33 - J
Galang dan Lintang menemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa Kiev benar-benar tidak bersalah. Hal ini bermula karena Dion dan Gina yang mengunjungi Kiev. Mereka tak sengaja bertemu dengan Galang, keduanya terkejut bukan main melihat Galang dengan seragam kepolisian. Terlebih Dion yang notabenenya adalah teman sebangku Galang. Semakin dikejutkan dengan kehadiran Lintang yang memakai jas dokternya, menyisakan kaos polo bertuliskan 'DOKPOL' dan badge resmi yang ada di bagian lengan.
Mereka berempat berdiskusi mengenai kasus Kiev dan menemukan fakta yang menarik tentang video CCTV ruas jalan yang telah diedit. Pada Galang lalu beranjak untuk memeriksa CCTV apotek yang terdapat di depan TKP. Sayang, klip CCTV yang ada di apotek itu sudah ada yang mengambil. Ia harus memutar otak untuk menemukan bukti lain.
Sedari tadi, Galang merasa ada yang membuntutinya. Tepat dugaannya, cowok itu berhasil memergoki Gina dan Dion yang diam-diam mengikutinya. Galang langsung mengintegorasi Dion dan Gina yang mengaku sedang menjelma sebagai Detektif Conan.
Tiba-tiba, Galang mendapat panggilan, ia berlari dan mengemudikan mobil dengan kecepatan maksimal. Meninggalkan Dion dan Gina yang bingung atas kepergiannya. Galang mendapat kabar bahwa Jacob berhasil kabur dibantu oleh sekelompok penyerang dan melukai sejumlah petugas yang berjaga.
Galang menatap frustrasi beberapa rekannya yang terluka. Darah ada di mana-mana. Galang lalu berjalan memeriksa keadaan Kiev. Kiev hanya memandang Galang dengan tatapan kosong. Tak lama, Kiev berbalik menghadap dinding membelakangi Galang.
Kiev teringat atas kejadian mengerikan yang baru saja ia alami. Ia berada di sel tunggal dan mendengar keributan luar biasa. Kiev mencoba memeriksa keadaan dengan mengintip di balik jeruji besi.
Kiev terbelalak melihat Jacob yang keluar dari sel dan langsung menikam para petugas secara acak. Banyaknya penyerang bertopeng yang Kiev duga adalah kawanan Jacob yang begitu beringas. Kiev gemetar hebat. Ia sama sekali tak bisa mengerti bagaimana Om Aji bisa berurusan dengan orang yang teramat bengis seperti Jacob. Remaja berumur tujuhbelas tahun itu menegang saat Jacob menyeringai di depan selnya.
"Hei, anak muda. Aku rasa, kita akan segera bertemu kembali ke depannya. Sampai jumpa."
***
"Apa yang membuatmu untuk datang jauh-jauh menemuiku? Aku dengar kau sudah berkumpul dengan keluargamu meski statusmu sebagai putri mereka tak serta merta diumumkan kepada khalayak. Pengumuman identitas adikmu yang sebenarnya saja sudah membuat seluruh negeri heboh," ujar Carlos panjang lebar.
"Cahaya telah dinyatakan meninggal. Aku bukan lagi Cahaya yang mereka kenal, Paman."
"Kau membuatku jadi merasa bersalah."
Pria itu Carlos, seseorang yang dulu membuang Aileen kecil ke lautan sekaligus orang yang menyelamatkannya dari kecelakaan saat itu. Meski berkata bahwa ia hanya menebus kesalahannya di masa lalu, Carlos sangat berjasa bagi hidup Aileen. Jika tak ada Carlos, Aileen tak tahu akan jadi apa ia berada di lingkungan mafia narkoba di bawah kekuasaan seorang pria tak berperikemanusiaan seperti Jacob.
Aileen tersenyum tipis pada pria kulit hitam di depannya. "Nope, Paman. Sekarang aku tidak akan membahas tentang diriku."
Pria plontos itu mengangkat alisnya. "Lalu apa tujuanmu datang kemari?"
"Apa Paman mengetahui sebuah ruang rahasia yang berada di bawah tanah dalam ruang kerja Mr. Jacob?"
