lagi beberapa anak terpaksa terlempar keluar, termasuk Bob.

"Apa apaan ini? Kenapa permainannya jadi seperti ini?" tanya Tata pada Jack.

Jack hanya mengendikkan bahu sambil terus menyemburkan api. Tak peduli dengan tenaganya yang sudah mau habis.

"Jack! Hematlah tenagamu! Kau bisa terlempar keluar!" pekik Tata.

Jack melirik ke arahnya lalu tersenyum sinis.

"Memang itu tujuanku," jawabnya lalu ia merasakan tubuhnya limbung dan jatuh saat kegelapan yang menguasai dirinya.

************************************

Published : 22 desember 2017
Revisioned : 22 Agustus 2018

Hai my lovely readers ^^

Terimakasih atas semuanya yang kalian berikan padaku termasuk vote dan komen-komennya.

Terimakasih, karena dengan adanya kalian aku ga jadi mogok nulis cerita ini hehe..

Oke.. karena kalian sudah berbaik hati, aku akan selalu tepati janjiku untuk kalian, mulai dari jadwal update sampai revisi.

Oh ya buat tokoh tokoh nya, aku belum nemu karakter yang pas tapi aku janji bakal suguhkan semua itu untuk kalian entah kapan.. tapi yang penting aku akan memikirkan tentang itu semua dan pasti akan kulakukan.

Well, segitu aja my lovely readers..

See you

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top