2 - Misi

Maret 2007

"Udah, nggak usah. Kita main yang lain aja, yuk!" ajak si cewek sembari menarik-narik lengan sang pacar yang terlihat sangat serius untuk membidik targetnya.

Laki-laki itu melepaskan genggaman di lengannya dan menatap gadis itu dengan lembut. "Aku bisa kok, sayang," ujarnya meyakinkan dan kembali fokus dengan kegiatannya yaitu menembak sejumlah figur tikus-tikus nakal dengan pistol mainan di sebuah stan pada pasar malam yang saat ini mereka kunjungi.

Alih-alih kesal karena bosan dengan pernyataan si cowok yang kesekian kalinya, gadis itu tersenyum tipis dan mengacak isi tas yang ia bawa. Senyumannya mengembang saat benda pipih itu telah berada dalam genggaman. Kemudian tanpa henti ia melontarkan kalimat-kalimat penyemangat seraya mengabadikan potret sang kekasih yang sedang berjuang untuk memenangkan permainan demi salah satu hadiah menarik yang telah disediakan.

Gadis itu sangat mengerti bahwa laki-laki di depannya ini tidak akan mudah menyerah dan selalu menyelesaikan apa pun sampai akhir. Benar saja, akhirnya cowok itu berhasil dan sang penjaga stan dengan senyumnya yang merekah memberikan sebuah boneka sapi berukuran besar setelah mengucapkan selamat.

"Yang, ini anak kita," kata si cowok sembari menggoyang-goyangkan boneka sapi di pelukannya.

Gadis itu tergelak melihat makhluk di depannya yang bertingkah sok imut.

"Ampun deh, alay banget sumpah!"

"Seriusan, oi." Cowok itu menjitak kepala si cewek. "Jarang-jarang nih aku kayak gini."

"Iya-iya tau...." ujar cewek itu tersenyum. Kini boneka sapi itu beralih ke pelukannya.

"Kira-kira anak kita namanya siapa, Pak?"

Si cowok langsung terkekeh geli lalu mengelus-elus kepala boneka sapi itu sambil berpikir. "Hmm, gimana kalau kita kasih nama...."

***

"Tang...."

Lintang memandangi boneka sapi di depannya dengan mata berkaca-kaca. Kedua tangannya mencengkeram erat boneka berwarna perpaduan putih dan hitam itu.

"Tanggal ... kemarin sore ... emak ketemu hiks... sama bapak lo. Padahal dah lama kan yak dia cerai sama emak, tapi Tang...." Lintang menghapus ingusnya dengan tisu. "Tiba-tiba dia minta maaf sama gue, Tang." Lintang terus saja bercengkerama dengan boneka sapi kesayangannya yang bernama Tanggal, singkatan dari LinTANG dan GALang.

Tanggal merupakan satu-satunya benda peninggalan, hm, sudah seperti artefak saja. Maksudnya, satu-satunya benda kenangan Lintang bersama Galang yang masih eksis. Benda-benda lainnya juga masih tersimpan rapi pada box besar dalam lemarinya. Fix, walau gadis itu tak pernah mengakui, Lintang sebenarnya memang betul-betul sobat ambyar yang gagal move on.

Sementara itu, Tanggal selalu setia berada di samping Lintang untuk dijadikan samsak. Boneka itu sering dibejek-bejek, ditendang-tendang, digigit-gigit dan segala bentuk tindakan anarkis lainnya jika cewek itu sedang kalap dengan amarahnya kepada sang mantan. Namun, tak bisa dipungkiri Tanggal memang merupakan salah satu benda terpenting dalam hidup Lintang. Boneka sapi itu menampung cerita pilu dan air matanya. Memeluk boneka itu seolah penawar rasa rindunya yang tak terbendung, yang tak tersampaikan.

Mungkin tidak akan sepenting itu jika Tanggal adalah boneka biasa, karena Tanggal adalah pemberian dari cowok itu. Cowok itu, orang yang selama enam tahun sebagai teman jiwanya, pemberi warna-warni dalam hidupnya dan tempat bersandarnya. Baginya, laki-laki itu adalah rumahnya. Karena melupakannya memang tak secepat mengedipkan mata dan tak semudah menjentikkan jari. Melupakan seseorang yang selalu tinggal dalam hatinya itu sangat sulit bagi Lintang.

Suara ketukan pintu yang terdengar membuat Lintang segera menghapus air mata di pipinya. Seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu lalu duduk di sisi kasur.

"Kamu ini, Kak. Umurmu sudah lebih dari seperempat abad lho, jangan galau terus kayak anak SMA," ujar ibu sembari mengusap kepala sang anak.

"Emangnya kalau udah tua, nggak boleh galau, Bu?" jawab gadis itu cemberut.

Sang ibu tertawa kecil. "Iya, boleh kok, boleh. Tapi jangan mewek mulu, dong."

Ibu lalu mencolek dagu putri sulungnya. "Kamu mau nggak, ibu jodohin sama anak kenalan ibu?"