Carlos terdiam cukup lama. "Kau menanyakan hal itu pada orang yang tepat, Nak."
Kemudian pria itu mulai bercerita.
Sebenarnya, Carlos mengetahui ruangan itu sejak lama. Ayah Carlos adalah seseorang yang memiliki loyalitas yang tinggi pada keluarga Zarkandh. Maka dari itu, sejak kecil Carlos menyimpan banyak rahasia mengenai Jacob.
Bisnis mafia ini telah ada sejak dulu kala epatnya ketika mereka masih bermarkas di Eropa, tempat Jacob dilahirkan. Jacob hanya tinggal bersama ayah dan adik laki-lakinya.
Sebenarnya umur Carlos lebih tua beberapa tahun dari Jacob. Ayah Jacob adalah ketua gangster yang sangat amat menyeramkan. Beliau tak segan menyingkirkan orang yang mencoba untuk mengganggu bisnisnya dibidang penjualan narkoba dan senjata ilegalnya.
Mungkin hal tersebut yang membuat Jacob berkepribadian seperti itu. Jacob kecil telah dicekoki dan dididik penuh dengan napas serta tangan kejahatan. Jacob diperlakukan bak pangeran mahkota tetapi pada sebuah kerajaan kegelapan. Tak ada yang mengajari nilai-nilai kebajikan padanya atau mungkin tak ada yang berani melakukan hal itu.
Ibu kandung Jacob bahkan ditembak mati oleh suaminya sendiri. Jacob dan adik kembarnya Jackson yang saat itu masih berumur tujuh tahun menyaksikan peristiwa naas itu. Ayahnya yang menyadari bahwa anak-anaknya memergoki perbuatannya dengan santai berkata bahwa ibunya adalah seorang pengkhianat dan akan menghancurkan kehidupan mereka. Jacob kecil bertanya-tanya. Apakah menghabisi nyawa seseorang karena menghalangi keinginan kita adalah sesuatu yang bisa dibenarkan?
"Saat kami masih kecil, aku pernah mendapati Jacob menikam anjing peliharaannya berkal-kali dan mengoyak-ngoyak isi perutnya. Ouch, aku selalu ingin muntah jika mengingat kejadian itu." Carlos menutup mulutnya.
"Aku penasaran mengenai Jackson, saudara kembar Mr. Jacob." Ekspresi Aileen menggambarkan rasa ingin tahu yang besar.
"Sebenarnya Jackson adalah seorang yang baik dan mewarisi sikap lembut ibunya. Sebelum Jacob, Jackson lah yang ditunjuk ayahnya untuk mengurus bisnis narkoba ke tanah airmu ini. Tetapi tak lama, ia berhasil diciduk oleh pihak berwajib dan dijatuhi hukuman mati. Semua cara telah Jacob lakukan untuk membebaskan Jackson tapi selalu gagal. Bagi Jacob, Jackson adalah segalanya. Menurutku, Jackson adalah satu-satunya orang yang Jacob perlakukan sebagai manusia."
"Lalu karena hal itu yang menyebabkan Jacob memiliki dendam pada ayahku karena beliau tidak memberikan grasi untuk Jackson?"
"Ya. Namun, Jacob tak pernah tahu. Isi surat Jackson pada ayahmu bukanlah permintaan agar grasinya dikabulkan. Melainkan sebaliknya. Sesuai dengan kejahatan yang ia lakukan juga berton-ton narkoba yang telah diselundupkan dan tak ia kira dapat membunuh penduduk dan generasi muda bangsa ini secara perlahan, Jackson ingin mempertanggungjawabkan perbuatannya."
Aileen terkejut mendengar fakta tersebut.
"Ada yang salah dengan kepribadian Jacob. Hal itu semakin parah karena istri dan anaknya melarikan diri. Mereka bersembunyi dengan baik sampai seorang Jacob Zarkandh tak bisa mendeteksi keberadaan mereka."
Carlos menyesap minumannya. "Juga eksekusi Jackson yang membuat emosinya semakin tidak stabil. Jacob berubah menjadi monster. Aku hanya melihat dari jauh dan tak berani bicara pada siapa pun. Tapi kau tau siapa yang pertama kali Jacob bunuh?"
