34 - Please

"Lang, gue ikut!" Lintang memandang Galang dengan tatap memohon. Netranya masih dibanjiri oleh tangis. Membuat Galang tak tega.

Tapi tetap saja Galang tidak mungkin membiarkan Lintang ikut serta dalam proses penyelamatan Kiev kali ini. Galang menggenggam tangan Lintang lalu menggeleng tegas.

"Lang ...." Lintang kembali memohon dengan lirih. Namun, detik selanjutnya, Lintang tersadar ia tidak memiliki kapasitas untuk turut menyelamatkan Kiev dan melawan Jacob secara langsung. Ia harus berpikir realistis.

"Jangan khawatir. Gue dan tim akan melakukan yang terbaik."

Lintang menggenggam tapak tangan kanan Galang dengan kesepuluh jemarinya. "Jacob sangat berbahaya, Lang."

Galang mengusap tangan Lintang dengan tangan kirinya yang bebas. "Maka dari itu, sebagai polisi gue harus menangkap orang berbahaya seperti Jacob."

Pria itu kemudian melepaskan genggaman Lintang secara lembut dan beranjak tetapi Lintang segera mencegah. "Lo harus hati-hati dan pulang dengan selamat."

Galang tersenyum kemudian merundukkan kepalanya untuk mengecup kening Lintang. Tanggal pernikahan mereka telah disepakati oleh dua belah pihak keluarga. Mereka juga sudah melakukan sidang pranikah di kantor kepolisian beberapa hari yang lalu. Tangis Lintang kian berjatuhan. Dadanya terasa sangat sesak. Galang menghapus air mata itu dan memeluk erat Lintang.

"Gue harus pergi," bisik Galang sambil mengurai pelukannya. Kemudian berjalan mundur sembari melambaikan tangan tanda perpisahan. Lintang mengangguk dan berusaha melengkungkan senyuman.

"Cepet pulang."

Galang menganggukkan kepala seraya menutup pintu. Dari derap langkahnya, Lintang tahu bahwa Galang kini sedang berlari dengan begitu kencang.

Lintang nelangsa. Bahkan menjelang hari bahagia mereka, ia harus melepaskan Galang berkutat dalam misi berbahaya. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah berdoa dan berdoa. Jacob akan tertangkap dan semuanya akan baik-baik saja.

Semua akan baik-baik saja, harapnya.

***

Kiev mengerang. Kepalanya terasa begitu pening. Kelopak matanya terbuka dan bola matanya lantas memindai semua yang tertangkap di sekitar. Ruangan ini temaram. Atmosfer menakutkan mencekamnya dengan kuat. Seluruh tubuh Kiev gemetar melihat banyaknya foto mengerikan memenuhi dinding ruangan itu.

"Surprise!"

Jacob tergelak ketika mata Kiev membulat ketakutan melihat kehadirannya. Tubuh Kiev terjebak pada kursi besi. Tangan serta kakinya terbelenggu hingga tak bisa bergerak sedikit pun.

"Lepaskan saya! Lepaskan! Lepaskan!" Kiev mulai memberontak meski sepertinya itu adalah tindakan sia-sia.

"Sst!" Jacob meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. "Sebaiknya kau diam, Nak."

Rahang Kiev terkatup. Matanya memerah dan berkaca-kaca melihat jarum suntik yang Jacob mainkan di tangan.

"Aku dengar kau seorang selebriti. Kau pasti dicintai banyak orang dan menjadi pusat perhatian." Jacob berjalan mengitari kursi Kiev. "Tapi nasibmu begitu buruk karena berurusan denganku." Pria asing itu terbahak hingga gema suaranya terdengar.

"Kau dibebaskan karena terbukti tak bersalah. Sudah kuduga Aji memang bodoh dan tak becus. Dia sekarang kabur seperti tikus. Dasar pengecut hina." Jacob berdecih.

"Dan kau!" Jacob mencekik leher Kiev secara tiba-tiba. "Kau membeberkan bahwa narkoba yang ada pada Aji berhubungan denganku!"

"P-polisi mengetahui itu karena ... Om Aji sering menemui Anda saat di sel tahanan. S-saya hanya—"

Sebuah tamparan keras mendarat pada wajah Kiev. Emosi Jacob teramat menggebu-gebu. Pria asing itu menendang kursi yang Kiev duduki hingga Kiev yang terikat beserta kursi itu terjatuh. Kiev merintih kesakitan saat kepalanya membentur lantai.

