10
Author pov
Ryn berjalan di sepanjang koridor kelas dan berniat untuk pergi ke kantin untuk menemui sahabat-sahabatnya seperti yang biasa mereka lakukan setiap jam belajar berakhir.
"Kau masih meremehkanku?"
Seorang gadis berambut ungu itu menghadang jalannya dan membuat langkahnya terhenti. Ryn menatap wajah lawan bicaranya dengan tatapan datar dan tak berminat untuk membalas ucapannya.
"Aku perlu berbicara empat mata denganmu," tambahnya lagi
"Kita sudah berbicara empat mata," jawab Ryn sambil memutar bola matanya.
"Tidak di tempat ramai seperti ini," balasnya lagi dengan nada mengintimidasi.
Ryn balas menatapnya tajam saat tangan gadis berambut ungu itu mencengkeram kuat tangannya dan membawanya pergi ke arah yang berbeda dengan tujuan awalnya.
Ryn sama sekali tak mengenal daerah yang dilaluinya. Parahnya, langkah mereka semakin lama semakin membawa mereka menuju jantung hutan, begitu hipotesis yang dibuat Ryn sambil menerka-nerka apa yang akan dilakukan Luna padanya.
"Apa maksudmu? Sudah cukup kau membawaku jauh dari kawasan akademi." Ryn bersungut kesal.
"Tentu saja belum. Kita baru memulainya dari awal."
"Kau kehabisan akal atau apa? Di akademi ada banyak tempat kosong dan kita bisa berbicara empat mata di sana. Tidak perlu sampai ke tengah hutan seperti ini."
"Dengan begini aku lebih mudah berbicara denganmu sepuas yang aku mau. Dengarkan saja dan tidak usah memotong," jawab gadis berambut ungu yang membuat gadis berambut hitam itu mendengus kesal.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Ryn dengan muka memerah.
"Kau tahu? Aku bisa menyerangmu kapan saja. Aku punya hak untuk melukaimu bahkan membunuhmu."
Ryn tampak mengangkat satu alisnya lalu tetap mencoba menjadi pendengar yang baik.
"Kau tidak pantas ada di dunia ini. Kau harus dimusnahkan," kata gadis berambut ungu itu penuh penekanan.
"Hah? Memang apa salahku? Lebih baik kau menyatakannya langsung dari pada seperti ini!" jawab Ryn tak mau kalah.
"Tentu saja ini lebih baik, dan memangnya aku mau memberitahu mu? Tidak akan semudah itu. Aku akan membuatmu terpuruk secara perlahan bukan langsung membunuhmu. Itu akan menjadi hal yang sangat menyenangkan bagiku sebelum saat itu tiba."
"Kau terlalu suka mempermainkan orang lain. Kau pengecut. Kau memusuhi orang tanpa alasan yang jelas."
"Aku memiliki alasan. Kau sendiri akan mengetahuinya nanti. Kau terlalu berbahaya bagi dunia ini. Dan jangan harap aku tidak akan melukai teman-temanmu lagi. Sekali kau tidak menurut, aku tidak akan segan menyerang teman-teman yang kau sayangi itu."
Ryn membuat bola-bola salju dan menghujamkannya ke arah Luna. Ia merasa muak, pembicaraan penting macam apa yang dimaksud Luna? Apa ancaman-ancaman yang diberikannya merupakan sesuatu yang penting? Membuang waktu saja.
Luna berusaha mengontrol kekuatan Ryn tapi usahanya itu berakhir sia-sia.
"Ada apa ini? Kenapa tidak bisa?"
Luna sebisa mungkin mengontrol cuaca yang mulai memburuk. Hatinya sedang kesal, karena entah kenapa kekuatan andalannya malah tak bisa ia gunakan untuk mengendalikan kekuatan lawannya.
"Habiskan waktumu di sini Catherine. Selamat bersenang-senang. Sebentar lagi pasukan Dark Knight akan datang," ucap Luna sambil tersenyum miring lalu meninggalkan Ryn sendirian.
Ryn menatap kepergian Luna dengan tatapan marah.
"Ia sendiri membawaku ke sini dan dengan mudahnya ia meninggalkanku?"
"Hoi! Kalau kau memang takut denganku tak perlu meninggalkanku seperti ini! Lawan aku dasar pengecut!"