Aileen menggeleng kaku.
"Ia membunuh ayahnya sendiri dengan menyuntikkan zat narkoba yang sangat ayahnya cintai itu dalam kadar yang sangat tinggi. Setelah itu, Jacob menggunakan cara itu untuk melakukan pembunuhan berantainya pada orang-orang yang ia inginkan seperti yang kau lihat di ruang rahasianya itu.
"Dalam mata psikopatnya, nyawa manusia tak berbeda dengan nyawa hewan. Tak ada sedikit pun rasa penyesalan yang melintas di hatinya."
Tangan Aileen gemetar mengingat perbincangannya dengan Carlos beberapa saat yang lalu. Ia merapatkan topi yang menutup kepalanya. Merasakan jejal orang-orang yang sedang menyambangi pasar tradisional ini. Tempat ini membawanya pada masa lalu.
Pada waktu ia dan Adipati bertemu untuk pertama kalinya. Pria itu pasti sedang mencari-carinya. Selama beberapa hari ini, Aileen diam-diam menginap di panti asuhannya waktu dulu.
Sebuah tangan menggenggam bahu Aileen. Spontan, Aileen memelintir tangan itu dan mencekalnya. Namun, sosok itu berkilah dengan gesit. Senyuman laki-laki bersetelan hitam itu membuatnya tertegun. Senyuman Adipati.
"Aku menemukanmu."
***
Adipati dan Aileen berjalan beriringan. Membelah jejalnya sebuah pasar tradisional, tempat yang sama ketika mereka bertemu pertama kali. Mereka bahkan terlibat perkelahian kala itu. Jika dikulik kembali, Aileen merasa beruntung saat Adipati menyadari dan mencegah tindakan bodoh yang untungnya tidak berhasil direalisasikan. Akan sangat tragis jika ia melukai ayah kandungnya sendiri.
"Lo bawa duit kan?" tanya Aileen melirik Adipati dengan tatap tajamnya.
Dahi Adipati mengerut heran. "Untuk?"
"Gue mau beli itu." Aileen menunjuk ke sebuah arah. Adipati mengikuti arah telunjuk Aileen. Terlihat seorang kakek tua berdiri di samping sepeda tuanya di tepian pasar itu. Tangan rentanya menghapus peluh yang menetes di dahinya.
"Anda mau es potong?"
Aileen membiarkan kedua bola matanya membuat rotasi spontan. "Please, kita udah sepakat nggak ngomong formal, Lettu Infanteri Adipati yang terhormat," desis Aileen sinis. Membuat ujung bibir Adipati sedikit terangkat.
"Begitukah?" tanya Adipati dengan nada yang terdengar menyebalkan.
Aileen berdecak sebelum menadahkan telapak tangannya di depan hidung mancung Adipati. "Minta duit."
Adipati menepis tangan Aileen sambil terkekeh. "Lo malak gue?"
"Gue bukannya malak, tapi minta."
Aileen menarik tangan Adipati yang lantas tersentak karena genggaman Aileen di antara jari-jari tangan kanannya. Membawanya menghampiri sang kakek penjual es potong itu.
"Es potongnya dua, Pak," ujar Aileen seraya melengkungkan senyum tipis yang sarat akan ketulusan. Bola mata gadis itu melotot menyadari jemarinya yang masih tertaut dengan Adipati. Lalu melepaskan genggamannya.
Sembari menunggu kakek itu menyajikan es potong yang dicelup pada cokelat cair yang amat menggugah selera, Aileen melepas topi base ball hitam yang bertengger di kepalanya. Kemudian menggelung rambut panjangnya ke atas, memperlihatkan lehernya yang jenjang. Usai menerima es potong dari kakek itu seraya mengucapkan terimakasih, Aileen mengipaskan topi hitamnya seraya menikmati es potong tersebut.
"Uangnya kegedean, Mas. Saya nggak punya kembaliannya."
"Kembaliannya untuk kakek saja." Adipati tersenyum sopan.
"Alhamdulillah, terimakasih banyak ya, Mas." Mata si kakek berkaca-kaca, hampir menangis karenanya.