Jacob berteriak dan menendang apa saja yang ada di sekitarnya. Napasnya memburu. Pria itu mengempaskan tubuh di sofa miliknya dan menngga minuman keras langsung dari botolnya. Botol itu kemudian ia lemparkan ke arah Kiev. Suara pecahan botol terdengar memekakkan. Untungnya, botol yang kini pecah berserakan tersebut tak mengenai tubuh Kiev. Namun, tak ayal sukses membuat ketakutan Kiev kian purna.

"Jika kau mati, aku yakin seluruh negeri akan gempar! Mungkin mati karena narkoba terlihat keren di headline media." Jacob tertawa menggelegak. Tak memiliki empati sedikit pun akan keadaan Kiev saat ini.

Kiev hanyalah remaja berumur tujuh belas tahun yang tumbuh dengan rasa cinta keluarga dan para penggemarnya. Ini pertama kalinya Kiev diperlakukan sekasar ini. Jacob memandang Kiev tanpa rasa iba. Bagi Jacob siapa pun yang berani mengusiknya, sedikit apa pun gangguan itu, haruslah dimusnahkan.

Musnah semusnah-musnahnya.

Jacob meraih alat-alat untuk menato kemudian berjalan menghampiri Kiev. Ketakutan Kiev semakin membuncah kala Jacob mendekatkan jarum tato ke belakang lehernya. Seperti biasa, Jacob akan memberikan tanda pada korbannya sebelum melakukan acara inti.

Kiev menggeram kesakitan ketika jarum bermata tunggal itu menyentuh kulit lehernya. Jacob bukanlah penato profesional, ia hanya memainkan jarum tato sesuka hatinya. Membentuk huruf J.

Jacob tersenyum senang mendengar suara kesakitan Kiev. Kali ini, Jacob menggunakan beberapa jarum yang berbeda dan tanpa ampun menambah rasa sakit bagi Kiev. Jacob tertawa puas menatap huruf J di bagian leher Kiev yang kian menebal.

Penjagaan di depan kastil kegelapan markas milik Jacob Zarkandh telah berhasil dilumpuhkan oleh tim khusus kepolisian. Mereka segera berpencar dan memasuki bangunan ini dari berbagai sisi. Galang dan beberapa orang anggota polisi lainnya memasuki bangunan besar itu dengan gerak waspada dari arah pintu utama. Mereka memakai rompi anti peluru beserta helm pelindung kepala. Bangunan itu gelap gulita. Penerangan hanya berasal dari ujung senjata laras panjang yang mereka gunakan.

Menurut informasi terakhir, Kiev dibawa ke bangunan dengan arsitektur kerajaan ini. Dan benar saja, bangunan ini adalah markas besar tempat Jacob bersemayam. Semenjak tertangkapnya Jacob kala itu, selain orang-orang yang berjaga di depan, sebagian besar anggota mafia narkoba sudah bergerak untuk meninggalkan markas ini. Mereka takut juga akan terseret ke dalam jeruji besi. Untuk saat ini, polisi-polisi itu bisa menaklukan antek-antek Jacob yang mereka jumpai.

Galang beserta tim menyisir tempat itu dengan saksama. Dalam bangunan itu terdapat banyak alat dan bahan untuk memproduksi obat-obatan terlarang. Pil-pil, botol-botol kecil berisi cairan beserta jarum suntik juga lintingan ganja. Galang kemudian menuju ke dalam satu-satunya ruangan dengan lampu menyala. Pria itu melangkah pasti, senjatanya juga tetap sigap di depan dada. Ruangan itu teramat besar. Kemungkinan besar ini adalah ruang kerja seorang Jacob Zarkandh. Galang dan beberapa rekannya mengernyit melihat ruangan tersebut yang kosong melompong.

Mata Galang memindai ke setiap sudut ruangan. Galang memberi isyarat pada rekannya untuk bertindak waspada.

"Di sini Tim Alpha. Target tidak ditemukan di mana pun," bisik Galang pada alat komunikasi yang tertempel di telinganya.

"Di sini Tim Bravo. Lantai dua juga clear!" sahut anggota polisi yang lain.

"Di sini Cahaya Effendi. Inspektur Galang, Anda berada di ruangan kerja Mr. Jacob pada lantai satu?"

"Ya, Nona Cahaya."

"Dalam ruangan itu ada sebuah ruangan bawah tanah. Aku rasa mereka ada di sana." Aileen menjelaskan dari komando kepolisian yang berjaga tak jauh dari markas milik Jacob. Di samping Aileen, ada Adipati yang setia bertugas untuk menjaganya. Dalam raut tegasnya, Handoko sebagai ketua tim misi ini menyimpan kekhawatiran besar pada anak buahnya.

"Ada sebuah tombol di meja kerja Mr. Jacob yang akan membuka pintu ruangan bawah tanah."