Ryn mencoba menenangkan dirinya yang sudah mengacaukan keadaan hutan yang sekarang sudah penuh dengan salju.
"Gadis yang tidak berperasaan," gumam seseorang dengan nada datar sambil mendengus kesal saat ia melihat seorang gadis berambut ungu meninggalkan gadis bermata biru itu sendiri di tengah hutan.
Srek ... srek ...
Tubuhnya menegang sejenak saat mendengar suara semak-semak yang dapat membuat pikirannya melayang ke hal-hal yang tak masuk akal.
"Nasibku benar-benar buruk hari ini," gumamnya panik dan mulai berlari tanpa aba-aba.
Ryn semakin panik saat ada suara langkah kaki yang ikut mengejarnya dan suara itu pun terdengar semakin dekat dengannya.
"Aku tidak tahu kau ini makhluk apa, tapi aku tidak berniat untuk mengganggumu, jadi bisakah kau berhenti mengikutiku?!" teriaknya panik sambil berusaha membebaskan tangannya yang sedang dicengkeram kuat.
"Sudah selesai acara teriaknya?"
Ryn hampir saja tersandung karena berhenti berjalan secara mendadak saat mendengar suara itu. Ryn menoleh dan reflek menjatuhkan rahang.
"Kau?! Untuk apa kau di sini?!"
Jack mendengus. "Arahnya bukan ke sini, tapi ke sana."
"Kau belum menjawab pertanyaanku," jawab Ryn semakin kesal.
Jack tidak menjawab dan itu membuat Ryn semakin jengkel. Apalagi Jack sudah menariknya untuk berjalan ke arah yang berbeda dengan tujuan awalnya, itu membuat dirinya terlihat bodoh dan pastinya, merasa kesal dengan dirinya sendiri.
"Jangan main ke hutan lagi."
"Tadi tersesat ... sapuku terbang sendiri tidak tahu ke mana," jawab Ryn berbohong.
"Semoga dia percaya."
Jack tahu Ryn berbohong tapi tentu saja dia tidak akan memberi tahu Ryn bahwa sedari tadi ia mengamatinya.
"Lewat sini ... untung saja kau tidak masuk ke dalam hutan terlalu jauh."
"Akhirnya dia percaya juga."
"Lain kali hati-hati kalau mau naik sapu."
"Iya iya ... aku bisa menjaga diri," jawab Ryn sambil memutar bola mata andalannya.
"Jack? Apa yang kau lakukan dengan gadis itu?" Suara seorang perempuan datang mendekat.
Seorang gadis berambut kuning keemasan itu datang menghampiri mereka.
"Oh kau. Si gadis yang sedang dibicarakan banyak orang, bukan?"
Aku memalingkan wajah sebagai balasannya. Kalau ingatanku tidak salah, dia adalah gadis yang selalu membuntuti Luna ke mana pun Luna melangkah. Kali ini, apa yang direncanakannya?
"Buat apa kau ke sini?" tanya Jack emosi.
"Kau masih bertanya? Aku di sini untuk mencarimu Jack. Kau tidak pernah membayangkan bagaimana lelahnya aku mencarimu?" jawabnya dengan nada dramatis sambil melirik Ryn dan Jack bergantian.
Ryn tampak bergeming di tempat sedangkan Jack menatap Tata sinis.
"Akademi sudah dekat. Ryn bisa berjalan sendiri kan? Aku perlu bicara dengan Jack. Dan kau tak perlu mengantarkan Ryn sampai ke depan asrama putri 'kan? Sudah dekat kok, kau juga bisa berjalan sendiri, kan?"
Tata tersenyum manis kepada Ryn yang membuat Jack semakin kesal melihat tingkahnya itu.
"Bisa. Aku punya kaki, jadi aku bisa jalan sendiri," jawabku sedikit ketus.
"Tapi--"
"Aku bisa berjalan sendiri Jack. Tata benar, akademi sudah dekat. kau sedang ada urusan dengannya dan sebaiknya kau selesaikan masalahnya," potong Ryn cepat yang membuat Jack menghela napas.
"Kalau sudah sampai kabari aku," ucap Jack lalu pergi meninggalkan Ryn dan berjalan cepat ke arah Tata yang sudah berjalan lumayan jauh dari tempat mereka berdiri.
