18. Time Will Tell

"Waktu sudah melakukan tugas terbaiknya; ia mempertemukan kita pada saat yang tepat, lalu menyatukannya," kata Jen.

Boy merengkuh wajah Jen. Ia memandangi paras menawan milik wanita berambut kelam itu; menelisik titik hitam kecil yang menghias bawah mata Jen, kemudian menyimpan figurnya dalam memori. Ia adalah lelaki egois — ia sadar itu. Ia tahu kapan waktunya berpisah. Boy sadar beberapa bulan lagi ia akan menghilang dari pandangan Jen Nera.

"Aku sangat menyukaimu, Jen." Boy mengendus aroma bibir Jen lamat-lamat. Lalu mengecup kulit merah nan lembut itu, lantas melumatnya habis dalam ciuman dalam.

Tangannya meraba kaitan bra Jen dan melepasnya. Kemudian jemari Boy menyusup ke depan untuk menemui dua bukit kembar milik sang kekasih. Ia memelintir, dan memilin-milin pucuknya yang sudah menegang. Lantas mengisap bagian menonjol itu seperti kelaparan.

Video yang terputar pada laptop tak lagi berarti. Kehilangan atensi karena ada pergumulan yang lebih panas.

[CUT. BACA UTUH DI AKUN KARYAKARSA KUCING HITAM]

Kedua lutut Jen serasa gemetaran karena letih, tetapi Boy mendadak merengkuhnya ke dalam bopongan. "Boy?!" pekiknya.

"Ternyata kamu lumayan berat juga, ya?" goda Boy. Ia memperlakukan Jen bagaikan seorang bayi kecil. "Kita istirahat sebentar di kamar, ya." Lelaki itu lantas menggendong wanitanya menuju kamar.

***

Jen dan Boy berbaring sambil berpelukan di atas ranjang. Dengan pandangan penuh cinta kasih, Jen menegakkan badan sambil bersandar pada dada Boy yang liat.

"Boy," panggil Jen.

"Hmmh?" Boy tetap terpejam.

"Bagaimana jika selepas lulus nanti, kita berdua pindah ke Bali? Bukankah lebih mudah bagiku mendapat pekerjaan di sana? Banyak turis asing dan jurusanku Sastra Inggris."

Mulut Boy membeku, tidak mampu menjawab. Rasa bersalah kembali datang menampar relung. Ada sebilah pisau kecil yang seolah mengiris-iris dadanya. Hingga tenggorokan Boy tercekat bukan main. Jen Nera serius soal hubungan mereka.

"Kenapa begitu? Kamu bilang ada tawaran pekerjaan dari bos mendiang ayahmu, Jen ..." sahut Boy getir.

"Kalau kita ke Bali, kamu bisa berkumpul dengan mamamu. Aku juga bisa mulai hidup baru di sana. Jauh dari budhe dan pakde."

Boy lagi-lagi hening.

Diamnya lelaki itu membuat Jen kian mendesak.

"Boy? Bagaimana menurutmu?" buru Jen.

Manik mata Jen menyorot wajah Boy yang semulus pualam. Untuk seperkian detik mereka saling beradu pandang — namun Boy memilih memalingkan muka.

Jantung Jen mendadak bergemuruh. Entah hanya perasaan saja atau bukan, ia seolah menangkap ada sesuatu yang ganjil.

"Boy?" ulang Jen.

Napas Boy tertahan. Raut lelaki itu berubah serius sekaligus dingin. "Tidak bisa, Jen ..." katanya.

BO udah tamat di BESTORY, cari akun AyanaAnn, ya!

Please, follow, vote, dan komen agar aku menamatkan cerita ini di wattpad 🖤 🖤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top