7 - Letter

Berlian duduk di meja belajarnya. Menyusun surat-surat yang ia bawa setiap minggu dari loker miliknya. Masing-masing surat itu hanya berisi satu kalimat yang isinya membuat Berlian merasa terancam sekaligus penasaran.

Gadis itu sengaja merahasiakan hal ini pada Ayah atau pun pengawalnya. Jika ia melaporkan hal ini, kemungkinan buruk akan diterima Berlian. Yaitu ia harus kembali Home Schooling. Semenjak peristiwa penculikannya dulu, Berlian tak diizinkan ke mana-mana. Ia harus sekolah di rumah sampai tingkat menengah pertama. Berlian sempat mencoba kabur dari rumah karena merasa tertekan. Namun, pengawal selalu menemukannya. Lelah dengan semua itu, Berlian akhirnya pasrah dan menuruti segala perintah sang Ayah. Namun ia mengajukan syarat untuk itu, Berlian ingin belajar di sekolah reguler. Ya, hanya itu permintaannya.

Gadis itu kesepian dan ia ingin memiliki teman. Sudah cukup baginya tinggal berjauhan dengan kedua orang tuanya. Tanpa bisa menerima semua kebutuhan emosional seorang anak. Apakah memang harus, ia hidup terpisah seperti ini?

Berlian juga ingin sekolah seperti anak-anak pada umumnya, ia bukan Putri Rapunzel, ia juga bukan pengidap penyakit berbahaya. Bukan pengidap penyakit menular dan tentunya ia tidak sakit jiwa yang harus disembunyikan terus-menerus. Akhirnya, sang Ayah menuruti kemauannya dengan mengajukan syarat-syarat yang harus ia patuhi. Ayahnya selalu beralasan, itu demi keselamatannya.

***

Suasana kantin Mang Tatang saat ini sangatlah ramai. Terlepas dari suasana kantin yang selalu bising setiap harinya, kali ini semakin heboh dikarenakan sekumpulan kaum hawa yang sedang asik merumpi membicarakan bagaimana kerennya penampilan Kiev, selebriti yang baru saja pindah ke sekolah mereka itu tampil di ajang penghargaan bergengsi tadi malam.

Galang, Lintang dan Berlian terkaget-kaget saat Dion yang duduk satu meja bersama mereka mengempaskan sendok ke atas meja.

"Emang nggak ada bahasan lain apa selain Kiev, Kiev dan Kiev? Ganteng gue ke mana-mana kaleee." Dion mengutarakan hal itu dengan nada sewot yang sangat kentara.

Seketika perhatian semua orang tertuju pada Dion. Tak lama, perhatian mereka langsung teralihkan pada cewek garong yang akhir-akhir ini berubah wujud menjadi anggun. Mereka sangat terkejut ketika cewek itu menggebrak meja seraya berdiri tegak. Anak-anak lain di sekitarnya pun langsung menepikan diri saat cewek itu melangkah maju. Matanya berkilat dan rambut indahnya berkibar-kibar bak pemeran antagonis sinetron di tipi-tipi. Oke, cewek itu Gina canteks si preman pensiun.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Gina adalah fangirl Kiev garis keras sejak lama. Gadis itu bermetamorfosis menjadi lebih feminim juga disebabkan oleh kehadiran Kiev.

"Heh! Enak aja lo bilang gantengan elo dari Kiev, yang ada nih ya, kalau lo sama monyet ditanding aja masih gantengan monyet daripada elo!"

Mendengar hal itu Dion sontak berdiri dan turut maju ke hadapan Gina.

"Heh! Ngaca dong, elo tuh kembaran simpanse!"

"Elo bekantan!" balas Gina sembari menghunuskan jari telunjuknya ke depan wajah Dion.

"Lo beruk!"

"Lo orang utan!"

"Lo gorila!"

"Lo kingkong!

Perdebatan Dion dan Gina berlangsung sangat sengit namun juga menjadi sumber pengetahuan nama-nama monyet.

"Li, bukannya Dion sama Gina itu deket, ya?" tanya Galang seraya tertawa melihat perdebatan konyol Dion dan Gina.

Berlian tertawa kecil. "Iya, gitu deh. Mereka dekat juga gara-gara berantem. Bahkan dulu pas waktu kelas sebelas, mereka berantem jambak-jambakan di lapangan sampai masuk ruang BP."

Lintang langsung tersedak.

"Jambak-jambakan?" tanya Lintang dengan alis menukik.

Berlian mengangguk dan tersenyum simpul. Pandangannya kemudian bertubrukan pada mata tajam sesosok cowok. Cowok itu mengalihkan pandangannya. Kening Berlian mengerut dan tampak berpikir. Mungkin perasaan gue aja.

Suasana kantin kini mendadak semakin heboh saat Kiev memasuki kantin. Bagaikan pangeran kerajaan, cowok itu tersenyum ganteng dan melambaikan tangan kala cewek-cewek yang berada di sepanjang jalan menyapanya.

Mereka kembali dikejutkan saat Kiev memilih duduk di sebelah Lintang. Semua mata dibuat tercengang saat selebriti itu mengarahkan tangan Lintang yang sudah akan memasukan sendok berisi bakso ke dalam mulutnya berubah haluan ke dalam mulut Kiev. Idola sejuta umat itu mengabaikan reaksi heboh orang-orang di sekelilingnya.

"Suapin gue lagi dong, cantik." Kiev mengedipkan sebelah matanya. Mata Lintang kontan melotot maksimal. Gadis itu mendumal dalam hati saat Kiev masih saja menatapnya dengan senyum menggoda.

