25 - War
"Apa kau yakin, Agen A?"
"Ya, Chief." Alvian menyahut singkat. Namun, tak ada sedikit pun keraguan dalam perkataannya.
Percakapan mengenai misi super rahasia tersebut membawa seorang Alvian Keenan Wijaya memasuki salah satu organisasi mafia narkoba terbesar yang ada di dunia. Menyusup ke dalam organisasi mafia yang punya sepak terjang begitu kelam itu memang tidaklah mudah. Alvian harus menceburkan diri pada dunia pelaku-pelaku kriminal dalam kurun waktu yang terhitung lama.
Alvian harus bekerja keras untuk membangun citra diri sebagai seseorang yang akan setia sampai mati pada organisasi mafia tersebut. Sebenarnya, secara diam-diam ia mengumpulkan berbagai jejak bukti kejahatan yang mereka lakukan.
Tugas pokok seorang intel ialah memperoleh informasi sebanyak-banyaknya secara rahasia. Hanya ia, pimpinan dan Tuhan yang tahu mengenai identitasnya.
Namun, hal itu telah berakhir sekarang.
DUAR!
Berlian kontan memekik kala Fred melepaskan peluru ke arah Alvian yang sedang berdiri di depan tubuhnya serupa tameng. Fred mengarahkan bidikannya tepat pada bagian jantung Alvian berada. Namun, Alvian dapat bergerak cepat sekaligus melindungi Berlian. Mereka menjatuhkan diri ke tanah untuk menghindari tembakan Fred.
Berlian terpaku. Lengan Alvian menyelamatkan kepalanya untuk tidak menghantam lantai.
"Jangan bergerak!" Suara gebrakan pintu yang terbuka secara paksa dan seruan itu menyadarkan Berlian dari keterpakuan. Juga membuat Fred mengurungkan niat untuk memuntahkan tembakan kedua.
"Lintang ... Galang ...?"
Belum cukup keterkejutan Berlian akan identitas Alvian yang sebenarnya, gadis itu kembali dibuat kaget dengan kehadiran Galang dan Lintang yang sedang menodongkan pistol ke arah Fred.
"Hello, Mr. and Ms. Police." Fred berbalik. Seringai jahat muncul pada wajah bengisnya.
Lintang berdecak. Ya, terakhir kali Fred yang menyamar sebagai Mang Ujang lah yang berada bersama ia dan Berlian.
"Buang senjata Anda!" Galang menggertak. Kedua matanya tajam mengintimidasi.
Fred mengeluarkan tawa dan mengabaikan perintah Galang. Satu tangan pria itu lalu bergerak untuk melepas rambut dan kumis palsu yang menjadi bagian dari penyamarannya ketika berada di sekolah. Pria yang menyamar sebagai petugas kebersihan itu memang selalu menggunakan sarung tangan untuk menutupi tato permanen berbentuk kalajengking yang sudah melekat sebagai identitasnya.
"Oho, aku bukanlah seseorang yang taat hukum, Inspektur," sahut Fred sembari memainkan pistol di tangan kanannya. Mendadak, pria itu kembali mengarahkan pistolnya ke arah Berlian dan Alvian.
Sebelum Fred berbalik dengan sempurna, Alvian telah melayangkan tendangan ke arah tangan Fred sampai pistol yang ada di genggamannya terlempar jauh. Memanfaatkan hal tersebut, Galang lantas menerjang Fred dan membuat pria picik itu terjerembab.
Buru-buru, Lintang berlari menuju Berlian dan memastikan kondisi gadis itu dengan cermat. Wajah Berlian pucat pasi, luka di tangannya juga masih menganga. Sedangkan Alvian kini bergabung bersama Galang. Kedua cowok itu bagaikan dua pahlawan super yang bersatu untuk menumpas kejahatan.
"Sialan," umpat Fred sembari bangkit dengan cepat. Kekuatan Fred juga tidak bisa diremehkan. Meski sempat dibuat kewalahan, pria itu bisa berkelit dari serangan Galang dan Alvian terhadap dirinya.
Lintang membawa Berlian untuk bersembunyi di tempat yang aman kala antek-antek Fred lainnya bergabung. Ia juga menangani luka Berlian. Usai itu, Lintang lantas memeluk Berlian yang terus menangis tertahan, dari sini mereka dapat melihat Galang dan Alvian yang sedang bertarung mati-matian.
