3 - Awal Jumpa

"ELO?!!"

Suara bel yang berbunyi memecah atensi keduanya. Mereka kemudian saling tatap lalu mulai mengambil langkah. Lintang meringis dan merasa salah tingkah saat mereka berdua melangkah ke arah yang sama. Cowok itu ke kanan dia juga ke kanan, dia ke kiri Lintang juga ke kiri.

Tubuh yang terekspos dan rambut cowok itu yang basah, ditambah dengan aroma perpaduan sabun dan sampo yang menguar membuat Lintang mengerjap-ngerjap secara tak sadar.

"Oke, gue ke kanan," putus Lintang. Cowok itu mengangguk dan segera berjalan menuju kamar meninggalkan Lintang yang mengelus dada dan mengembuskan napas lega. Tersadar dengan bel yang masih berbunyi, gadis itu melesat untuk membukakan pintu.

Setelah pintu terbuka muncullah sosok Bu Widia yang merupakan atasan Lintang dan seorang pria berbadan besar serta mempunyai kumis tebal. Lintang memberi hormat sebelum mempersilakan keduanya masuk. Mereka lalu duduk di sofa yang berada di ruang tengah.

Tak lama, cowok tadi keluar kamar menggunakan kaos berwarna hitam polos dan celana selutut. Ia terlihat kaget melihat atasannya yang hadir dan segera memberi hormat.

"Galang, silakan duduk," ujar si pria berkumis.

Galang pun duduk di samping Lintang dan berhadapan dengan dua orang yang jauh lebih senior dari mereka itu.

"Iptu Galang Puguh Raditya dan Ipda Binar Lintang Aninda."

"Siap!" jawab mereka berdua serempak dengan posisi duduk amat tegap.

"Rileks saja, tak usah terlalu formal," titah si bapak berkumis. "Nama saya Handoko dan beliau ini adalah Bu Widia."

Lintang dan Galang mengangguk dengan sopan.

"Kalian mungkin sudah berkenalan dan saya harap kalian dapat bekerja sama dengan baik." Ucapan Bu Widia membuat pasangan mantan itu melirik satu sama lain lalu menyunggingkan senyum dengan canggung.

"Baik, seperti yang telah direncanakan, kalian besok sudah akan memasuki sekolah. Kalian bisa langsung melakukan pendekatan pada Berlian dan awasi dia setiap saat. Juga waspadai orang-orang di sekitarnya karena diyakini pelaku kejahatan adalah orang yang juga melakukan penyamaran seperti kalian. Seragam dan peralatan lain sudah tersedia di kamar kalian masing-masing."

"Tapi ... Bu, saya tidak tahu bahwa ternyata ... kami harus tinggal bersama. A...apa kata tetangga, Bu?" tanya Lintang tak bisa menutupi kegelisahannya. Masih belum percaya bahwa dia akan melakukan misi ini bersama sang mantan. Satu rumah, pula!

"Semua sudah kami urus, jadi kalian tidak perlu khawatir," jawab Bu Widia singkat yang membuat Lintang tentu merasa tak puas.

"Lalu jika teman-teman di sekolah tau kami tinggal dalam satu atap, alasan apa yang harus kami utarakan, Pak?" tanya Lintang lagi.

"Bilang saja kalian berdua kakak beradik, sama seperti yang kami beritahukan pada RT lingkungan tempat kalian tinggal." Mata Galang dan Lintang seketika membulat.

Mereka berdua?

Kakak adik?

***

Desember 2006

Seorang cowok dengan seragam yang terlihat urakan keluar dari tikungan jalan bersama pasukan di belakangnya. Emosinya semakin tersulut saat melihat sekawanan musuh mulai berlarian ke arah mereka.

Lalu, BAAAM!

Kedua kubu itu pun bentrok diwarnai dengan aksi lempar-lemparan batu dan makian yang mengudara. Ada juga yang terlibat perkelahian fisik dengan tongkat kayu di tangan. Cowok yang sedari tadi memberikan arahan pada teman-temannya itu menyipitkan mata ketika dilihatnya seorang cewek dengan rambut dicepol dan ransel di pundak. Terlihat sangat fokus dengan buku super tebal di kedua tangan dan tak menyadari aksi rusuh yang berjarak beberapa meter di depannya.

