16 - Teka-Teki

Sebab Lintang yang tak kunjung bangun dari tidurnya, Galang terpaksa harus menggendong gadis itu untuk menuruni mobil. Senyumnya terbit dan kadang terkekeh sendiri memandang gadis yang ada di dekapannya saat ini. Lintang bagaikan bayi mungil yang sedang terlelap. Tenang dan tak terusik sedikit pun.

Setelah meletakkan Lintang di atas tempat tidur, Galang lantas menyelimuti tubuh Lintang rapat-rapat hingga dingin tak memiliki kesempatan untuk menyapa. Galang berdiri di sisi tempat tidur Lintang tanpa suara. Masih dengan senyum manis yang entah mengapa tidak bisa luntur dari wajahnya.

Retina Galang kemudian menangkap sebuah boneka sapi yang berada di ujung tempat tidur Lintang. Ada raut keterkejutan yang timbul pada wajah tampannya. Cowok itu lalu beranjak untuk mengambil boneka tersebut dan langsung memeluk benda tak hidup itu erat-erat.

"Tanggal, kamu ada di sini, Nak?" Galang memandangi boneka sapi itu sejenak lalu memeluknya lagi.

"Maafin Bapak udah nggak pulang-pulang ya, Nak," oceh Galang sembari menggesekkan pipinya dengan pipi Tanggal yang teramat lembut dan menggemaskan.

Jika saja ada orang yang melihat tingkah Galang saat ini, mungkin orang itu akan mengira ia memiliki masalah kejiwaan. Galang terus menumpahkan segala kerinduannya pada Tanggal. Boneka sapi itu terlihat baik-baik saja. Ia bersyukur bahwa Lintang masih menyayangi Tanggal dan tak menelantarkannya. Gadis itu bahkan membawa Tanggal ke rumah yang menjadi markas rahasia mereka ini tanpa tahu bahwa ia akan bertemu kembali dengan Galang. Jadi, bisa disimpulkan Tanggal tentu juga sesuatu yang berharga bagi Lintang.

Galang menumpu dua lututnya di lantai dan memusatkan atensinya pada Lintang yang terlihat begitu nyenyak. Cowok itu tersenyum kian lebar dan melirik Tanggal yang ada di sampingnya. "Emak lo cantik ya, Tang." Galang kemudian menggerakkan kepala boneka sapi itu untuk mengangguk.

"We love you," ujar Galang sembari mengangkat Tanggal ke depan wajah Lintang. Detik selanjutnya, pipi Lintang dihujani ciuman bertubi-tubi oleh anak semata wayang mereka. Tanggal, spesies boneka sapi paling charming abad ini.

Jika dihitung sejak pertama kali mereka memiliki Tanggal. Andai manusia sungguhan, Tanggal itu bak bocah cilik yang sedang duduk dibangku TK. Bicaranya mungkin masih cadel, juga gigi yang bolong-bolong.

Galang menggigit bibirnya menahan tawa. Ia membaringkan Tanggal di sisi Lintang dan melangkah mundur untuk meninggalkan kamar itu. Namun, setelah tiba di ambang pintu, ia malah kembali melangkah maju menghampiri Lintang.

Tangan Galang terulur untuk mengusap puncak kepala Lintang dengan lembut. Ada serangkaian harapan dan doa yang ia utarakan dalam hati. Galang sama sekali tak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan. Tapi ia berharap, gadis ini akan selalu ada di sana. Di sampingnya.

***

Wanita beralis tebal itu memandang sebuah foto sepasang muda-mudi dengan seragam putih-biru. Foto itu diambil di sebuah taman bermain dekat panti asuhan. Tempat yang akan selalu menjadi kenangan dalam hidupnya. Dengan cepat gadis itu menyembunyikan foto yang ada di genggamannya saat mendengar suara derap langkah kaki seseorang.

"Kau tumbuh menjadi seorang wanita yang sangat cantik, Aileen," puji seorang pria dengan senyum miring tatkala kakinya yang panjang memasuki ruangan itu.

Aroma alkohol yang begitu kuat menerpa indra penciuman Aileen. Wanita berpakaian serba hitam itu hanya diam dengan wajah datarnya di depan cermin. Ia menggulung rambut hitamnya yang panjang dan berbalik menatap pria bule tersebut.