"86." Galang lantas mendekati meja kerja Jacob tetap dengan langkah waspada. Tanpa basa-basi lagi, Galang menekan sebuah tombol yang berada di atas meja kerja itu. Galang dan rekannya tak bisa menyembunyikan rasa terkejut ketika bagian lantai bergeser. Galang turun lebih dulu disusul oleh rekan-rekannya yang lain.

Ruang bawah tanah ini tampak luas dari yang ia duga. Galang bergerak cepat menyadari serangan tak terduga mengarah kepadanya. Fred, pria itu dan beberapa anak buah Jacob lainnya mencoba untuk mematikan gerak kepolisian. Adu tembak tak bisa dielakkan. Apalagi sekarang tim Galang kalah jumlah. Sedangkan tim lain yang berada di lantai atas juga mendapat serangan kejutan.

Di rumah sakit, Lintang terus dilanda gelisah. Hatinya dirundung kecemasan yang teramat sangat. Lintang terkesiap ketika seseorang memasuki ruangan tempat ia dirawat ini.

"Udah baikan?" tanya seorang pria yang mengenakan jas dokter. Namanya, Dipta. Rekan Lintang sesama dokter di rumah sakit ini. Fakta berikutnya, Dipta juga sudah menyukai Lintang sejak lama.

Lintang mengangguk seadanya.

"Lo harus istirahat," ujar Dipta lagi. Tiba-tiba, Dipta menerima panggilan dari seorang perawat. Dipta berpamitan pada Lintang dan tergesa ke luar ruangan.

Dari pembicaraan Dipta dengan perawat itu, Lintang tahu Dipta harus ikut menjadi bagian dalam evakuasi medik untuk menyusul tim terdahulu yang memerlukan tambahan orang. Lintang lantas melepas infusnya secara paksa dan berlari mengikuti dokter dan paramedis yang akan berangkat menuju TKP. Menurut informasi, banyak dari anggota kepolisian yang terluka di sana.

"Lintang?!" Dipta terkejut bukan main ketika Lintang memasuki mobil yang sudah siap akan meluncur.

"Gue harus ikut," tegas Lintang. Sebelum Dipta bicara, mobil yang membawa mereka benar-benar melesat menembus jalanan. Diiringi oleh suara sirene ambulan yang bertalu-talu di keheningan malam.

***

Di tengah peperangan itu, samar-samar Galang mendengar rintihan Kiev yang sedang meminta pertolongan. Galang yakin, intuisinya berkata bahwa Kiev kini berada di tempat yang tak jauh darinya. Setelah bersepakat, Galang dan dua rekannya bergerak cepat untuk mencari keberadaan Kiev. Sedangkan sisanya menahan Fred dan anak buah Jacob lainnya.

Galang mengangguk berkoordinasi dengan rekannya sebelum mendobrak sebuah pintu. Ia mendapati Kiev yang terkapar di atas lantai. Galang bergerak cepat dan membebaskan tangan dan kaki Kiev yang terbelenggu. Bibir remaja itu membiru. Wajahnya seputih kertas dan Kiev mengerang kesakitan karena kepalanya berdenyut hebat seolah-olah akan meledak. Pupil Kiev melebar dan rasa sakit semakin melumat setiap sendinya. Sebelum melarikan diri, Jacob telah menyuntikkan zat terlarang itu dengan dosis teramat tinggi ke dalam tubuh Kiev.

"Kiev, sadar. Kiev!" Galang menepuk pipi Kiev mencoba menyadarkannya.

"Ga ... lang?" lirih Kiev nyaris tak bersuara. Keadaan Kiev sungguh mengkhawatirkan. Tubuh Kiev terkulai lemah. Kiev memandang Galang dengan tatap sayu dan bola mata yang memerah dengan sempurna.

Galang merasa rongga dadanya begitu sesak. Ia teringat dengan peristiwa yang menimpa Sinar beberapa tahun yang lalu. Dan Galang kembali pada kondisi yang sama. Galang tampak terguncang dan menyalahkan dirinya. Napasnya memburu karena trauma tersebut.

"Galang ada apa denganmu?! Kita harus segera mengevakuasi korban!" Galang tersentak. Ya, ia belum terlambat. Ia harus segera menyelamatkan Kiev.

Galang menggendong Kiev di atas pundak, sedangkan rekan-rekannya yang lain melakukan penjagaan di sekelilingnya. Dengan gerak hati-hati, mereka segera menuju pintu keluar.

Tak jauh dari markas Jacob, Lintang dan tim melakukan pertolongan pertama pada anggota kepolisian dan anak buah Jacob yang terluka. Sebagian juga telah dilarikan ke rumah sakit menggunakan ambulans. Meski keadaannya belum begitu baik, Lintang memaksakan diri untuk ikut melakukan penanganan.