Pertempuran itu berlangsung cukup alot. Rata-rata lawan mereka memiliki perawakan yang besar dan tangguh. Galang dan Alvian bagai robot petarung yang seolah-olah tidak kehabisan tenaga untuk membuat satu-persatu sasaran mereka berjatuhan. Galang dan Alvian tampil heroik dengan menunjukkan keterampilan bela diri masing-masing.
Tetapi semua hal di dunia ini memang tak selalu berjalan mulus. Galang meneguk air liurnya kala berhadapan dengan dua pria berbadan kekar bak binaragawan. Mereka berdua adalah yang paling besar dan mungkin juga yang terkuat.
Selagi Galang menghadapi dua monster besar itu, Alvian tak menduga bahwa Fred akan menikam perutnya dengan pisau lipat. Hal itu terjadi begitu cepat tanpa bisa ia hindari. Alvian memegangi perutnya dan merasakan cairan kental berwarna merah yang keluar dari sana.
Lintang dan Berlian syok. Berlian terisak dan Lintang berusaha menenangkannya.
"Alvian!" Galang spontan berseru menyadari hal yang baru saja menimpa pada Alvian.
Bugh!
Berpaut tidak bertali, sebuah pukulan keras menghantam wajah Galang yang sedang tidak fokus. Kemudian salah satu dari pria besar itu menahan tubuh Galang dari belakang. Sementara yang lain memukuli perut Galang secara bertubi-tubi.
Galang mengerang lalu terbatuk-batuk. Darah segar keluar dari mulutnya akibat pukulan tanpa henti itu. Galang mencoba berontak tetapi kedua pria tersebut sangatlah kuat. Keringat dan darahnya sekarang bercampur menjadi satu. Kepala Galang mulai terasa pusing. Kekuatannya seolah-olah terisap habis.
"Lang! Denger gue, pasukan bantuan akan segera datang. Lo harus bertahan! Galang! Gue percaya sama lo. Galang!" Lintang berseru pelan. Meski bulir demi bulir air matanya berjatuhan, Lintang berusaha sekuat mungkin untuk tenang. Ia tidak boleh bertindak gegabah.
Mata Galang perlahan terpejam. Namun, ia dapat mendengar ucapan Lintang dengan jelas. Wajah Lintang adalah hal pertama yang muncul pada bayangannya. Misi ini yang mempertemukan mereka kembali. Misi ini juga yang telah mendamaikan keduanya.
Galang telah berjanji pada dirinya sendiri untuk membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius setelah misi ini selesai. Ia dan Lintang juga bersepakat akan mengembalikan kehidupan Berlian seperti sedia kala. Gadis muda itu telah melewati tahun demi tahun dengan bersembunyi. Bagaikan buronan yang selalu dikejar-kejar. Ia terpenjara oleh rasa takut yang terus menghantui. Berlian tidak bisa menjalani hari seperti remaja dan orang-orang pada umumnya.
Kekuatan Galang seolah kembali memikirkan hal tersebut. Ia tidak boleh putus asa. Kepala Galang kemudian terayun untuk membentur hidung pria yang ada di depannya. Hal itu sontak membuat cengkeraman pria yang mengunci tubuhnya dari belakang melemah. Lalu kedua kaki Galang terangkat membuat gerakan salto yang cukup kuat dan membetot pergerakan kedua pria itu sekaligus. Kedua pria itu tumbang dan Galang langsung memberi totokan cepat pada leher keduanya sampai mereka tak sadarkan diri.
Perhatian Galang lantas tercurah pada Alvian yang kini tersudut. Jarak mereka lumayan jauh. Membutuhkan waktu bagi Galang untuk mencapai tempat Alvian berada.
Fred sangat berpengalaman dalam masalah bersukat darah. Sudah merasa bosan bermain-main dengan pisaunya, Fred kemudian mengambil sebuah kapak. Matanya berkilat-kilat dan berjalan mendekat ke arah Alvian. Suara kapak yang diseret pada permukaan tanah seketika membuat bulu kuduk siapa pun yang mendengarnya berdiri.
Seperti bukan manusia, Fred seolah menjelma sebagai dewa kematian dari mitologi Yunani. Dia serupa iblis yang dikirim ke dunia. Dalam sekali lihat, Galang dapat menyimpulkan bahwa Fred adalah pembunuh berdarah dingin yang tak memiliki empati atau belas kasih sedikit pun. Pria itu telah membunuh banyak orang sebelumnya.