"Terimakasih juga, Pak. Esnya enak sekali." Adipati tersenyum sebelum menyusul Aileen yang telah berjalan lebih dulu. Aileen yang masih bisa menangkap obrolan itu juga turut tersenyum.
"Sekarang pulang?" tanya Adipati. Aileen terkekeh geli karena seorang Adipati yang serius ini tampak begitu lucu menjilati es krimnya.
"Ternyata anggota Paspampres juga bisa makan es ya?"
Adipati tersedak dan disambut oleh tawa Aileen yang semakin berderai.
"You think I am not human?"
"Yap." Tawa Aileen makin pecah melihat ekspresi Adipati.
Adipati tertegun melihat tawa itu. Seolah-olah ramainya orang yang berlalu lalang di dekat mereka hanyalah figuran di bumi yang ia pijaki. Hanya ada ia bersama gadis ini. Seorang gadis dengan karakter yang tak mudah untuk diterka. Kadang sikap Aileen sekeras batu, kuat serupa perisai juga sedingin gletser. Hal yang membuat hatinya tertarik sejak pandang yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Dan akhir-akhir ini Adipati mulai merasakan kehangatan gadis itu bak cahaya yang benderang. Ya, seperti nama gadis ini sebenarnya.
Anak-anak yang berlarian membuat tubuh Aileen dan mendorongnya ke dekapan Adipati. Jantung mereka kontan merasakan debaran abnormal. Detik demi detik berlalu. Sementara para manusia di sana sedang sibuk berniaga, sayur mayur dan gerobak jajanan pasar menjadi saksi bisu adegan romantis di antara keduanya.
Sihir apa yang ada pada pasar tradisional ini?
Sebuah perasaan menyelusup dalam hati Aileen. Perasaan yang serupa, waktu sesosok Sinar Adi Nugraha berada di dekatnya.
Namun, pria didepannya ini bernama Adipati. Bukan Sinar. Mereka orang yang tak sama. Mereka jauh berbeda.
Tersadar, Adipati mundur satu langkah untuk membuat jarak. Keduanya terlihat salah tingkah. Melanjutkan perjalanan dan telah keluar dari area pasar, mereka menyusuri gang kecil yang sepi penduduk. Ya, hanya jalan ini yang menghubungkan dengan jalan besar.
DUAR!
Adipati sontak merengkuh tubuh Aileen secepat kilat, beruntung peluru itu tidak berhasil menembus tubuh mereka. Mereka bersembunyi menghindari serangan itu. Mata elang Adipati menangkap sesosok pria bertopeng hitam dengan sniper yang berada di atas atap bangunan di samping gang ini. Tanpa menunggu banyak waktu Adipati membalas tembak mengeluarkan senjata genggam MP-5. Jangan pernah ragukan kemampuan Adipati dalam menembak, peluru dengan kaliber 9 mm itu bersarang secara jitu pada bahu pria misterius yang lantas melarikan diri.
Adipati menanyakan keadaan Aileen yang tampak syok. Aileen mengangguk dan berkata ia baik-baik saja. Tangan gadis itu terkepal kuat. Matanya memicing tajam. Penembak jarak jauh itu ... pasti memiliki hubungan dengan Mr. Jacob.
***
Publik dibuat gempar dengan fakta yang terungkap dibalik kasus Kiev, Galang bekerjasama dengan Gina dan Dion yang menjadi detektif dadakan menemukan bukti kuat dan telah diverifikasi. Bukti CCTV yang polisi dapatkan dari ruas jalan yang memberatkan Kiev murni telah diedit. Supir taksi yang membawa Aji Rahardi juga dimintai keterangan oleh pihak kepolisian. Mama Kiev juga telah menyewa pengacara lain untuk menangani kasus Kiev menggantikan pengacara yang ternyata punya kongkalikong dengan Aji Rahardi.
Setelah penyidikan lebih lanjut, Kiev akhirnya terbukti tidak ada sangkut pautnya dengan barang haram yang ada di dalam tasnya. Polisi menetapkan Aji sebagai tersangka utama. Kini mereka memburu dan memasukkan Aji dalam DPO karena pria itu menghilang bagai kabut asap yang diguyur hujan.