"Lang! Mau ke mana lo?!"

"Ada anak kucing nggak tau mau masuk neraka!" jawab cowok itu berteriak sembari melompat menaiki motornya.

"Oy, Lang! Lang! Galang!"

Galang, seorang jendral tawuran yang sangat disegani karena perencanaan dan pelaksanaannya dalam tawuran yang sangat akurat dan matang. Membuat sekolahnya meraih gelar nomor satu dalam aksi dengan alibi mempertahankan harga diri itu.

Berkendara dengan kecepatan penuh, Galang tak menghiraukan hujan batu yang menghiasi langit di atas kepalanya. Tanpa takut sedikit pun, motornya membelah kerumunan remaja yang sedang diselimuti emosi. Kedua kakinya bergerak aktif menendang orang yang ingin melukai dan mengganggu laju motornya. Sekarang tujuannya hanya satu, menyelamatkan gadis bodoh itu dengan segera.

Dengan atraksi luar biasa dan perhitungan yang akurat, Galang menghentikan motornya tepat di depan gadis itu. Mulutnya tak bisa menahan decakkan ketika melihat earphone yang menyumpal kedua telinga si cewek. Kepala gadis itu mendongak setelah merasakan earphone di telinganya terlepas secara paksa. Matanya mengerjap beberapa kali saat dilihatnya seorang cowok dengan tampang menyeramkan sedang duduk di atas motor yang dimodif sedemikian rupa.

Ia semakin tergelagap ketika suara cowok itu terdengar membentak.

"Heh!" Galang menghardik. Gadis itu melihat ke kanan dan ke kiri.

Tak menemukan siapa pun selain dirinya, ia lalu menunjuk dadanya sendiri dengan jari telunjuk. "Saya?" tanyanya bingung.

Galang membuang napas kasar. "Elo lah! Lo pikir gue ngomong sama siapa lagi? sama rumput yang bergoyang? sama angin yang lagi break dance?!"

Gadis itu membetulkan letak kaca matanya. "Terus? Ada apa?"

Galang kembali berdecak. "Anak SMP mana lo? Cepet naik!"

"Saya bukan anak SMP— HEI AWAS!" Cewek tersebut menarik Galang dari atas motor, menghindari tongkat kayu yang melayang ke arah kepala cowok itu. Mereka berdua terjerembab. Untungnya, motor Galang roboh ke arah lain dan tidak menimpa mereka.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Galang memastikan. Gadis itu mengangguk sembari meraih buku tebalnya yang tergeletak dan memasukkan earphone miliknya dengan betul-betul ke dalam saku jaket yang ia pakai.

Galang sontak berdiri ketika matanya mendapati segerombol musuh berlari ke arahnya seperti sekawanan macan yang sedang mengejar kijang. Tangan Galang kemudian terulur untuk membantu cewek itu berdiri. Secara alami tubuh Galang maju dan melindungi gadis itu di belakang punggung saat orang-orang bermasalah di depannya datang dengan seringai pongah yang mendominasi.

"Tetep di belakang gue," bisik Galang. Ada sekitar sepuluh orang yang mengelilingi mereka dari segala penjuru. Semakin mendekat dengan balok kayu, batu, bahkan celurit di tangan.

"Wets, sob. Santai dong, Man. Ada anak SMP nih, cewek lagi—"

"Saya bukan anak SMP!" protes gadis itu. Merasa tak terima.

"Diem, bocah," bisik Galang lagi.

Galang kembali fokus pada kawanan manusia buas di hadapannya.

"Kita kan petarung sejati. Mending biarin dia pergi dulu dah. Baru lo semua boleh bikin gue bonyok." Ujung bibirnya kemudian terangkat miring. "Sampai mampus sekalian." Cewek itu menegang mendengar kalimat terakhir yang Galang ucapkan. Ia lantas tak sadar  menggenggam seragam cowok itu dengan erat.

"Oke, biarin tuh cewek pergi," ujar seorang cowok berambut gondrong seraya memainkan celurit di tangannya.