Julukan manusia salju memang pantas diberikan untuk seorang Alvian Keenan Wijaya. Dalam keadaan seperti itu, ia tetap memasang raut wajah yang begitu datar. Alvian tampak begitu tenang meski darah di perutnya terus merembes keluar. Alvian menekan lukanya dengan telapak tangan untuk meminimalisir pendarahan.
Alvian tahu, sekarang Fred sedang sangat terobsesi untuk membunuhnya. Perhatian Fred memang sepenuhnya tertuju untuk melenyapkan nyawa Alvian. Dan itu berarti, Fred melupakan tujuan utamanya yaitu Berlian.
Kapak itu terayun cepat. Namun, Alvian mampu menghindar dan tembok beton yang ada di belakangnya hancur lebur. Jika saja ia terlambat barang satu detik, kepalanya mungkin akan mengalami nasib yang sama dengan tembok beton itu.
Bugh!
Dari arah belakang, Galang melayangkan sebuah pukulan keras pada Fred dengan menggunakan tongkat bisbol yang antek-antek Fred gunakan sebelumnya. Fred terkapar di atas tanah. Sialnya lagi, kapak yang ia genggam jatuh menimpa kaki kirinya. Senjata makan tuan, pepatah mengingatkan.
Namun, seolah tak menyerah, tangan Fred mencoba untuk menggapai pistol yang juga tergeletak tak jauh dari tempatnya berada. Tinggal beberapa senti lagi untuk meraih pistol itu, Fred mengeluarkan erangan hebat kala sepatu Galang menginjak punggung tangannya.
Fred berteriak kesakitan kala Galang menggerakkan sepatu di atas punggung tangannya. Jemari tangan Fred seolah retak. Galang kemudian membungkuk mengambil pistol itu dan langsung menempelkannya ke sisi kepala Fred.
"Kau terlalu meremehkan kepolisian, Bung." Galang meludahkan darah yang ada dalam mulutnya ke arah samping. "Kau selalu menganggap dirimu sebagai algojo menyeramkan. Tapi hal sebenarnya adalah ... kau tidak ubahnya seorang pecundang."
Darah Fred mendidih karena kata-kata Galang. Tapi pria itu hanya mampu melotot saat Galang memberi tekanan pada pistol di sisi kepalanya. Galang sangat siap untuk menarik pelatuk kapan pun ia mau.
"Sampai jumpa di kantor polisi."
Peluru yang berdesing dan teriakan Fred mencerai kesenyapan. Timah panas telah bersarang di lututnya. Hal yang Galang lakukan takkan menyebabkan Fred kehilangan nyawa. Namun, Galang bisa menjamin pria ini tak akan mampu berjalan atau pun melarikan diri. Kedua tangan Fred bahkan telah terbelenggu oleh borgol.
Setelah dirasa aman, Lintang dan Berlian keluar dari persembunyian mereka. Ke empat orang itu berpandangan nanar. Mereka akhirnya mampu sedikit menarik napas lega di tengah segala kekacauan ini.
Sekarang Galang, Lintang, Alvian dan Berlian harus keluar dari tempat ini. Sebelum itu, Lintang membalut perut Alvian yang terluka parah. Gadis itu berharap agar luka Alvian tidak semakin memburuk sampai mereka berhasil keluar. Kendati kondisinya juga sangat memprihatinkan, Galang yang babak belur menawarkan diri untuk memapah Alvian. Sedangkan Lintang berjalan bersama Berlian yang masih begitu lemah.
Di tengah perjalanan, pintu utama yang awalnya terbuka lebar justru perlahan menutup rapat. Lintang dan Galang membawa Alvian dan Berlian berbalik arah, menuju pintu belakang yang mereka lewati sebelumnya untuk memasuki tempat ini. Seperti menabur biji di atas batu, hal yang mereka lakukan sayangnya adalah perbuatan yang sia-sia.
Sebab tepuk tangan dan tawa menggelegar dari arah belakang kontan membuat langkah mereka terhenti. Dia sang dalang utama dari segala tragedi yang tercipta. Jacob, pria menyeramkan itu terus tertawa dan bertepuk tangan. Seolah-olah ia sedang menonton sebuah pagelaran. Jacob juga membawa semua orang-orang terbaiknya. Tetapi Alvian tidak melihat keberadaan Aileen di antara mereka.