"Lintang nggak mau dijodoh-jodohin, Bu...." lirih Lintang sembari menyurukkan wajah pada boneka sapi kesayangannya.

"Tapi kan...."

🎵Stone cold ... Stone cold you see me standing but i'm....🎵

Lintang segera meraih ponselnya yang berada di atas rak samping tempat tidur. Ibu lantas membulatkan mata terkejut ketika melihat sang anak yang bangkit dari kasur dengan gerakan tergesa.

"...."

"Siap, Bu."

"...."

"Siap!"

Lintang dengan panik melihat jam wekernya setelah sambungan terputus, lalu dengan terburu-buru meraih handuk mandinya.

"Kenapa sih, Kak?" tanya ibu akhirnya.

"Ini ada panggilan mendadak, Bu!" tukas Lintang sembari menutup pintu kamar mandi.

Hanya suara detak jarum jam dan hembusan napas yang terdengar dalam ruangan itu. Kedua wanita berseragam kepolisian lengkap berbeda usia itu duduk tegak dan saling berhadapan dengan meja penuh berkas yang membentang jarak di antara mereka.

"Apa ini, Bu?" tanya Lintang setelah menerima sebuah map dari wanita yang telah menjadi atasannya sejak dua tahun yang lalu. Atasannya ini mempunyai imej yang dingin, penuh wibawa dan tidak banyak bicara.

"Silakan dibuka."

Lintang membuka map itu dengan kening terlipat. Tangannya meraih beberapa lembar foto dalam map tersebut. Dalam beberapa foto itu terlihat seorang gadis remaja berseragam putih abu-abu. Bisa Lintang pastikan semua foto itu diambil secara diam-diam.

Kemudian Lintang mengambil foto lainnya. Hei, Lintang tau siapa orang ini. Sang Presiden, Jendral Welny Effendi. Seorang Jendral Kepolisian yang kemudian terjun ke dunia politik dan dipercaya oleh rakyat sebagai Presiden.

Lalu, apa hubungan sang Presiden dengan siswi SMA itu?

***

Pada waktu yang sama di tempat berbeda, dua orang pria mengenakan seragam polisi lengkap terlibat dalam perbincangan serius. Sang senior berdiri di hadapan layar proyektor memberikan penjelasan.

"Jingga Aurelia Berlian Effendi, atau sekarang lebih di kenal sebagai Berlian Aurelia. Siswi SMA Atmawijaya tahun terakhir. Dia adalah putri semata wayang Presiden yang telah disembunyikan selama bertahun-tahun. Sejak Jendral Welny Effendi masih menjadi bagian kepolisian, beliau memiliki banyak musuh yang menaruh dendam karena keberhasilannya meringkus pelaku kriminal kelas atas. Apalagi setelah Jendral Welny diangkat sebagai Presiden, hal itu semakin menyulut kemarahan para musuhnya.

"Berbagai cara dilakukan oleh para penjahat itu, dari cara halus seperti melakukan suap agar beliau terjerumus dalam kasus korupsi. Namun, sudah terlihat dari kinerjanya selama ini ia adalah sosok yang disiplin, jujur dan juga cerdas. Para penjahat itu tak dapat menyentuhnya barang sedikit pun.

"Mereka juga melakukan cara kasar, sudah beberapa kali percobaan pembunuhan yang ditujukan pada Jendral Welny tapi selalu berujung gagal. Tak habis akal, putri Presiden yaitu Berlian, diculik saat ia berumur 10 tahun. Berlian berhasil diselamatkan akan tetapi keadaannya sempat kritis. Tentunya, peristiwa ini tidak diberitakan kepada khalayak ramai. Berlian kemudian diasingkan dan semua hal yang berkaitan dengan statusnya sebagai putri Presiden dihapuskan dari hidupnya.

"Sekarang keberadaan Berlian telah tercium, salah satu oknum penjahat itu mengancam Presiden akan menghabisi nyawa putrinya karena telah menjalankan hukuman mati pada para pengedar narkoba."

Pria itu meraih botol air mineral dan menenggak isinya setelah bicara panjang kali lebar, matanya kembali menatap lawan bicaranya dengan serius.

"Jadi, misi kamu kali ini adalah lakukan penyamaran dan menjaga putri Presiden dari segala bahaya yang mengancam dan teliti orang di sekelilingnya yang terlihat mencurigakan. Ingat, sekali saja kamu lengah, nyawa Berlian dapat terancam."

"Mohon ijin bertanya, apa boleh saya tau, mengapa saya yang ditunjuk dalam misi ini, Pak?" Pria yang lebih muda itu akhirnya bersuara setelah sedari tadi hanya diam mendengarkan.

"Kamu keberatan dalam menjalankan misi ini?"

"Siap tidak, Pak!"

"Kamu orang yang tepat untuk misi ini. Ditambah lagi, mungkin kasus yang kamu selidiki dalam lima tahun terakhir itu ada hubungannya dengan misi ini."