Lintang lantas berdiri melihat Kiev yang tak sadarkan diri. Dipta mengambil alih Kiev dan membaringkan remaja itu di atas brankar, memberikan pertolongan pertama. Kiev dibawa oleh beberapa tim khusus kepolisian yang baru saja keluar dari bangunan itu. Namun, Lintang tak mendapati kehadiran Galang di sana. Kontan, kekhawatiran semakin memeluk Lintang dengan eratnya.

Di tengah perjalanannya tadi, Galang menyerahkan Kiev pada rekan-rekannya dan mengejar Jacob. Galang tak akan membiarkan Jacob kembali kabur. Galang mengejar Jacob yang berlari cepat. Mereka juga saling memuntahkan peluru masing-masing. Deru tembakkan terdengar sepanjang aksi kejar-kejaran itu. Mereka saling kejar sampai ke atap bangunan. Galang mengedarkan pandangan. Di sini hanya diterangi oleh bulan yang tertutup awan. Galang menajamkan pandangan mencari keberadaan Jacob.

Jacob menghantam keras kepala Galang menggunakan balok kayu. Tadinya, Jacob berniat untuk menghabisi nyawa perwira polisi itu dengan senjata. Sial seribu sial, tak ada peluru yang tersisa. Jacob terbahak saat Galang terlempar mencium lantai. Helm pelindung yang Galang kenakan juga terlepas dari kepalanya karena hantaman keras itu.

Di sisa kekuatannya, Galang menendang senjata miliknya dari jangkauan Jacob. Tak hilang akal, Jacob mengambil pisau lipat di tubuhnya untuk menyerang Galang. Galang menghindar dengan menggulingkan tubuhnya sebelum berdiri dengan cepat. Kepalanya masih terasa pusing dan darah mengalir melewati pelipisnya.

SRET!

Pisau itu menggores lengan Galang. Darah mengucur deras dari sana. Namun, Galang seakan mati rasa. Ia mulai melancarkan serangan ke arah Jacob dengan membabi buta dan berhasil merebut pisau lipat itu dari tangan Jacob.

Bak kesetanan, Galang mencengkeram leher Jacob dan pukulan demi pukulan dilayangkannya dengan kuat. Pria itu dipenuhi oleh dendam, akumulasi kemarahan yang terpendam bertahun-tahun lamanya. Segala perbuatan mengerikan Jacob tak akan pernah bisa termaafkan. Terutama kejahatan tak berperikemanusiaan yang sudah Jacob lakukan pada Sinar dan korban-korban lainnya.

Jacob terbatuk-batuk sampai mulutnya mengeluarkan darah karena pukulan yang diterimanya. Pria asing itu terkekeh dan semakin membuat Galang kehilangan akal.

"Kau takkan bisa mengubah takdir. Kendati kau menghabisi nyawaku, takkan ada yang berubah. Kau tau? Narkoba akan tetap beredar sepanjang waktu. Ini adalah proxy war! Proxy war!" Jacob terkikik dengan darah yang bergelimang di sekitar mulutnya.

Jacob benar, proxy war merupakan perang tak berbentuk. Tak perlu melayangkan senjata atau meriam untuk menghancurkan sebuah negara. Narkoba adalah salah satu alat utama yang bisa melumpuhkan suatu bangsa. Dan target utamanya adalah para generasi muda. Diperkirakan 15 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya karena penyalahgunaan narkoba.

Galang menyadari ia tak boleh membunuh Jacob. Jika ia melakukan hal itu, ia tak ada bedanya dibandingkan pria iblis ini. Galang melepaskan cengkeramannya dan mengambil borgol.

"Kau pikir aku bersedia kembali ke sel jelek itu?" Jacob mendecih dan menggeleng-geleng. "No no no. Kau pasti ingin mengkorek informasi dariku."

"Jangan banyak bicara. Kau sudah tersudut!"

"Kita ... akan mati bersama-sama." Jacob tersenyum miring. "Kejutan!"

Ledakan hebat dari atap bangunan itu mengejutkan semua orang. Api ledakan itu terlihat begitu besar.

Tubuh Lintang lemas seketika. Air matanya menggenang tanpa aba-aba. Napasnya terasa sangat sesak dan dunianya seolah runtuh. "Galang ...."

Bersambung

Boleh minta tolong untuk merekomendasikan cerita ini agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. kalau menyukai cerita ini tolong beri aku ⭐️ dan komentar yaaa 🥰

Yuk hype cerita ini dengan memuatnya di instastory kamu jangan lupa tag instagram @inkinaoktari 🤗

Regards, Iin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top