"Alvian, kau anak yang pintar dan juga cekatan sehingga aku menerimamu untuk bergabung. Sejujurnya kau mengingatkanku pada putraku. Ia dan istriku meninggalkanku karena bisnis ini. Padahal, aku memiliki banyak uang untuk mereka." Jacob bercerita sembari berjalan mondar-mandir dan menyimpan tangan di saku celana setelan mewahnya. Begitu santai tanpa beban.
Bagai riak di permukaan air yang tenang, Jacob menyembunyikan amarahnya yang meluap-luap. Dia adalah seorang master poker face. Tak hanya dendam kesumatnya yang ditujukan kepada Presiden. Ia juga menyimpan murka pada Alvian yang ternyata adalah seorang agen intelijen yang begitu kurang ajar karena telah menyusup ke dalam organisasi mafia miliknya. Ditambah dengan Galang dan Lintang, kedua polisi itu selalu berhasil menghancurkan berbagai rencananya untuk membunuh Berlian, sang putri Presiden.
"Aku turut prihatin, Sir. Tapi bisakah kau biarkan kami pergi dari sini? Aku tahu pintu itu tak akan terbuka kalau kau tak menyetujuinya." Alvian bicara dengan nada biasanya. Datar. Salah satu yang Jacob sukai dari anak itu.
"I'm so sorry." Jacob menyahut dramatis. "Tapi aku ingin menghabiskan waktu bersama kalian." Mencabut nyawa mereka, maksudnya.
Sayangnya, tentu satu pun dari mereka berempat tak ada yang berminat untuk menghabiskan waktu bersama Jacob.
Jacob mulai bicara lagi. "Ah, kalian mampu mengalahkan orang terbaikku, Fred. Dia pantas mati. Karena dia tidak memiliki otak. Dia hanya mengandalkan kekuatannya dan terobsesi untuk membunuh dan melenyapkan nyawa."
Kenyataannya adalah ... Jacob sedang berbicara tentang dirinya sendiri. Tetapi harus dicatat bahwa Jacob jauh lebih pintar dibanding Fred. Dia mungkin tidak mengotori tangannya dengan darah. Tetapi sesuatu yang jauh lebih mengerikan.
Seseorang mendekat ke arah Jacob, membisikkan sesuatu. Tak lama setelahnya, semua pasang telinga terfokus pada bunyi sirene polisi yang terdengar dari luar. Pasukan Brimob bersenjata lengkap telah hadir memenuhi area. Sepatu lars mereka mengentak di permukaan tanah. Kecelakaan beruntun yang terjadi di salah satu jalan protokol menghambat mereka untuk tiba di tempat ini lebih cepat.
"Kalian telah dikepung! Segera bebaskan sandera!" Handoko, atasan Galang menggertak lewat pengeras suara.
"Bagaimana keadaan di dalam?" Di lain pihak, Widia, atasan Lintang kembali bertanya lewat alat komunikasi memastikan kondisi.
"Nona Berlian dan satu agen BIN terluka parah. Mr. Jacob terlihat begitu tenang, tapi kami tidak tahu hal apa lagi yang akan ia lakukan." Lintang berbisik melalui alat komunikasi yang menempel di telinganya.
Jacob terlihat sangat senang dengan informasi yang baru saja diberitahukan oleh tangan kanannya. "Kita kedatangan tamu spesial. Sambungkan aku padanya."
Suara penuh wibawa terdengar di antara mereka. "Jacob Zarkandh."
"Ayah ...?" Berlian berkata lirih.
"Halo, Presiden. Sepertinya kau sangat menyayangi putrimu sehingga kau bersedia datang ke sini. Mari kita bertemu."
Ya, Presiden juga berada di tempat itu. Ia datang bersama Adipati dan pasukan lainnya.
Buku jari Welny Effendie mengepal kuat. "Aku akan menemuimu. Jadi, lepaskan mereka sekarang juga!"
Bersambung
Boleh minta tolong untuk merekomendasikan cerita ini agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. kalau menyukai cerita ini tolong beri aku ⭐️ dan komentar 🥰
Yuk hype cerita ini dengan memuatnya di instastory kamu jangan lupa tag instagram @inkinaoktari 🤗
Regards, Iin ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top