Batin pria itu terguncang mendengar perkataan atasannya.

"Apa yang membuat Bapak bisa mengatakan hal itu, mengapa kasus itu bisa berkaitan dengan misi ini?"

"Insting, walaupun tak bisa memastikan dan segalanya masih abu-abu. Pelaku utama yang kami curigai adalah Mr. Jacob. Bandar narkoba kelas kakap sindikat internasional yang telah menjadi musuh Presiden sejak lama. Jejaknya sangat sulit dilacak dan seperti yang kita ketahui dia adalah penjahat yang pintar dan sangat licik."

"Jadi Anda berpikir kasus yang selama ini saya teliti ada hubungannya dengan Mr. Jacob? Karena benda yang saya temukan di TKP itu adalah milik organisasi mafia narkoba miliknya?"

"Semuanya masih samar dan saya tidak bisa memastikannya."

"Baiklah, saya akan menjalankan misi ini dengan sebaik-baiknya," ucap pria itu dengan tekad yang kuat.

"Baiklah, besok kamu beserta rekan kerjamu sudah bisa masuk sekolah dan menjalankan misi, fasilitas sudah dipenuhi dengan lengkap. Ingat jangan sampai lengah dan kerjakan misi dengan baik. Oh ya, satu hal lagi."

"Siap, Pak."

"Cukur kumis dan bulu-bulu yang ada di wajahmu dan ubah gaya rambutmu itu."

***

Tak sadar mulut Lintang ternganga karena mendengar penjelasan atasannya dan mencoba memahami hal ini secepat mungkin.

"Tapi mengapa saya, Bu? Bukankah masih banyak petugas lain yang lebih tinggi jam terbangnya dibandingkan saya. Apalagi ini adalah putri dari sang Presiden."

"Putri Presiden atau pun bukan, kita wajib melindungi semua orang yang terancam keselamatannya. Dari awal saya telah melihat kredibilitas kamu sejak kamu masuk SIPSS. Keahlianmu juga diperlukan jika ada suatu hal yang tidak diinginkan terjadi. Saya tau kamu bisa melakukan misi ini dengan baik dan kamu adalah orang yang tepat untuk misi ini."

Lintang terdiam. Dia tidak keberatan untuk menjalankan misi rahasia ini. Namun, dia sedikit ragu dengan kemampuannya sendiri.

"Karena orang lain percaya padamu, kamu juga harus percaya pada dirimu sendiri," kata atasannya itu meyakinkan.

Mengangguk, Lintang membulatkan tekad untuk bisa menjalankan misi ini.

"Siap, Bu."

"Baiklah, kamu bersama rekan kerjamu harus mengawasi Berlian saat dia berada di sekolah dan di luar rumah, kalian tidak perlu khawatir dengan keadan Berlian di dalam rumah karena rumahnya mempunyai keamanan yang super ketat bersama anggota paspampres yang menyamar."

"Siap, Bu." Lintang memberi hormat sebelum pamit keluar.

***

Mentari senja yang menyilaukan mata langsung menyambut Lintang. Gadis itu memandang sebuah rumah berpagar biru muda dengan gaya minimalis modern itu, kakinya melangkah memasuki rumah yang menjadi tempat sementaranya tinggal selama menjalankan misi. Rumah itu tepat berseberangan dengan rumah besar berpagar tinggi yang ia ketahui sebagai kediaman Berlian, putri sang Presiden bersama ayah angkatnya.

Lintang meletakkan koper besarnya di ruang tamu. Gadis itu lalu berjalan-jalan menelusuri rumah, ada dua kamar bersebelahan lengkap dengan lemari dan kasur. Di ruang tengah ada sebuah televisi layar besar dan lemari-lemari berisi buku. Dua meja kantor yang berhadapan dengan banyaknya map berisikan dokumen di atasnya dan sebuah laptop.

Lintang beralih menuju dapur, kupingnya melebar ketika terdengar suara gemericik air berasal dari kamar mandi.

Cklek.

Lintang sontak menaruh perhatiannya pada kenop pintu kamar mandi yang bergerak dan pintu itu pun mulai terbuka.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!"

Kedua orang itu sama-sama berteriak kaget. Lintang menutup mukanya dengan kedua tangan saat terlihat pria yang baru saja keluar dari kamar mandi dalam keadaan shirtless ditambah perut kotak-kotak yang tercetak jelas dengan handuk yang menyampir di pinggul.

Setelah teriakan berakhir dan menatap wajah satu sama lain mereka berdua kembali berseru bersamaan. "ELO?!!"

Bersambung

Boleh minta tolong untuk merekomendasikan cerita ini agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. kalau menyukai cerita ini tolong beri aku ⭐️ dan komentar 🥰

Yuk hype cerita ini dengan memuatnya di instastory kamu jangan lupa tag instagram @inkinaoktari 🤗

Regards, Iin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top