Sedangkan Berlian yang tak sengaja memperhatikan mata Galang yang sedang menatap tajam Kiev dan Lintang lantas terkikik geli, ia jadi heran, mengapa kakak-beradik itu selalu cemburu satu sama lain?

Apa jangan-jangan mereka mengidap sister/brother complex.... Ah, ia tak boleh berprasangka buruk seperti itu.

Lintang mengedarkan pandangan. Semua cewek memperhatikannya saat ini. Ada yang memandang envy dan ada juga yang memandangnya dengan kilatan kemarahan.

"Kalau lo mau abisin aja, yuk Li." Lintang menarik Berlian untuk meninggalkan kantin, kalau terus-terusan di sini ia tak yakin akan selamat. Ada kemungkinan dia bakal dirajam fans Kiev yang beringas.

Kiev menghela napas kecewa, bagaimana caranya agar ia dapat dekat dengan Lintang. Kening Kiev mengerut heran saat Galang yang turut bangkit dari kursi dan meninggalkannya dengan tatapan setajam pisau tukang potong daging.

***

Berlian bersama Lintang berjalan menuju toilet. Tak lupa Galang memberi kode pada Lintang karena ia harus mengikuti Alvian. Galang menjumpai Alvian yang kini berada di perpustakaan. Cowok dingin itu bangkit dari tempat duduknya kemudian keluar. Galang terus mengekor. Ia berjalan pelan di belakang Alvian. Lalu wajah Galang dipenuhi raut keterkejutan.

Tepat apa yang dikatakan oleh Dion, Alvian berhenti di loker milik Berlian dan menyisipkan sebuah surat. Alvian memandang ke kiri dan kanan untuk memastikan apakah ada yang melihat tindakannya. Sontak Galang menyapa cewek-cewek yang lewat saat pandangan Alvian menuju padanya.

Tindakan Galang membuat seseorang jadi salah paham. Lintang yang saat itu berada di depan toilet memandangnya dengan sinis dari kejauhan.

"Emang dasar sekali playboy mah tetap aja playboy." Lintang mendesis dan tak sadar meremas notes milik Berlian yang tadi dititipkan padanya sebelum masuk ke toilet. Lintang mengalihkan pandangan saat melihat Galang berlari ke arahnya.

"Gue udah dapat satu petunjuk," bisik Galang tepat di telinga Lintang.

"Apaan?" tanya Lintang jutek.

"Nanti di rumah gue cerita, apaan nih?"

"Notes punya Lian," jawab Lintang pendek. Ekspresi gadis itu masih saja memberengut.

"Jutek amat sih lo, iya gue tau itu notes, tapi ini nih." Galang menarik kertas yang sedikit terjulur dalam note Berlian.

"Eh itu privasi orang tau!" Lintang merebut kertas itu dari Galang.

I saw you.

Satu kalimat di kertas itu membuat Lintang dan Galang terkejut setengah mati. Lintang bahkan membuka note milik Berlian lebar-lebar. Ada banyak tulisan dari kertas berbeda. Isinya juga hanya terdiri dari satu kalimat.

Finally.

Long time no see....

Dont hide.

Don't run.

Ketika gagang pintu toilet bergerak, dengan cepat Lintang menutup note tersebut.

"Eh, hai...." Galang dan Lintang kompak melambaikan tangan pada Berlian yang berdiri kurang satu meter di hadapan mereka. Berlian menatap heran kedua makhluk di depannya yang sedang menyengir.

"Apaan sih kalian, aneh banget."

***

"Lo yakin semua kertas itu dari Alvian?" tangan Lintang bergerak lincah mencuci piring kotor yang menumpuk di wastafel.

"Iya, seperti yang lo liat semua kertas itu sama kan, dan kertas itu juga yang Alvian selipin di loker Berlian." Galang menuangkan air mineral ke gelas kemudian menengganya sampai habis tak tersisa.

"Gue jadi makin curiga sama dia." Lintang menggelengkan kepalanya tidak jelas karena rambutnya yang tak terikat rapi menjuntai dan mengganggu pandangannya. Sementara kedua tangannya penuh dengan busa sabun. Galang mengulurkan tangan dan merapikan rambut Lintang ke belakang telinga. Membuat gadis itu terkesima untuk beberapa saat.

"Eh ... thanks," ucap Lintang salah tingkah. Jantungnya juga memompa dengan lebih kuat.

Lintang terkesiap mendengar Galang bersuara, "Kalimat di kertas itu mengintimidasi banget, loh. Juga bisa dikategorikan sebagai ancaman."

"Tapi Alvian nggak pernah menampakkan diri di hadapan Lian atau mencoba berinteraksi sama dia."

"Kita liat aja, apa lagi yang Alvian lakukan nanti." Lintang dan Galang bersitatap.

"Juga jangan menutup semua kemungkinan yang bisa terjadi dan kita nggak boleh lengah sama sekali."

Mata Galang dan Lintang masih tertaut dan menyelami kedua iris masing-masing. Jantung Lintang bergemuruh saat Galang berjalan mendekat. Lintang mencoba mundur namun tak bisa karena terhalang pantry. Cewek itu mengerjap-ngerjapkan mata saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipinya.

"Satu hal lagi," Galang kembali mencolek pipi Lintang dengan busa sabun, "lo nggak boleh deket-deket Kiev."

Bersambung

Boleh minta tolong untuk merekomendasikan cerita ini agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. kalau menyukai cerita ini tolong beri aku ⭐️ dan komentar 🥰

Yuk hype cerita ini dengan memuatnya di instastory kamu jangan lupa tag instagram @inkinaoktari 🤗

Regards, Iin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top