Atas kesaksian Kiev, polisi juga mengetahui mengenai barang haram yang Aji miliki memiliki benang merah dengan jaringan mafia Jacob. Akhirnya, Kiev dapat kembali melengkungkan senyuman penuh kelegaan. Ia sangat berterimakasih atas bantuan Gina dan juga Dion yang sangat berjasa mengangkat beban yang ada dipundaknya. Sesaknya terurai secara perlahan.
Kiev akhirnya bisa meninggalkan kantor kepolisian dengan hati yang luar biasa lega. Beberapa hari ini, cowok itu lebih banyak berdiam diri di rumah dan menghabiskan waktu untuk belajar dan menulis lirik lagu. Ia masih membutuhkan istirahat sejenak sebelum kembali melakukan aktivitasnya seperti sedia kala.
Namun, berbeda dengan hari ini. Kiev merasa bosan tinggal di rumah. Ia meminta izin pada sang bunda untuk mengunjungi toko musik sebentar. Kiev mengenakan topi dan masker, berharap tidak ada seorang pun menyadari kehadiran seorang Kiev Bhagaskara, di tempat ini.
Tak terduga, Kiev berjumpa dengan Lintang di toko musik tersebut. Gadis yang ternyata berprofesi sebagai dokter itu berdiri memandangi sederetan kaset bergenre klasik. Kiev membalikkan badan kala Lintang menatap ke arahnya. Setelah itu, Kiev memegangi topinya dan kembali memandangi tempat Lintang berada. Kiev lantas celingukan menyadari Lintang yang telah menghilang tanpa jejak.
"Kiev?"
Cowok itu tersentak hebat mendengar suara Lintang dari arah belakang. Lintang tersenyum dan melambaikan tangannya secara kaku.
Di sinilah mereka sekarang, di sebuah kedai kopi yang terletak berdampingan dengan toko musik tadi.
"Gimana keadaan lo?" tanya Lintang mengawali pembicaraan. Bukan sekadar berbasa-basi melainkan benar-benar ingin memastikan kondisi Kiev mengingat peristiwa yang remaja ini alami sebelumnya.
Kiev membuka masker tetapi tidak dengan topinya. Syukurnya kedai kopi ini terbilang sangat sepi. Jadi, ia tak perlu khawatir fotonya bersama Lintang masuk dalam akun gosip lambe turah dengan caption khas 'dengan kekuatan hengpon jadul cekrek cekrek.'
"Baik." Kiev melengkungkan senyum manisnya.
"Syukurlah," jawab Lintang balas tersenyum.
Lama detik berjalan. Mereka terdiam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"You surprised me," ujar Kiev kemudian. "Asli, gue nggak pernah nyangka cewek jutek di kelas gue adalah seorang dokpol yang sedang menyamar."
"Bagaimana pun, Mbak seneng Kiev terbukti nggak bersalah."
Kiev menggaruk belakang kepalanya, Lintang terdengar dewasa sekali saat bicara dengannya. Terlebih Lintang menyebut 'Mbak' untuk dirinya sendiri. Mungkin, seperti inilah Lintang sesungguhnya. "Makasih, Mbak. Aku juga seneng ditolak sama cewek untuk pertama kalinya."
"Anak kecil. For your information aja, kita beda sepuluh tahun dan kamu itu seumuran sama adik Mbak."
"Ya ... tapi cinta kan nggak memandang usia." Kiev berkilah.
"Maaf, Kiev. Mbak akan nikah. Soon." Lintang memasang raut sedih. Lalu menunjukkan cincin yang melingkari jari manisnya ke hadapan Kiev. Sontak, mulut Kiev ternganga tak percaya.
"Really?! Jangan bilang sama ... Galang?"
Kepala Lintang mengangguk lucu. Cewek itu menggigit bibir dengan senyum tertahan agak salah tingkah. Namun, parasnya memancarkan kebahagiaan yang hakiki.
"Ouch, inikah namanya pedih tapi tak berdarah."