"Anda mabuk, Sir," ujarnya pada bandar narkoba yang telah bekerja bersamanya selama lima tahun terakhir.

Pria itu terbahak. "Kau...." Jemari pria itu menari-nari pada permukaan wajah Aileen yang masih memasang raut datarnya. "Kau takkan mengkhianatiku, kan? Kau sudah aku anggap sebagai adikku sendiri. Oh, mungkin kau sudah seperti keponakanku? Mengingat usiamu yang begitu muda. Jika tidak bertemu denganku, yatim piatu sepertimu hanya akan menjadi gelandangan dan hidup terlunta-lunta."

Mata tajam Aileen melirik Jacob yang kini berbaring dan masih meracau tak jelas. Ya, setelah kabur dari panti asuhan, ia malah terdampar dalam dunia kegelapan bersama pria ini. Gadis itu tak memiliki siapa pun. Satu-satunya orang yang bersedia menjadi temannya pun turut meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Bekerja bersama seorang bandar narkoba kelas kakap seperti Jacob memang membuat kehidupan Aileen jauh berbeda dengan remaja pada umumnya. Ia tumbuh menjadi pribadi yang keras karena bergaul dengan para mafia yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan wanita di sekitarnya hanyalah wanita-wanita berpakaian minim yang haus akan harta. Dan ia tentu tak pernah dekat dengan wanita-wanita jalang itu.

Beruntung Aileen dianugerahi intelejensi di atas rata-rata yang membuatnya bisa menjadi orang kepercayaan sang mafia. Gadis itu bersyukur bahwa ia bisa bekerja menggunakan otaknya, bukan dengan tubuhnya yang hanya akan menjadi pemuas nafsu binatang penjahat-penjahat itu. Baiklah, walaupun ia benci untuk mengakui, kawanan penjahat itu juga merupakan rekannya.

Kemudian sebuah senyum misterius terulas pada wajah cantik Aileen. Butuh suatu keajaiban untuk menjumpai gadis itu tersenyum. Ia menatap Jacob yang sedang terlelap dengan tangan mengepal.

Aku mungkin takkan mengkhianatimu, Sir.

Namun, tunggu saja kehancuranmu sendiri.

Tunggu, aku juga tidak menjamin kata mungkin yang kuucapkan tadi.

***

Kali ini minggu kedua kelas XII IPA 1 mengadakan praktek menyanyi secara individu. Semua murid telah berkumpul di ruang seni. Pak Horas duduk di samping panggung seraya menatap absensinya.

"Kiev Bhagaskara. Silakan maju."

"KIEEEV!!!!! AAAAAK!!!!!" seru penggemar Kiev antusias. Menantikan penampilan sang idola. Persetan dengan idola mereka menyukai seseorang. Sekali penggemar tetap penggemar. Fangirl harga mati! Aye!

Galang dan Lintang yang duduk mengapit Berlian pun hanya bisa menggelengkan kepala melihat remaja-remaja itu. Omong-omong fans Kiev, Lintang jadi teringat Gina yang kini masih berada di rumah sakit bersama Dion. Kecelakaan kemarin malam tentu menimbulkan efek yang luar biasa bagi keduanya. Teman-teman mereka pun hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Dion dan Gina.

Mengenai rahasia mereka yang telah diketahui, Gina telah berjanji akan menutup rapat mulutnya. Gina juga dengan suka rela menandatangani perjanjian di atas materai. Gadis itu hanya mengetahui identitas Lintang sebagai dokter. Gina juga sama sekali tak bertanya mengenai motif Galang dan Lintang memasuki SMA Atmawijaya.

Kini Kiev berdiri di depan standmic. Siap mengguncang panggung ruang seni dengan suara emasnya. Teriakan histeris semakin membahana. Bahkan para penggemar Kiev dari kelas lain mencoba mencuri pandang dari balik kaca jendela. Kiev mengedipkan sebelah matanya pada Lintang sebelum mulai bernyanyi. Lintang sontak membeku dan menundukkan kepala, menyembunyikan wajahnya karena ratusan pasang mata yang kini menatapnya dengan tajam karena tindakan Kiev barusan. Lintang meringis tatkala mendapati Galang yang juga termasuk dalam kumpulan mata-mata tajam itu.