Galang menggamit tangan cewek di belakangnya dan mengisyaratkan agar cewek itu kabur sekarang juga. Gadis itu menggeleng dan menatap Galang dengan takut. Matanya sudah berkaca-kaca. Namun, melihat Galang yang mengangguk meyakinkan dan sorot matanya yang begitu teduh, membuat gadis itu kemudian menurut. Dengan ragu cewek itu mengambil langkah untuk menjauh dari Galang.

Setelah kepergian cewek itu, wajah dan tubuh Galang langsung dihujani dengan pukulan dan tendangan. Ia tak melakukan perlawanan sedikit pun. Matanya setia mengiringi gadis itu yang berlari kian menjauh. Namun, matanya berkilat ketika melihat gadis itu dicegat oleh komplotan musuhnya. Cewek itu bahkan melakukan perlawanan dengan memukulkan buku tebalnya. Seketika amarah Galang sudah diubun-ubun. Dia mengamuk seperti kesetanan.

"Udah gue bilang biarin dia pergi! Bangsat lo semua!" maki Galang seraya menghajar semua musuhnya tak pandang bulu. Bahkan celurit yang terayun ke arah lehernya dapat ia hindari meskipun tangannya berlumuran dengan darah.

Bala bantuan akhirnya datang. Kawanan Galang yang sibuk mengurus tawuran di garis depan, baru menyadari sang jendral dikepung dengan jumlah yang sangat tak sepadan. Galang pun berlari cepat ke arah Lintang. Kepalan tangannya dengan mulus mendarat pada pipi cowok yang sedang menggenggam paksa lengan gadis berkacamata itu.

"Sekarang lo lari! Biar gue yang urus semuanya."

Cewek itu langsung menggeleng kuat-kuat. Dari raut wajahnya, bisa dipastikan gadis itu ketakutan setengah mati. Entah apa yang terjadi, Galang merasakan perasaan aneh saat melihat wajah cewek itu yang pucat. Ada rasa ingin melindungi yang teramat besar.

Tanpa banyak membuang waktu, Galang meraih jemari si cewek. "Oke, kita lari sama-sama," putusnya.

Cewek itu tertegun saat merasakan genggaman Galang yang membuat rasa takutnya perlahan musnah. Mereka berdua kemudian berlari menjauh dari kerusuhan hebat di belakang.

Langkah mereka bergerak beriringan menyusuri jalanan yang lengang. Peluh menetes di pelipis dengan matahari sore yang menjadi saksi. Tangan yang tertaut dan rasa asing menyeruak dalam dada. Akankan berakhir bahagia?

Namun, mereka yakin tentu ada alasan dibalik sebuah pertemuan.

***

Sunyi senyap.

Tak ada yang mengeluarkan suara. Sesekali mereka hanya melemparkan lirikan satu sama lain. Keduanya terlihat sedang menyibukkan diri dengan tumpukkan berkas di meja masing-masing. Padahal, pikiran mereka sedang melanglang buana ke mana-mana.

Mereka tak habis pikir. Dari awal perjumpaan mereka, bersama dalam sebuah ikatan yang melibatkan perasaan terlalu dalam dan perpisahan yang sama sekali tak indah. Kini, mereka kembali berjumpa dalam sebuah misi yang entah sampai kapan.

Ingin mundur? Tentu tak terlambat. Tapi, sekarang mereka adalah pekerja profesional. Mereka harus bisa bekerja tanpa memedulikan masalah pribadi. Tujuan mereka sama, juga sama teguhnya. Menjalankan misi ini dengan sebaik-baiknya, terlepas apa yang akan terjadi nanti. Namun sekali lagi, tentu ada alasan di balik sebuah pertemuan. Apa yang akan terjadi ke depannya?

Tentang misi yang mereka jalani ... juga tentang cinta lama yang belum kelar.

Bersambung

Boleh minta tolong untuk merekomendasikan cerita ini agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. kalau menyukai cerita ini tolong beri aku ⭐️ dan komentar 🥰

Yuk hype cerita ini dengan memuatnya di instastory kamu jangan lupa tag instagram @inkinaoktari 🤗

Regards, Iin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top