Lintang terkekeh geli menatap ekspresi berduka Kiev yang terkesan berlebihan. Dari raut wajahnya, selebriti remaja itu memiliki bakat menjadi seorang pelawak.
"Gue tuh udah mencium bau-bau mencurigakan di antara kalian berdua. Selamat. Sejujurnya gue kagum sama Galang. Dia polisi yang hebat. Jangan lupa undang gue. Gue akan nyanyi satu album penuh di pernikahan kalian."
"Kiev ... seandainya Mbak punya adek cewek mungkin udah mbak jodohin ke kamu," ujar Lintang disela-sela tawanya.
"Nggak usah ngehibur."
"C'mon, lil bro. Jalan kamu masih panjang. Jangan mikirin cinta-cintaan mulu. Fokus belajar dan terus berkarya. Mbak akan selalu berdoa yang terbaik buat kamu, oke?"
"Siap." Kiev tersenyum dan melakukan hormat pada Lintang.
Dering telepon menginterupsi obrolan keduanya. Kiev mengangkat panggilan yang datang dari sang bunda yang menanyakan keberadaannya dan memintanya untuk segera pulang. Kiev pun mengucapkan salam perpisahan pada Lintang. Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari kedai kopi tersebut. Saling melambaikan tangan, Kiev dan Lintang kemudian benar-benar berpisah dan mengambil jalan yang berlawanan.
Namun, sebuah keributan membuat Lintang lantas membalikkan tubuh. Kiev sedang dalam bahaya. Lintang sontak berlari dan mencoba membebaskan Kiev dari tiga orang berpakaian hitam yang mencoba membawanya pergi secara paksa.
Lintang lantas terlibat perkelahian dengan penjahat-penjahat itu. Sementara satu orang dari mereka menyeret Kiev ke dalam mobil dengan seorang supir yang siap menancap gas kapanpun juga.
BUGH!
Salah satu dari penculik itu memukul kepala Lintang dengan cukup keras hingga gadis itu terjerembap. Darah mengalir melewati pelipisnya. Dalam pandangnya yang semakin redup, Lintang menyaksikan mobil yang membawa Kiev melaju dengan kencang sebelum matanya benar-benar terpejam.
***
Galang berlari kencang di koridor rumah sakit. Ia membuka pintu ruangan dan mendapati Fisya yang sedang berdiri di samping kasur rumah sakit yang Lintang tempati. Gadis itu masih tak sadarkan diri dan sekeliling kepalanya telah dibalut dengan perban. Mata Galang berkaca-kaca melihat keadaan Lintang saat ini. Hatinya terasa sangat hancur.
"Lin ...." Galang duduk di samping Lintang dan menggenggam erat tangan Lintang yang tergeletak lemah.
Fisya memberitahukan kondisi terkini Lintang pada Galang sebelum meninggalkan ruangan itu. Syukurnya benturan pada kepala Lintang tidak menyebabkan cedera yang serius. Galang tak kuasa menahan air matanya. Ia merasa sangat menyesal karena tak bisa melindungi gadis ini. Satu tangan Galang yang bebas membelai pipi Lintang dengan penuh perasaan. Galang bersumpah ia tak akan membiarkan siapa pun yang melakukan hal ini pada calon istrinya.
Mata Lintang perlahan terbuka. Wajah khawatir Galang adalah pemandangan yang pertama ia jumpai.
Lintang kemudian bangkit dan langsung memeluk tubuh Galang. Gadis itu menangis hebat. "Lang ... gue takut," lirih Lintang memilukan. Memori Lintang langsung tertuju pada peristiwa penculikan Kiev.
Galang membalas pelukan Lintang dan menepuk-nepuk punggung Lintang, mencoba menenangkan. Lintang menggeleng kuat sambil terisak-isak.
"Gue nggak mau Kiev jadi Sinar selanjutnya, Lang ... gue nggak mau ...."
Bersambung
Boleh minta tolong untuk merekomendasikan cerita ini agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. kalau menyukai cerita ini tolong beri aku ⭐️ dan komentar yaaa 🥰
Yuk hype cerita ini dengan memuatnya di instastory kamu jangan lupa tag instagram @inkinaoktari 🤗
Regards, Iin ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top