"Sudah mau malam jadi aku harus cepat," gumam Ryn sambil mulai berjalan berusaha tidak memikirkan kejadian yang baru saja ia alami.
"Gadis itu bilang akademi sudah dekat. Jadi apa salahnya untuk jalan sendiri? Jack memang selalu melebih-lebihkan. Dikiranya kekuatanku selemah apa huh?" gerutunya sambil menendang-nendang batu kerikil yang ada di depannya.
"Lebih baik juga aku berjalan sendiri dari pada harus berjalan bertiga dengan gadis aneh itu."
***
"Sekali lagi kau mendekatinya, aku tak segan-segan untuk menyakitinya," Kata gadis berambut kuning keemasan itu sambil tersenyum sinis.
"Aku tak mendekatinya. Aku hanya bertemu dengannya," jawab Jack dan balas menatap gadis itu sinis.
"Kau pikir aku tidak tahu? Kau tak berbakat berbohong Jack. aku akan memberitahu Luna dan Boom! Ryn akan musnah ... kau mau?"
Perkataan gadis itu membuat Jack menggeram berusaha menahan amarahnya.
"Kau sudah berjanji tidak akan mendekatinya. Kau tidak perlu berkenalan dengannya. Kau sudah melanggar janjimu dan aku akan menyakitinya mulai saat ini."
"Gadis yang tidak berperasaan," dengus Jack.
"Tentu saja aku memiliki perasaan. Aku akan menyakitinya secara perlahan tidak membunuhnya langsung. Aku tidak sekejam itu untuk membunuh gadis yang baru saja menemukan kekuatannya itu."
"Pergilah ke neraka!" jawab Jack dingin.
"Dan kau bukan Tuhanku yang bisa menyuruhku pergi ke neraka. Berjanjilah Jack untuk tidak mendekatinya atau aku akan menyakitinya."
Jack tampak berpikir keras lalu mengacak rambutnya frustasi.
"Diterima. Sebagai syarat, kau harus menyuruh temanmu itu jauh-jauh darinya. Kalau sampai Luna mendekati--"
"Terserah. Yang penting kau tidak melanggarnya," potong Tata sinis.
***
"Kenapa tidak sampai-sampai ya? Apa aku salah arah tadi?"
Ia bertanya dalam hati sambil berharap bahwa sebentar lagi ia akan melihat gedung-gedung akademi.
"Tangkap dia! Bisa jadi dia seorang white witch."
Ryn tampak panik saat melihat orang-orang dengan baju serba hitam datang menyerbunya.
"Mengakulah! kau white witch 'kan?"
"Bukan. Aku manusia yang tidak sengaja masuk ke dalam portal,"
Ryn merutuki dirinya sendiri karena dengan mudahnya ia berkata bohong tanpa berpikir dua kali.
"Bohong! Jangan berbohong!" teriak seseorang dalam jubah hitam itu.
"Aku tidak berbohong!" balasnya berusaha mengelak.
"Kalau begitu kita bawa saja dia. kita bisa periksa dia. Kalau dia memang manusia dia bisa kita jadikan bagian dari pasukan, kan?"
Pemuda berpakaian gelap lainnya mengangguk tanda mengiyakan.
Ryn hanya bisa pasrah dan berharap kekuatannya tidak keluar saat ini. Kalau kekuatannya sampai keluar sedikit saja terbongkar sudah kebohongannya.
"Aku mohon jangan bawa aku ... lebih baik kau mengantarku pulang ke dunia manusia," ujar Ryn memelas.
"Kau sudah memasuki dimensi ini dan tidak semudah itu kami akan melepaskanmu," jawab orang itu tegas.
Ryn semakin bingung. Rasanya kesialan yang menimpanya tak kunjung habis.
"Baiklah ... kita bawa dia," kata orang itu lalu berjalan mendekati Ryn.
Ia meniupkan sesuatu dan Ryn merasakan kepalanya pening dan akan jatuh saat itu juga.
Hal terakhir yang Ryn lihat adalah sebuah ledakan sebelum kegelapan menguasainya.
************************************
Published : 13 November 2017
Revisioned : 15 Agustus 2018
Hae semua.. bonus bonus bonus ^_^
makasih bagi yang sudah baca cerita ini ^_^
Aku minta tolong dong, saran dan kritiknya.
Jangan lupa vote dan komennya juga ya. Makasihh ^_^
See you next week
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top