Namun, hal itu tak berlangsung lama, karena fokus mereka telah beralih pada Kiev yang mulai bernyanyi. Kecuali Galang yang masih menatap Lintang dengan api cemburu. Lintang langsung mencibir dan balik memelototi cowok itu. Lagu Dari Mata dari Jaz, sebagai rayuan Kiev untuk Lintang saat ini.

Matamu melemahkanku

Saat pertamakali ku lihatmu

Dan jujur ku tak pernah merasa

Ku tak pernah merasa begini

Oh mungkin

Inikah cinta pandangan yang pertama

Karena apa yang kurasa ini tak biasa

Jika benar ini cinta mulai dari mana

Oh darimana?

Kiev merentangkan tangannya meminta semua orang bernyanyi. Berbeda dengan penampilan murid lainnya, penampilan Kiev begitu semarak bak konser sungguhan. Para penggemar Kiev berdiri dan ikut melompat-lompat ketika nada menghentak terdengar. Kiev dan penggemarnya pun bernyanyi bersama-sama.

Dari matamu matamu

Ku mulai jatuh cinta

Ku melihat melihat ada bayangnya

Dari mata kau buatku jatuh

Jatuh terus jatuh ke hati

"Kiev we love you! Kiev we heart you! Kiev! Kiev Kiev Kiev!" seru Kiev Fans Club melakukan fanchant secara serempak. Kiev tersenyum manis dan berjalan menuju tempat duduknya sambil melambaikan tangan pada penggemarnya yang masih berteriak-teriak histeris. Cowok itu menempelkan jari telunjuk di depan bibir untuk menenangkan penggemarnya yang begitu ribut.

"Woah! Mantap kali kau Kiev," cetus Pak Horas terkekeh mendengar anak muridnya yang begitu heboh dengan penampilan selebriti itu.

"Aksi panggung yang luar biasa. Tapi nada kau itu jangan sampai lepas kontrol oke? Ya, sekali lagi tepuk tangan untuk Kiev!"

Semua orang, khususnya penggemar Kiev pun kembali bertepuk tangan dengan heboh.

"Baik penampilan selanjutnya. Lintang Aninda."

Lintang tak menyangka namanya akan disebut oleh Pak Horas. Ia bahkan tak memikirkan lagu yang akan ia nyanyikan. Lintang mengambil gitar akustik dan menatap Berlian yang sedang menyemangatinya. Lalu, ia menatap Galang yang sedang bersedekap dada dan mengerucutkan hidungnya mengejek. Senyum gadis itu sontak mengembang. Ia mulai memainkan gitar dan menyanyikan lagu Bunga Citra Lestari yang bernada manis.

Jujur ku mengakui pantas ku beri

Seribu pujian buat kamu

Jauh di dalam hati selalu ku rasa

Bersyukur aku mengenalmu

Karna cinta dari kamu

Jadikan aku

Wanita terbahagia di dunia

Bersama kamu ku jadi tahu

Artinya waktu lebih berharga dari harta di dunia

Bersama kamu ku rasa jauh lebih mengerti

Arti cinta tanpa harus mengucapkan cinta

Kiev tersenyum lebar karena mengira bahwa lagu yang Lintang nyanyikan itu ditujukan untuknya. Namun, senyum Kiev perlahan menghilang kala menyadari gadis yang sedang menyanyi itu tidak sedang menatap matanya. Melainkan Galang yang ada di belakangnya. Napas Kiev terasa sesak. Ia tersenyum pahit. Oh, jadi begini rasanya perasaan yang tak berbalas itu?

Hanya Berlian yang mengetahui hubungan pura-pura kakak-adik Galang dan Lintang. Juga Berlian bukanlah tipe cewek cerewet yang akan bicara tanpa ditanya. Jadi, masih banyak spekulasi yang berkeliaran tentang hubungan Galang dan Lintang melihat dua orang itu yang selalu datang dan pulang sekolah bersama-sama. Namun, mereka tentu tak tahu bahwa Galang dan Lintang tinggal satu atap.

Kamu ku yakin tahu

Ku yakin sama tujuanmu dengan tujuanku

Jauh di dalam hati selalu ku rasa

Bersyukur aku mengenalmu

Karena cinta dari kamu

Jadikan aku ... Wanita terbahagia di dunia

Galang hanya tersenyum menikmati penampilan Lintang. Mendengarkan suara merdu gadis itu dan alunan permainan gitarnya. Ditambah senyum Lintang yang selalu mengalihkan dunianya. Galang tak tahu bagaimana menunjukkan perasaannya saat ini. Namun yang jelas, ia merasa teramat bahagia.

Di lain hal, Berlian lagi-lagi mendapati Alvian yang menatapnya setajam belati. Berlian mencoba memberanikan diri untuk balik menatap cowok yang duduk di paling pojok itu. Galang yang menyadari itu pun, langsung mengikuti arah tatapan Berlian. Ia mencoba mengajak gadis itu bicara. Berlian menanggapinya dengan baik tetapi cewek itu masih beradu pandang dengan Alvian. Mencoba menyelisik arti pada mata cowok dingin itu.

Berlian menghela napas ketika nama Alvian dipanggil oleh Pak Horas. Cowok itu lantas maju ke depan menggantikan Lintang. Semua orang lalu memerhatikan Alvian yang berdiri mematung di depan sana. Pak Horas kembali mempersilakan Alvian untuk segera bernyanyi.

Guru seni itu sempat sedikit emosi karena ekspresi Alvian yang teramat datar dan dingin. Cowok itu juga tidak menyerahkan audio instrumental dan ia juga terlihat tidak akan mengambil alat musik. Pak Horas menghela napas mencoba bersabar dan kembali meminta Alvian untuk bernyanyi. Semua mendesah lega ketika Alvian maju untuk menjangkau microphone.

Twinkle twinkle, little star

How I wonder what you are

Up above the world so high

Like a diamond in the sky

Twinkle, twinkle little star

How I wonder what you are

Kebanyakan dari murid XII IPA 1 sontak tertawa mendengar lagu kanak-kanak yang dinyanyikan Alvian. Cowok itu bernyanyi dengan tempo super cepat. Pak Horas memijit pelipisnya dan berdiri menyuruh murid-muridnya yang sedang tertawa untuk diam.

"Stop stop stop. Hargai teman kalian yang ada di depan." Pak Horas memukul meja dengan buku absensi. Pandangannya kemudian beralih pada Alvian.

"Dan kau, apakah ada lagu yang bisa kau nyanyikan selain lagu itu? Suara kau itu sudah lumayan bagus, Nak," ujar Pak Horas mencoba mendorong Alvian untuk mengeluarkan bakatnya yang mungkin terpendam.

"Tidak ada," sahut Alvian datar.

Berlian tertegun. Sejujurnya ia pernah mengintip Alvian bernyanyi dan bermain piano saat waktu istirahat, ketika cowok itu baru saja pindah ke sekolah ini. Suara Alvian begitu bagus. Lalu, mengapa cowok itu berbohong? Apa ia mengalami demam panggung akut?

"Bohong, Pak!"

Semua orang menatap Berlian. Galang dan Lintang tersentak melihat cewek itu berdiri. Suasana dalam kelas itu menjadi mencekam secara mendadak. Berlian melangkah menuju panggung ruang seni dengan mata yang masih menatap Alvian. Semua orang menatap keduanya secara bergantian. Galang dan Lintang otomatis saling pandang dan kembali memandang Berlian dengan raut wajah penuh tanya.

Sesampainya di panggung, Berlian berdiri berhadapan dengan Alvian. Tatapan mereka berdua seolah mengandung jutaan volt listrik di dalamnya. Kening mereka sama-sama mengerut tajam dan rahang yang terkatup keras. Semakin dalam Berlian menatap Alvian, batinnya juga turut semakin bertanya-tanya.

Siapa lo sebenarnya?

Bersambung

Boleh minta tolong untuk merekomendasikan cerita ini agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. kalau menyukai cerita ini tolong beri aku ⭐️ dan komentar 🥰

Yuk hype cerita ini dengan memuatnya di instastory kamu jangan lupa tag instagram @inkinaoktari 🤗

Regards, Iin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top